"Segelas kopi cappucino sudah tersaji hangat di ruangan. Sepiring ubi dan pisang goreng hadir di sampingnya. Laptop sudah menyala sempurna diiringi alunan lagu instrumen jazz di ruang kerja berukuran 5 x 5 meter persegi. Namun, sontak ia tersadar, selembar surat tugas di map sebagai dasar keberangkatannya ke Jogjakarta belum ditandatangan pimpinan dan belum juga distempel dinas"
Nah inilah sebuah ilustrasi bagaimana seorang pegawai negeri sipil golongan III/b memulai rutinitas di ruangan kantor tempatnya mengabdi. Enam tahun sudah, ia mengabdi dan berdinas di lingkungan pemerintah daerah. Namun, kenyatannya, praktik tanda tangan elektronik berbasis barcode elektronik belum juga diaplikasikan secara utuh di kantor tempatnya mengabdi. Seluruhnya masih serba manual dengan dalil keterbatasan anggaran, atau jikalaupun ada anggaran, lebih diprioritaskan untuk pagu kegiatan lain.
Ya, pembaca Sembari Dinas, kita tahu bahwa lima tahun terakhir, pemerintah Republik Indonesia berusaha gencar menanamkan nilai pembaharuan bagi para ASN. Kita tentu sering mendengar konsep Smart ASN, ASN Berakhlak dan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) serta kampanye ASN melek digital. Faktanya, terkhusus teman di pelbagai lingkup pemerintah daerah, konsep Smart ASN, perkembangan teknologi informasi dan digitalisasi kerja ASN masih belum dirasakan berjalan 100%. Belum berjalan 100% dan belum merata sepenuhnya mulai dari Sabang sampai Merauke.
Ada teman pemda yang sudah mempraktekkan digitalisasi berbasis aplikasi bagi kinerja absensi, kepegawaian, kenaikan pangkat, laporan perjalanan dan lain sebagainya. Namun kita tentu sering mendengar, isitilah jaringan error, server perbaikan dan situs web masih dalam proses konstruksi sehingga tidak dapat diakses.
Ini merupakan potret dan miniatur bagaimana pemerintah Republik Indonesia nanti memulai peradaban baru di OIKN (Otorita Ibu Kota Nusantara). Tantangan teknologi informasi dan kesiapan digitalisasi bagi kinerja ASN seyogianya harus diperhatikan. Demi Smart City dan Ibukota Negara yang hijau, berkeadilan dan mengusung filosofi Bhinneka Tunggal Ika.
Idiom Indonesia Digital Nation sempat terbersit dan digagas oleh Kementerian Kominfo Republik Indonesia beberapa tahun silam. Didukung Roadmap Indonesia Digital Nation 2021 - 2024, artinya Indonesia harus mampu bertransformasi secara digital, termasuk pada sektor pelayanan publik untuk masyarakat. Belakangan, Presiden Jokowi sadar betul bahwa infrastruktur, budaya kerja organisasi dan Sumber Daya Manusia (SDM) kita belum siap sepenuhnya, sehingga kampanye Indonesia Digital Nation dinyatakan siap pada Tahun 2025.
Indonesia Digital Nation, Bukan Basa Basi
SDM abdi negara nusantara harus menjadi SDM Digital. ASN harus melek digital, terkhusus pada ranah pengambil kebijakan pada pemerintah supaya dapat memberikan pelayanan publik yang cepat, berkeadilan, tidak berbelit-belit dan tidak membebani rakyat. Sesuai UU ASN No.5 Tahun 2014, ASN wajib serta berkomitmen untuk mendukung Bangsa Digital Indonesia.
Ada resep kunci sukses yang wajib diemban para abdi muda yang kelak bertugas di IKN nantinya. Lantas apa kunci suksesnya? Ya, ada empat kunci sukses, yaitu empat aspek literasi digital yang wajib dikuasai para pegawai negeri sipil kita seperti dilansir Dinas Komunikasi dan Informatika Pemprov Kalimantan Timur khususnya di IKN mencakup :
1.Digital Skills, Kecakapan menggunakan media digital
2.Digital Culture, Kecakapan budaya dalam mengakses dunia digital
3.Digital Ethics, Kemampuan etis dalam memakai media digital
4.Digital Safety, Aman dalam mengakses media digital
Keempat pilar ini adalah kunci utama kesuksesan pemerintah dan masyarakat #IKNdanASN menuju Ibukota dengan peradaban baru. Yaitu Kota Baru, Kota Hijau, Kota Cerdas dengan wawasan Bhinekka Tunggal Ika bagi bangsa. Dengan pemberlakuan empat literasi digital yang wajib dikuasai oleh para birokrat di lingkungan IKN, maka konsep Indonesia Digital Nation bukanlah basa-basi, namun adalah konsep yang sudah menjadi realita.
Sekedar catatan bagi pemerintah, kita tentu tahu bahwa belum lama ini Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) besutan Kementerian Kominfo dibajak hacker yang notabene tangan jahil tidak bertanggung jawab. Nah, pembaca Sembari Dinas, kita tidak bisa menahan laju kecanggihan dan disrupsi teknologi termasuk ulah hacker yang tidak bertanggung jawab. Namun kita tentu bisa memperkuat dengan Digital Safety, salah satu 4 pilar literasi digital diatas. Dengan penguatan digital safety dan didukung oleh kecanggihan teknologi informasi dalam mencadangkan data vital nasional. Tentu hal itu akan memperkuat posisi tawar bangsa kita menuju Indonesia Digital Nation 2025. Dengan data nasional kita aman dalam genggaman bangsa, maka bangsa dan masyarakat kita akan maju tenteram dan terlindungi privasinya. Disinilah negara wajib hadir dalam menyejahterakan warganya.
Dan dengan kehadiran empat pilar literasi digital dan political will para pemimpin seperti presiden, menteri dan kepala daerah, kita tentu berharap kisah ilustrasi pembuka diatas menjadi tidak terulang. Pembubuhan tanda tangan manual janganlah menjadi arus penghambat kemajuan dan jangan menjadi arus penghalang pelayanan rakyat. Dengan masyarakat digital, teknologi digital canggih termasuk tanda tangan elektronik digital berbasis barcode elektronik, maka roda pelayanan akan lebih cepat, tepat dan tidak berbelit-belit. Semua demi Indonesia Emas 2045 yang tidak terasa sudah didepan mata.
Sumber referensi :