Guru Nggak Selalu Dipandang Sebelah Mata

Gambar sampul Guru Nggak Selalu Dipandang Sebelah Mata

Guru dan Profesi yang Masih Direndahkan

Saya akui, profesi guru – apalagi guru honorer – masih dipandang sebelah mata karena penghasilan mereka. Padahal, gaji guru saat ini nggak rendah sekali (kecuali guru honorer yang masih punguk merindukan bulan).

Guru ‘tetap’ direndahkan, kenapa pula anaknya diantar ke sekolah? Gurindam luka yang dipendam guru adalah kesabaran panjang dalam mendidik anak bangsa dengan segenap keterbatasan. Guru melakoni hidup yang digempur protes ‘netizen’ yang bahkan nggak tahu bagaimana cara mengajar A sampai Z dengan benar selama anaknya di sekolah.

Belum lagi, guru dipandang makan gaji buta karena banyak sekali libur. Entah apalagi yang disebut sampai menyudutkan guru tanpa kreativitas sama sekali. Bahkan, keluh kesah guru nggak ‘pernah’ didengar oleh pemerintah apalagi netizen yang cuma pintarnya mengeluh tetapi minta anaknya rangking 1.

Saya beranjak untuk naik lebih tinggi. Nggak mau dipandang sebelah mata; bahwa guru hanya mampu mengajar di sekolah saja tetapi nggak bisa ‘ngapa-ngapain’ lagi setelah itu.

Kreativitas yang saya bangun tak cuma untuk diri sendiri namun rupanya mendapatkan feedback lebih luas terhadap mereka yang haus bimbingan gratis. Coba bayangkan, berapa uang yang harus dikeluarkan seorang anak untuk ke psikolog atau orang tua untuk mendapatkan pengarahan yang tepat soal masuk kuliah?

Ratusan ribu bahkan jutaan, namun hasilnya belum tentu sepadan. Saya mulai memadukan antara ‘kebutuhan sendiri’ dan ‘kebutuhan orang lain’ saat mengasah kreativitas yang dimaksud itu.

Naik Level dengan Kreativitas Tanpa Batas

Dunia ini nggak sebatas duduk diam lalu senang-senang. Hidup aman sebagai guru memang benar karena tiap bulan mendapatkan penghasilan tetap. Namun apakah selamanya demikian sedangkan sisa waktu bisa dipergunakan untuk hal positif lain?

Saya kembali membuka memori lama, mengasah kreativitas yang luas lagi, dan ikut berbaur dengan perubahan zaman, lebih tepatnya mengikuti perkembangan gaya hidup anak muda masa kini.

Pulang sekolah, enaknya ngapain?

Konten Kreator

Jujur. Saya sangat bangga dengan titel Konten Kreator, meskipun nggak bisa disematkan pada nama. Dari internet (konten kreator) ini saya bisa berbagi banyak sekali pengalaman yang bisa mengubah pola pikir beberapa orang di luar sana.

Jika sebelumnya saya hanya ‘membantu’ kurang lebih 100 orang anak-anak di kelas XII, dengan bantuan ‘konten kreator’ ini saya bisa membantu ratusan bahkan ribuan orang yang nggak dikenal sama sekali.

Saya mulai dari yang bisa mengubah sebuah kebijakan. Memang, saya nggak bisa menyebut bahwa kebijakan dari pemerintah itu berubah karena konten yang saya punya. Namun, berkat konten tersebut (mungkin juga ada konten lain, atau masukan dari pihak lain di luar sana), sehingga sistem undangan masuk ke perguruan tinggi negeri dibuka kembali untuk sesaat.

Saya mendapati beberapa keluhan dari komentar di postingan sebelumnya, bahwa anak-anak yang ikut Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP) nggak bisa lagi unduh kartu. Sebagian mengaku lupa unduh, dan sebagian lagi menyebut kartu tersebut nggak perlu padahal itulah tanda bukti pendaftaran ketika pendaftaran ulang di universitas tujuan nanti.

Saya membuat konten dengan tajuk “Lupa Cetak Kartu SNBP Risiko Nggak Bisa Daftar Ulang

Saya berpikir, konten ini pasti akan sangat bermanfaat, sama seperti konten sebelumnya “Tidak Ada yang Murah di Dunia Ini Apalagi Minta Diskon UKT Kuliah” dan benar itu terjadi. Ratusan komentar masuk ke konten tersebut, dan sebagian besar lain mengirim pesan secara pribadi karena saya melewatkan komentar mereka di konten ini karena tertutupi dengan komentar-komentar lain (dari beberapa konten lain juga).

Tentu, saya menikmati proses yang terjadi ini. Makin banyak yang nonton, dan makin banyak yang berkomentar, konten yang saya buat sampai ke anak-anak kelas XII saat ini, dan sebagian lain adalah orang tua yang peduli terhadap pendidikan anak mereka. Saya malah berharap konten-konten ini masih bisa ditonton dan menjadi pelajaran penting di tahun-tahun mendatang oleh beda generasi.
Komentar TikTok
Saya nggak mengira bahwa konten ini menjadi masukan bagi banyak orang, mungkin, termasuk pengelola situs SNBP. Akun-akun yang saling berkomentar di konten ini memperlihatkan interaksi dan kebutuhan orang-orang terhadap informasi penting.

Anak-anak yang galau karena lupa cetak kartu, orang tua yang galau biaya kuliah mahal. Saya membalas sebagian komentar sembari membuat konten lain mengenai biaya kuliah, syarat daftar ulang dan lain-lain, yang sebagian ramai penonton, dan sebagian ada yang sepi; tergantung rezekinya masing-masing.

Sebagian anak kelas XII yang nggak saya kenal dari mana asalnya, masih saya berikan arahan bagaimana mendapatkan kartu SNBP. Nah, di saat saya memberikan bimbingan suatu waktu tersebut, saya dikirimkan pesan oleh beberapa dari mereka bahwa portal SNBP dibuka ‘hanya’ untuk mengunduh kartu saja.

Alhamdulillah.

Saya ikut senang. Usaha mereka yang mengirimkan keluhan ke helpdesk sesuai arahan di konten saya berbuah hasil. Meskipun sampai tulisan ini saya terbitkan, sebagian dari mereka belum sempat mengunduh kartu – dengan alasan terlambat mendapatkan konten ‘tutorial’ tersebut!
TikTok

Jadi guru goyang-goyang kaki saja? Ah, ngapain TikTok-an nggak bisa dapat duit juga.

Hidup ini nggak selalu duit bukan? Sebagian pengetahuan yang kita bagikan untuk orang lain tentu sangat bermanfaat dan pahalanya kembali kepada kita. Kalau kamu sempat, boleh menonton “Cara Siasati Tegihan Listrik Token Agar Murah” atau “Siapkan Uang Puluhan Juta Daftar Ulang SNBP 2024” dan “Penting! Dokumen Daftar Ulang Lulus SNBP” mungkin juga “Mau Lulus SNBP? Jurusan Kok Setinggi Langit” di mana konten ini memberikan efek besar terhadap kelangsungan masa depan anak-anak negeri!
Akun TikTok
Tahukah kamu? Jauh sebelum itu, sekitar setahun yang lalu, saya membuat konten di YouTube dengan Tajuk “Ingat! Penghasilan Orang Tua Menentukan Kelulusan SNBP” yang sampai hari ini sudah lebih 100 ribu tontonan.

Saya akui, persaingan ketat di YouTube sulit sekali mendapatkan viewer ditengah akun gosip dan pamer harta. Namun, dengan masuknya komentar sampai hari ini memberikan pandangan bahwa masih ada penonton yang butuh sentuhan ilmu baru terhadap masa depan anak mereka.

Sekali lagi, pemirsa di video ini rata-rata orang tua yang bertanya mengenai penghasilan mereka yang minim bisa memengaruhi anaknya untuk masuk kuliah. Secara garis besar, untuk jurusan tertentu seperti Pendidikan Dokter tentu sangat berpengaruh karena universitas mempertimbangkan bisa atau tidak sampai lulus di bangku kuliah. Jika ada seorang mahasiswa saja yang nggak bisa lulus tepat waktu, atau bahkan drop out, bisa berdampak pada akreditasi jurusan!
YouTube Bai Ruindra
Saya memang tidak dapat banyak dari apa yang dibagikan ke media sosial ini. Kepuasan batin setelah berbagi menjadi perkara berbeda karena:

Saya bukan guru bimbingan konseling yang punya kewajiban memberikan arahan dan bimbingan kepada anak-anak di sekolah;

Saya bukan operator yang mengerti sekali mengenai SNBP, hanya tahu sepintas lalu soal anak-anak masuk kuliah dari cerita alumni dan juga informasi di internet;

Saya bukan psikolog yang mengerti kepribadian anak-anak bahkan tahu bakat dan minat seorang anak kelas XII agar bisa mudah lulus masuk perguruan tinggi;

Saya hanya guru biasa yang membantu anak-anak di sekolah, dan membuat konten agar waktu luang terbawa suasana positif daripada tidur siang bikin sakit badan;

Saya hanyalah orang yang ‘peka’ terhadap kemampuan anak-anak, dan ingin tahu kemampuan ekonomi orang tuanya agar mereka bisa mudah sukses tanpa terkendala biaya apapun selama kuliah.

Itu saja!

Serba-serbi guru konten kreator yang menghabiskan waktu luang untuk membantu anak-anak khususnya kelas XII. Saat beberapa konten di TikTok menjadi banyak penonton dan interaksi, saya merasa bahwa di luar sana begitu banyak anak-anak yang haus akan informasi valid mengenai masa depan mereka, terutama perkuliahan yang makin ke sini makin ke sana mahalnya.

Hanya saja.

Perlu trik khusus agar mereka bisa terbantu biaya lebih ringan. Di sinilah posisi saya sebagai orang yang paham mengenai keluh kesah hati mereka. Konten yang saya hadirkan ini bisa mengubah apa yang belum tahu menjadi paham soal seluk-beluk dunia pendidikan Indonesia yang makin begitu adanya.

Jadi guru kreatif, boleh-boleh saja bukan?

Penulis Novel

Jika konten kreator lebih kepada ‘kebutuhan orang lain’ maka menulis novel tak lain kebutuhan saya sendiri dalam mengisi waktu luang. Saya sadar, diberikan kesempatan untuk menulis sangatlah tidak mudah sehingga harus diperdayakan sebaik mungkin.

Menulis novel juga tidak mudah. Jika dulu orang berlomba-lomba menulis novel lalu diterbitkan menjadi buku, maka sekarang zaman benar-benar berubah. Novel-novel dari penulis pemula maupun penulis senior sudah banyak sekali versi digitalnya, termasuk di aplikasi berbayar!

Saya mulai merampungkan beberapa novel yang tertunda. Rasanya, seperti buntu jika tidak menulis setiap waktu. Novel yang saya tulis secara garis besar mengambil tema tentang Aceh, mengenai adat, pernikahan dan tabiat di negeri ini.
Penulis Novel

Di antara novel-novel ini, adakah yang pernah kamu baca?

Novel terbit di media online seperti ini juga memberikan sebuah kreativitas untuk saya. Waktu yang dibagikan harus diatur sebaik mungkin agar konten di media sosial terpublikasi, bab novel tetap lanjut, dan pekerjaan utama nggak terbengkalai.

Tantangan yang luar biasa. Di saat waktu disibukkan dengan mengajar, administrasi guru yang makin hari makin banyak, lomba blog yang makin menggiurkan, dan saya menyempatkan diri untuk mengikuti lomba novel yang risikonya sangatlah besar. Saya harus menyelesaikan beberapa bab yang telah ditentukan untuk masuk nominasi penilaian.

Nama juga obsesi dan harapan. Saya belajar menyiasati waktu dengan sebaik mungkin agar semua dapat. Sampai akhirnya, novel saya masuk menjadi salah satu pemenang yang akan diterbitkan menjadi buku!
Penulis Buku

Akhirnya!

Novel jadi buku tentu bermanfaat sekali untuk ‘kredit poin’ saya sebagai guru; terlepas buku akan laris nantinya di pasaran. Saya hanya ingin memberi tahu, bahwa sebagai guru saya mampu menulis fiksi yang sebenarnya keluar jalur seorang akademisi yang notabene berkutat dengan karya ilmiah.

Penulis Karya Ilmiah

Tunggu dulu.

Tantangan berikutnya tak lain menulis karya ilmiah berupa jurnal yang akhir-akhir ini sangatlah populer. Kita tahu sekali bahwa jurnal ilmiah ini biasanya dihiasi oleh dosen yang ingin mendapatkan kredit poin lebih tinggi, dan terkenal sebagai peneliti andal. Maka saya, mendobrak paradigma tersebut dengan mengirim karya ilmiah ke jurnal yang levelnya lebih tinggi, yaitu terserifikasi SINTA 5.

Konten kreator = penulis novel = penulis jurnal; lelahnya tentu di jurnal karena membutuhkan referensi yang baku. Konten di internet nggak menyebutkan sumber masih sah-sah saja. Menulis novel semuanya adalah fiksi meskipun berangkat dari inspirasi sehari-hari. Menulis jurnal?

Saya berkutat dengan banyak sekali referensi. Bagi saya yang hanyalah seorang guru di pelosok negeri, menulis jurnal sangatlah awam sekali. Saya nggak punya bekal yang kuat apalagi relasi di universitas yang bisa menggoyahkan hati editor. Belum lagi, level guru yang masih minim sekali karya ilmiah di jurnal-jurnal dengan sertifikasi SINTA level terendah sampai tertinggi.

Satu jurnal saya akhirnya lulus!
Penulis Jurnal

Saya mulai berbenah. “Oh, guru di pelosok yang nggak dikenal oleh siapapun bisa juga tembus jurnal SINTA!”

Saya makin bersemangat mengasah kreativitas dalam publikasi karya ilmiah; yang seperti saya sebutkan sangat dekat dengan akademisi (profesi saya sebagai guru).

Jika menulis novel masih dipandang sebelah mata, menulis jurnal bisa levelnya lebih tinggi bagi penilaian profesi. Meskipun menulis novel lebih rumit karena membangun khayalan lebih tinggi tanpa referensi di depan mata.

Saya Melompat Lebih Tinggi

Guru, iya.

Konten kreator, iya.

Penulis novel, iya.

Penulis jurnal, iya.

Apa nggak lelah? Kreativitas tidak pernah mengenal kata lelah, selama masih bisa diraih, saya pikir wajar saja untuk dikerjakan.

Pertama kali ditayangkan di bairuindra.com

Bagikan :