Profesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada dasarnya tidak terlepas dari berbagai stigma masyarakat di Indonesia. Acap dikatakan sebagai profesi "idaman mertua" di beberapa dekade lalu hingga persepsi dan tuduhan masyarakat yang menempatkan ASN sebagai profesi kurang transparan dari sudut pandang rekrutmen hingga kinerja keseharian. Perbaikan yang terus dilakukan pemerintah hingga saat ini dalam proses rekrutmen maupun manajemen ASN rupanya belum sepenuhnya terdengar hingga seluruh lapisan masyarakat. Terbukti hingga proses seleksi CPNS Tahun Formasi 2021, hingga dua tahun mengabdi, pertanyaan yang menyangsikan profesi ini masih sering saya terima. Pertanyaan yang seakan umum diterima, terutama bagi mereka para "umbies".
Istilah "umbies" sering digunakan ASN masa kini untuk merujuk para ASN baru yang belum menduduki jabatan. Sebagai seorang yang baru masuk ke dalam ruang lingkup baru, banyak penyesuaian yang harus dilakukan para "umbies". Bagi mereka yang sebelumnya telah memiliki pengalaman kerja dalam sektor swasta, perlu penyesuaian-penyesuaian terhadap budaya kerja yang diterapkan dalam sektor publik. Terlebih bagi mereka, para fresh graduate yang memutuskan untuk terjun langsung dalam dunia ini. Penyesuaian ini yang terkadang memberikan kesan banyak beban pekerjaan yang dibebankan untuk para "umbies". Alih-alih berfokus dalam menyesuaikan diri dan memahami tupoksi masing-masing, para "umbies" saat ini juga harus dihadapkan dengan persepsi bahkan tuduhan masyarakat. Beberapa diantaranya adalah sogokan dan peran serta orang dalam untuk memuluskan proses seleksi para "umbies".
Bertitik tolak dari employer branding ASN, "Bangga Melayani Bangsa", saya menyadari bahwa tugas kami adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Didukung dengan core values dari "BerAKHLAK" khususnya berorientasi pelayanan memberikan suatu pemahaman bagi saya untuk melayani dalam berbagai orientasi. Orientasi pelayanan yang dimaksudkan tidak hanya berkaitan dengan tupoksi yang melekat dalam jabatan secara tertulis, melainkan juga aspek-aspek yang berkaitan dengan ASN secara umum. Termasuk dalam memberikan pemahaman mengenai mekanisme seleksi hingga kegiatan yang dilakukan ASN masa kini. Adapun hal ini dilakukan untuk "mengikis" perlahan persepsi negatif masyarakat terhadap profesi ASN.
Berdasarkan pengalaman pribadi, adanya persepsi negatif dari masyarakat bukan tidak mungkin berasal dari minimnya pengetahuan masyarakat terhadap profesi ASN itu sendiri. Mengutip headline dari detik.com tanggal 4 Juni 2022, "Janjikan Lolos CPNS, ASN Dinkes Kaur Tipu Warga Rp 250 Juta" secara langsung mengindikasikan ketidaktahuan masyarakat dan secara tidak langsung menggambarkan kepercayaan masyarakat bahwa praktek KKN terjadi dalam proses seleksi CASN. Perlu disadari, bahwa prinsip dalam pengadaan ASN dilakukan secara kompetitif, adil, objektif, transaparan, bersih dari KKN, dan tidak dipungut biaya. Dijelaskan pula berbagai tahapan seleksi hingga mekanisme yang sudah diatur dalam regulasi. Sederhananya gambaran proses seleksi hingga penetapan hasil seleksi bisa dipantau secara real time melalui proses live score, kalkulasi peluang kelulusan yang dapat dilakukan secara mandiri untuk dibandingkan dengan pengumuman resmi, hingga adanya kesempatan untuk melakukan sanggahan terhadap hasil seleksi yang diumukan.
Beranjak dari persepsi akan proses seleksi, sejatinya ASN masa kini dituntut dalam melakukan inovasi. Mengacu pada core values adaptif yang berkaitan erat dengan semangat dan kemampuan berinovasi, kreatif, serta proaktif menghadapi perubahan. Hal ini menjadi aspek yang harus disadari, mengingat dinamika dalam berbagai aspek kehidupan juga sejalan dengan bentuk dan jenis pelayanan yang harus diberikan, baik secara langsung kepada masyarakat maupun secara tidak langsung berupa aspek-aspek penunjang dalam berbagai sektor. Sebagai langkah awal, inovasi ini diinternalisasi dengan menyusun rancangan aktualisasi sebagai syarat wajib dalam Latsar bagi CPNS sebelum dilantik menjadi PNS. Dalam proses pendidikan dan pelatihan, inovasi inipun terus dilakukan hingga pada mekanisme diklat untuk pimpinan. Bahkan di Kota Denpasar, inovasi ini menjadi ajang kompetisi antar perangkat daerah untuk menemukan potensi-potensi dalam mendorong kinerja organisasi.
Bertitik tolak dari persepsi tersebut, sebagai pelayanan masyarakat pada dasarnya menjadikan kita sebagai seorang ASN berkewajiban untuk memberikan edukasi dan informasi kepada masyarakat dengan tujuan mengikis persepsi masyarakat khususnya terhadap mekanisme seleksi ASN, sehingga dapat bermuara kembali sebagai sebuah langkah preventif terhadap kerugian masyarakat atas tindak penipuan yang dilakukan oknum tertentu. Dilanjutkan dengan memberikan pelayanan yang optimal dengan berbagai inovasinya untuk membuktikan bahwa ASN masa kini lahir dari proses seleksi yang transparan dan kompeten dalam pelayanan.
#ASNPunyaCerita