"Sesuai Inpres (Nomor 1 Tahun 2025), untuk Belanja Gaji Pegawai Tidak Dilakukan Efisiensi", ujar Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Republik Indonesia di sela-sela Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI. Menkeu sampaikan kalimat tersebut dengan nada tegas dan asertif di hadapan pimpinan wakil rakyat, yakni Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Kamis 13 Februari 2025.
Di zaman serba efisiensi begini, terutama sejak terbitnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, sejumlah pertanyaan bagi kalangan birokrat pun mengemuka di ruang publik.
"Gaes, Gimana Infonya THR bakal dihapus atau tetap cair gak"?
"Wah, mudah-mudahan Gaji Ke-13 tetep cair lah. Anak gue baru masuk sekolah nih, pasti butuh budget ntar pertengahan tahun"
Ini dialog yang secara riil dan empiris muncul di kalangan birokrat, baik di pemerintah pusat atau daerah. Mereka utarakan secara luring sewaktu berjumpa di kantin, parkiran kantor atau bahkan di lobi kantor sesudah melakukan perekaman absen ceklok.
Ini adalah fenomena gunung es yang terjadi pada tatanan dialektika para pegawai negeri kita. Tanpa melihat latar belakang sosial ekonomi, pembicaraan dengan ragam tersebut muncul dan ikut menggambarkan sedikit kegamangan para pegawai negeri terkait kesejahteraannya pada tahun 2025 ini.
Padahal Menteri Keuangan RI sudah menyatakan secara tegas, bahwa konsep efisiensi (Sesuai Inpres 1 Tahun 2025) tidak akan menyenggol gaji dan belanja serta kesejahteraan pegawai. Bukankah pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) dan Gaji Ke-13 adalah komponen belanja kesejahteraan pegawai?
Artinya, pernyataan resmi menteri keuangan di publik (entah pernyataan esensial atau pernyataan diplomatis?) bisa memberikan angin segar bagi kalangan PNS yang sedang menunggu kepastian pencairan THR dan Gaji Ke-13 pada Tahun 2025. Angin segar atau minimal angin sepoi-sepoi yang ditunggu 4 juta PNS lebih di wilayah Republik Indonesia.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 menyinggung Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN maupun APBD selama Tahun 2025. Inpres 1 Tahun 2025 dapat dikatakan inpres primadona karena kerap kali disebut dan didengung-dengunkan. Semakin populer dan membahana memang sobat Inpres 1 Tahun 2025 ini.
Namun, menkeu menandaskan bahwa konsep efisiensi memang sedang diinisiasi baik pusat maupun daerah. Menyasar efisiensi (baca : pengiritan) perjalanan dinas, Alat Tulis Kantor (ATK), seminar/workshop dan rapat serta acara seremonial. Sehingga tidak jarang juga kita dengar secara langsung atau bahkan disampaikan secara daring pada grup whatsapp para pegawai, seperti :
"Rapat maraton bro hari ini di kantor. Tanpa snack, tanpa pakai makan minum. Tanpa pakai aula hotel. Yeah, namanya juga efisiensi" ujar salah seorang PNS pusat berpangkat Pembina Tingkat 1 tersebut.
Ya, inilah miniatur dialektika dan dinamika para abdi negara kita dengan sejumlah privilese dan tantangan yang siap menerjang. Yang jelas efisiensi dilakukan untuk mencapai pengiritan sebesar 306,6 triliun rupiah dan diupayakan seoptimal mungkin untuk program serta kebijakan riil yang menyentuh rakyat secara langsung.
Yang jelas, AWAS saja jika sampai 306,6 triliun rupiah tersebut sampai dikorupsi atau dikutil oknum. Jika iya, para abdi negara seyogianya akan bergerak dan bangun dari tidur panjangnya. Sekian!