Pada pertengahan tahun 2019, terjadi kegagalan listrik besar di sebagian Pulau Jawa. Kejadian ini terjadi sebelum tengah hari pada 4 Agustus 2019 dan berlangsung hingga 5 Agustus 2019. Banyak layanan mengalami gangguan sebagai akibat dari insiden ini. Ini termasuk layanan transportasi seperti MRT Jakarta, kereta listrik, kendaraan daring, dan lampu lalu lintas; layanan telekomunikasi seperti jaringan telepon seluler; dan layanan keuangan seperti ATM dan sistem pembayaran nontunai. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyiapkan dana sebesar Rp 839 miliar sebagai kompensasi atas pemadaman listrik yang terjadi. Peristiwa pemadaman listrik massal ini menunjukkan betapa bergantungnya masyarakat pada energi dalam kehidupan sehari-hari. Ada perdebatan tentang sumber energi mana yang paling cocok untuk memenuhi kebutuhan energi negara.
Di sisi lain, negara harus memastikan bahwa kebutuhan dan ketersediaan energi terpenuhi dengan harga yang wajar, karena peralihan energi ini relatif mahal. Sejauh ini telah dicapai dengan menggunakan energi dari bahan bakar fosil. Di sisi lain, negara juga harus memperhatikan aspek kehidupan yang mempengaruhi penggunaan sumber energi tak terbarukan. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan penelitian selama beberapa dekade terakhir, tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan bahan bakar fosil seperti batu bara berdampak pada iklim dan kesehatan melalui polusi yang ditimbulkan oleh pembangkit listrik.
Dengan mempertimbangkan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penggunaan batu bara serta tren di seluruh dunia, Indonesia harus beralih ke penggunaan energi terbarukan daripada menggunakan batu bara. Indonesia telah menyatakan target kontribusi yang ditetapkan secara nasional atau (Nationally Determined Contributions/NDC) melalui Persetujuan Paris. Pada tahap awal, targetnya adalah pengurangan emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan 41% dengan kerja sama internasional dari kondisi (business as usual) pada tahun 2030. Semua ini akan dicapai melalui sektor energi, antara lain. Menurut Rencana Umum Energi Nasional (2017), pemerintah Indonesia juga menargetkan porsi penggunaan energi baru dan terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025.
Indonesia mempunyai potensi energi baru dan terbarukan sebesar 788.000 MW. Maka, sangat disayangkan apabila Indonesia tidak bertransisi ke Energi Baru Terbarukan. Pada 14 November 2022, Pemerintah secara resmi meluncurkan Energy Transition Mechanism Country Platform Indonesia pada event G-20 di Bali. ETM adalah program transformatif yang membantu memensiunkan pembangkit listrik dari energi fosil dan menggantikannya dengan pembangkit dari energi bersih. ETM sendiri merupakan kerjasama Pemerintah Indonesia dan Asian Development Bank (ADB).
Adapun urgensi transisi energi ini bagi Indonesia sekitar 35% Kawasan Asia Pasifik sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi global dan 35% PDB dunia. Selain itu, 25% dari emisi global berasal dari tenaga listrik berbahan batu bara, 50% emisi gas rumah kaca global juga berasal dari kawasan Asia Pasifik, dan 62% tenaga listrik di Indonesia bersumber dari bahan bakar batu bara.
Terdapat suatu kegagalan pemerintah (government failure) karena hanya terdapat satu dan satu-satunya perusahaan listrik di Indonesia sehingga produsen menguasai pasar (memonopoli perekonomian). Dan karena PLN berbasis batu bara yang mengeluarkan 62% emisi karbon berdampak pada kegagalan pasar (market failure) yaitu eksternalitas negatif yang berdampak pada perubahan iklim dan gangguan kesehatan karena polusi yang dihasilkannya.