Oleh: Agus Salim, S.Kom, M.Kom
Pranata Komputer Ahli Muda, Dinas Kominfo Kota Padang
Layanan pengaduan publik merupakan salah satu pilar dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, terbuka, dan akuntabel. Kanal aduan berfungsi sebagai jembatan antara masyarakat dan pemerintah, serta menjadi instrumen kontrol sosial yang sah terhadap pelayanan publik. Setiap aduan yang masuk sejatinya harus dicatat, dianalisis, dan ditindaklanjuti secara objektif tanpa pandang bulu.
Namun dalam praktik birokrasi, tak jarang transparansi menghadapi kendala dari dalam. Salah satu fenomena yang kerap muncul adalah ketika pengelola layanan aduan bersikap tegas terhadap laporan yang menyasar instansi lain, namun menjadi enggan atau bahkan menolak mencatat aduan yang menyinggung instansinya sendiri. Di sinilah transparansi mulai terbata-bata.
Fenomena ini mengemuka di beberapa instansi, di mana pejabat atau admin layanan aduan publik memainkan dua wajah: satu tegas demi citra, dan satu lagi culas demi menyelamatkan performa unit kerjanya. Hal ini menciptakan kesenjangan etika pelayanan: ketika profesionalisme dan moralitas tak berjalan sejajar.
Alih-alih mencatat semua aduan secara objektif, sebagian oknum sengaja tidak membuat tiket pengaduan terhadap instansi sendiri dengan alasan “nanti berdampak pada penilaian kinerja”. Praktik ini merupakan bentuk manipulasi data pelayanan, pelanggaran etika ASN, dan cermin dari budaya birokrasi yang masih penuh kepalsuan.
Mengamanatkan bahwa penyelenggara pelayanan wajib memberikan sarana pengaduan dan menjamin prosesnya dilakukan secara transparan dan berkeadilan.
Menekankan pentingnya asas keterbukaan dan akuntabilitas dalam setiap tindakan pejabat publik.
Menegaskan kewajiban ASN untuk bertindak jujur, adil, dan objektif dalam melaksanakan tugas serta tidak melakukan manipulasi data.
Distorsi Data Layanan Publik
Tanpa pencatatan resmi, data pengaduan menjadi tidak valid dan dapat menyesatkan pimpinan dalam mengambil keputusan.
Ketimpangan Penanganan Aduan
Ada kesan bahwa instansi tertentu selalu "bersih", padahal hanya karena laporan terhadapnya tidak diproses secara formal.
Menurunnya Kepercayaan Masyarakat
Ketika masyarakat sadar bahwa sistem aduan tidak diperlakukan setara, mereka akan enggan menggunakan saluran resmi.
Audit Internal dan Eksternal Berkala
Untuk menjamin seluruh aduan diproses tanpa pandang bulu.
Digitalisasi dengan Jejak Audit Transparan
Supaya tidak ada aduan yang bisa dihapus tanpa proses resmi.
Pemisahan Peran Pengelola dan Objek Aduan
Menjaga independensi dan menghindari konflik kepentingan.
Pelatihan Integritas ASN secara Berkelanjutan
Supaya prinsip moral tidak kalah oleh kepentingan citra.
Integritas tidak diukur dari tampilan luar atau kata-kata yang manis, melainkan dari keberanian bersikap adil bahkan ketika itu menyakitkan diri sendiri. Ketika seorang pejabat hanya berani bertindak terhadap instansi lain, namun takut menghadapi kenyataan di rumah sendiri, maka ia sedang menodai sumpah jabatan dan mencederai hak rakyat.
Membangun kepercayaan publik bukan dengan menyembunyikan masalah, tapi dengan keberanian menyelesaikannya secara terbuka. Karena dalam dunia birokrasi, citra bisa dibuat-buat, tapi data dan kejujuran akan selalu menemukan jalannya.