Ketika Siswa Kurang Mampu Lulus Pendidikan Dokter dan KIP Kuliah

Gambar sampul Ketika Siswa Kurang Mampu Lulus Pendidikan Dokter dan KIP Kuliah

Hidup ini dihiasi dengan banyak sekali pilihan!

Kadangkala, kita hanya menceritakan tentang diri kita sendiri saja dengan melupakan mereka yang sebenarnya membuat hidup kita lebih terkenal! 

Pagi yang hampir gerimis di kota kami, saya terburu-buru berangkat ke sekolah karena sebagian besar anak-anak menunggu di Februari 2023 itu. Saya pikir, akan banyak rezeki pagi itu dengan definisi hujan adalah berkah meskipun semua hal tersebut kembali kepada sejauh mana usaha digerakkan. 

Saya mengambil banyak inspirasi dari anak-anak di sekolah. Satu hal yang pasti, saya mau mengubah keadaan hidup mereka ke arah lebih baik di masa mendatang. Kisah yang saya bagikan ini tak saja menjadikan siswa bersangkutan menjadi lebih survive, namun mengubah sudut pandang saya terhadap kisah-kisah inspiratif dari orang-orang yang berperan penting terhadap kehidupan saya. 

Nur Faizah. Siswa saya yang lulus di Pendidikan Dokter Universitas Syiah Kuala melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) Tahun 2023. Darinya kisah itu mengubah segala cara saya berpikir tentang hal yang mustahil tiba-tiba menjadi mungkin atas izin Tuhan - berkat kekuatan doa.  

Sebuah terobosan dari sekolah kami setelah tahun 2021 juga berhasil lulus di jurusan yang sama. Sekolah yang jauh di kampung, sekolah yang nggak punya banyak prestasi, namun berhasil mengubah pola pikir orang-orang hebat di luar sana bahwa dari kampung juga bisa mengubah keadaan hidup tersebut. 

Di tahun 2021, Rahmad Kurnia Phonna, lulus di Pendidikan Dokter adalah hal yang menggemparkan karena sejak berdiri MAN 2 Aceh Barat dari tahun 1977 belum pernah ada seorang pun yang lulus di jurusan elit ini melalui jalur undangan. Kisah Rahmad tidak saya ceritakan di sini karena privilege di dalam dirinya melengkapi hak sehingga mudah lulus. 

Kisah itu benar-benar membuat saya merinding kala Nur Faizah dinyatakan lulus di tahun 2023. Setahun lalu rasanya bagaikan kemarin saya bekerja membantu dirinya. Saya menuangkan segala inspirasi hidup dari nol sampai berdiri kokoh di hari ini agar Nur Faizah mendapatkan sentuhan yang nyata bahwa kuliah tidaklah mudah dan murah. 

Saya mulai dengan dialog panjang dengannya. 

Tentang sebuah keyakinan, kepercayaan diri, dan konsistensi terhadap apa yang ingin dicapainya. 

“Kedokteran bukan jurusan murah dan mudah lulus, kamu tahu tentang itu bukan?” 

“Saya tahu, Pak!” 

“Bagaimana kalau kita ngomongin hal yang mungkin terjadi, siapa tahu kamu rezeki dan lulus. Apakah kamu sanggup secara ekonomi? Poin ini paling penting karena dari segi kemampuan saya tahu kamu akan sanggup dan mau belajar sekuat tenaga agar bisa lulus,” 

“Saya yakin, Pak. Orang tua juga mau membantu…,” 

“Kamu tahu posisi kamu sekarang bukan? Mimpi terlalu tinggi terkadang mengaburkan hal-hal yang paling nyata di depan mata, saya tahu kondisi keluarga seperti yang sudah pernah kamu ceritakan, dengan Ibu single parent, bekerja di luar negeri, dan tentu harus menghidupi kakak kamu, kamu, dan adik kamu. Dengan biaya kuliah cukup tinggi di Fakultas Kedokteran, bisakah kamu sampai ke titik akhir?” 

“Saya bisa, Pak!”

“Dan, bagaimana jika kamu tidak lulus KIP Kuliah? Kamu tahu sendiri bahwa seleksi beasiswa ini sangatlah ketat sekali meskipun ada beberapa yang berbuat curang. Dua tahun lalu kakak leting kamu dikenakan UKT sebesar Rp7 jutaan persemester, belum lagi biaya buku, biaya praktikum, biaya lain-lain yang sangatlah besar dan di luar jangkauan kita dari keluarga kurang mampu. Kakak leting kamu mempunyai keberuntungan tinggi karena kedua orang tuanya ASN, lari ke Bank mudah dikasih pinjaman, butuh duit sedikit atau banyak, orang lain mudah ngutangin, kamu akan lari ke mana?” 

“Tapi saya yakin, Pak, saya nggak tahu mau mengambil jurusan apa jika bukan FK,” 

“Kamu tahu risiko kuliah di sana bukan? Selama Ibu kamu masih mampu, bagaimana jika terjadi sesuatu di negeri orang? Siapa yang akan membiayai kuliah kamu tersebut? Siapa yang akan menanggung beban hidup seorang anak kedokteran yang nggak main-main soal biaya dari pendidikan, coas, sampai kuliah profesi agar kamu bisa bekerja setelah mendapatkan sertifikat?” 

“Saya akan membantu orang tua dengan bekerja sampingan, Pak. Saya juga akan berhemat biaya yang dikirim Ibu dari luar negeri agar bisa memenuhi semua kebutuhan saya selama kuliah. Saya akan berinteraksi dengan banyak orang agar bisa belajar bersama jika ada buku yang nggak sanggup saya beli. Saya akan melakukan apapun untuk bisa menyelesaikan pendidikan, Pak!” 

“Kamu tidak takut akan drop out?” 

“Nggak, Pak!” 

“Seberapa yakin kamu akan hal itu?” 

“Seyakin-yakinnya, Pak!” 

“Baiklah. Seandainya kamu tidak lulus di FK, jurusan apa yang ingin kamu ambil?”

“Bahasa Inggris, Pak,” 

“Kamu tahu jurusan itu lintas minat bukan?” 

“Tahu, Pak,” 

“Apabila Pilihan 1 nggak lulus, Pilihan 2 bisa saja nggak akan lulus karena saingan kamu lebih banyak dari anak-anak jurusan sosial (IPS) dan bahasa. Jika dalam 100, berapa persen kamu mau kuliah di Bahasa Inggris jika kemungkinan itu lulus di sana?” 

“100%, Pak!” 

“Kamu nggak akan ikut tes lagi untuk ambil FK?” 

“Nggak, Pak. Di mana pun yang lulus, di sanalah rezeki saya. Ibu juga menyarankan untuk ambil FK di SNBP agar tidak kecewa di kemudian hari. Jika nggak lulus, saya nggak ambil FK di SNBT dan akan mengambil Bahasa Inggris,” 

Sebuah keyakinan dan kepercayaan diri. Itulah yang membuat Nur Faizah lulus di Pendidikan Dokter, selain dari doa orang tua terutama Ibunya yang bekerja seorang diri untuk menghidupi ketiga anaknya setelah berpisah dari Ayahnya. 

Saya adalah salah seorang yang merinding saat melihat pengumuman kelulusan Nur Faizah di bulan puasa itu. Proses yang kami jalani tidaklah mudah, bentakan saya, saran, arahan, dan tangisan dirinya pada guru-guru lain karena saya marah-marah maupun nada bicara yang membuat patah arah hidupnya, membuahkan hasil di akhir meskipun perjalanan masih panjang. 

Nur Faizah memang mendaftar di jelang akhir pendaftaran SNBP karena diskusi kami yang panjang. Saya tidak saja membuat dirinya yakin dengan pilihan tetapi juga memastikan data-data yang dimasukkan ke sistem SNBP benar-benar jujur dan apa adanya. Saya percaya bahwa kejujuran akan  membawa keberuntungan dan rezeki berlimpah. 

Begitu pula proses pendaftaran KIP Kuliah yang otomatis tersinkroniasi ke sistem SNBP. Dokumen yang banyak itu berulangkali saya perbaiki. Saya juga memastikan data siswa ini tersinkronisasi dengan benar sampai menyimpan username dan password Nur Faizah di Google Chrome baik SNBP maupun KIP Kuliah. 

Perjalanan itu tentu belum usai. Universitas tidak langsung meluluskan siswa yang lulus SNBP untuk mendapatkan KIP Kuliah. Proses wawancara yang panjang dilalui Nur Faizah untuk mendapatkan rangking di sistem KIP Kuliah. Saya hanya berharap, dengan based on story perih itu, anak ini bisa lulus KIP Kuliah tanpa dihalangi oleh orang-orang yang curang dengan data. 

Saat Nur Faizah mengabarkan bahwa dirinya lulus KIP Kuliah, saya adalah orang yang mengucap syukur berulangkali. 

Nggak ada yang mustahil di dunia ini selagi masih ada usaha tinggi, doa, dan keyakinan yang pasti. Bayangkan, seorang siswa dari kampung, anak kurang mampu, dari keluarga broken home, bisa lulus di Pendidikan Dokter dan KIP Kuliah!

Tidak main-main. Nggak semudah membalik telapak tangan untuk bisa lulus KIP Kuliah bagi calon mahasiswa Pendidikan Dokter mengingat begitu mahalnya kuliah di jurusan ini. Nur Faizah membuktikan bahwa bentakan, didikan saya yang keras bisa mengubah hidupnya ke arah lebih baik. Orang yang selama ini memandang dirinya sebelah mata bisa langsung terbinar. 

Pendidikan Dokter lho!

Gratis lagi!

Merinding tidak? 

Di saat anak-anak ‘orang kaya’ berlomba masuk ke Pendidikan Dokter dengan biaya Rp250 juta, masih ada anak-anak di sekitar kita dengan inspirasi tak bertepi untuk mematahkan segala kemustahilan di dunia pendidikan. 

Kisah ini saya bagikan untuk guru-guru di sekitar kita, nggak ada yang mustahil di dunia pendidikan, selama kita mampu menginspirasi anak-anak dan membuat mereka bangkit dari alam bawah sadar untuk mengangkat kemampuan mereka ke kehidupan nyata. 

Anak-anak, guru mereka adalah inspirasi tak pernah pudar. Berikan inspirasi kepada mereka dalam menggapai cita, bantu mereka mengangkat derajat hidup, buka jalan mereka ke pendidikan lebih tinggi, semua itu ada di pundak kita sebagai guru. Kita bukanlah guru yang mengejar prestasi dengan banyak sertifikat, naik pangkat setinggi-tingginya, sedangkan kewajiban di luar batas pelajaran dan administrasi guru lebih dari apapun. 

Kisah Nur Faizah membuat saya makin terpacu untuk menginspirasi anak-anak. Saya membagikan trik masuk kuliah di YouTube dan TikTok yang mengubah sudut pandang anak-anak yang entah berasal dari mana dan orang tua yang tabu akan dunia pendidikan. Saya berharap makin banyak orang terbantu dengan apa yang telah saya lakukan ini. Inspirasi ini untuk dunia pendidikan, dari kampung ke angkasa raya! 

Catatan di akhir tulisan ini, inspirasi yang tak hingga kepada anak-anak niscaya membawa mereka menjadi orang sukses. Orang-orang sukses ini nantinya akan mengingat dan mendoakan, bahkan membantu saya suatu saat nanti, dalam hal apapun! 

Bagikan :