Beberapa tahun yang lalu saat saya akan mengikuti seleksi menjadi PNS, kakak kelas saya yang telah menjadi PNS memberi saran untuk mengikuti seleksi CPNS di tingkat pemerintah kota saja, alih-alih ikut pada tingkat pemerintah provinsi yang saingannya lebih banyak. Kebetulan saat itu formasi jabatan kami masih langka dan hanya tersedia beberapa saja, sehingga kami para alumni sekolah kesejahteraan sosial telah “membagi” seleksi wilayah berdasarkan formasi yang ada di beberapa kabupaten kota sehingga meningkatkan kemungkinan lolos menjadi lebih besar.
Namun saran dan nasehat kakak kelas yang paling saya ingat sampai sekarang adalah tentang tambahan penghasilan pegawai. Saat itu namanya masih “TC”, sampai sekarang saya juga masih kurang paham apa arti dari kata TC tersebut. Yang saya ketahui bahwa TC merupakan tambahan penghasilan bagi PNS selain gaji. Saat itu beliau mengatakan bahwa TC yang ada di pemerintah kota memang lebih rendah daripada yang diterima oleh pegawai provinsi. Namun peluang yang lebih besar menjadi PNS adalah faktor yang harus dipertimbangan sebelum memilih lokasi seleksi. Tentu saja TC yang lebih tinggi yang diterima pegawai provinsi merupakan daya tarik utama walaupun saingan lebih banyak.
Pada kondisi saat ini, ASN lebih mengenal “TPP” daripada “TC”. Tambahan Penghasilan Pegawai yang selanjutnya disingkat menjadi TPP merupakan penghasilan yang diberikan kepada ASN dalam rangka meningkatkan kinerja, motivasi, disiplin dan kesejahteraan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah. TPP merupakan tambahan penghasilan yang diberikan kepada ASN yang tunduk pada pemerintahan daerah sedangkan untuk ASN kementerian dan lembaga negara, mereka mendapatkan Tukin atau tunjangan kinerja.
TPP ini diberikan berdasarkan kriteria meliputi beban kerja, prestasi kerja, kelangkaan profesi dan kondisi kerja. Beban kerja ini merupakan pekerjaan yang melewati batas waktu kerja yang biasanya ditandai dengan penambahan waktu kerja dan beban kerja dari tusi pekerjaan itu sendiri. Biasanya diberikan kepada instansi yang bekerja melebihi jam kerja normal, mempunyai tanggung jawab yang lebih besar berkaitan dengan kemaslahatan orang banyak dan warga negara bahkan mempunyai beban pemikiran yang lebih dibandingkan pegawai lainnya. TPP berdasarkan kinerja yang diberikan kepada pegawai yang memiliki prestasi kerja yang tinggi sesuai dengan bidang keahliannya dan inovasi pekerjaan yang diakui oleh pimpinan. Sedangkan TPP berdasarkan kelangkaan profesi dan kondisi kerja biasanya sangat terbatas. TPP ini diberikan dengan memenuhi kriteria tertentu dan ditetapkan dalam sebuah keputusan kepala daerah.
Dari semua usaha pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan pegawainya, tentu saja peningkatan dan pemberian TPP ini merupakan hal yang harus disyukuri dibandingkan dengan ASN atau PNS generasi babyboomer dulu. Bahkan berdasarkan pengalaman orang tua saya dulu, mereka hanya mendapatkan gaji sesuai dengan pangkat dan golongan saja. Beberapa pegawai yang telah mempunyai jabatan struktural biasanya mempunyai penghasilan lebih besar jika mereka mempunyai tanggung jawab lebih besar juga dalam pengelolaan anggaran. Sedangkan ini sangat sedikit orang yang mempunyai kesempatan tersebut. Sehingga hal ini membuka peluang untuk terjadinya korupsi. Dan hal ini lah yang memutuskan pemerintah memberikan tunjangan tambahan kepada pegawainya sebagai bentuk apresiasi atas kinerja mereka dan meningkatkan motivasi si pegawai untuk fokus terhadap pekerjaannya alih-alih memikirkan bekerja di luar kantor untuk menambah penghasilan.
Namun demikian, perbedaan jumlah TPP yang diterima pegawai pemerintah daerah berbeda-beda, sangat tergantung dari kemampuan keuangan daerah. Tentu saja hal ini menimbulkan kecemburuan sesama ASN. Pertanyaan-pertanyan akan muncul mengapa perbedaan jumlah TPP ini berbeda sampai ke tingkat kabupaten kota, sedangkan tanggung jawab dan tusi berada dalam level yang sama. Ada harapan bahwa perbedaan itu hanya pada level pemda tingkat I saja, tidak sampai pada level pemerintah daerah tingkat kota dan kabupaten. Saya pernah ditanya oleh adik saya yang kebetulan bekerja di kabupaten yang berbeda. Adik saya menyarankan saya pindah ke kantor di pemerintahan kabupatennya, otomatis saya menanyakan berapa TPP yang diterima dengan grade jabatan saya saat itu. Jawabannya adalah TPP yang saya terima berjumlah 4 kali lebih besar dari TPP yang diterima pegawai disana dengan grade dan kelas jabatan yang sama. Kriteria TPP ini hanyalah jenis TPP berdasarkan prestasi kinerja. Belum lagi pemberian TPP berdasarkan beban kerja.
Perbedaan antar kabupaten kota seperti ini bisa menimbulkan kesenjangan sesama ASN. Belum lagi jika ada pertemuan-pertemuan yang pasti terjadi, sesama pegawai yang berada dalam satu linear instansi akan saling curhat dan bercerita tentang kesejahteraan yang mereka terima di daerah masing-masing. Kecemberuan ini akan menghasilkan motivasi yang menurun atau saat permintaan untuk memenuhi tuntutan dari instansi vertikal di level provinsi maka akan adanya pengabaian sehingga akan mengakibatkan stuck pelaksanaan program kegiatannya.
Apalagi jika ditambah lagi dengan perbedaan yang terjadi didalam satu pemerintahan daerah. Antar organisasi atau OPD dalam pemerintahan daerah tersebut tentu saja menyatakan diri sendiri lebih penting daripada orang lain. Sehingga pemberian TPP berdasarkan kriteria beban kerja merupakan sebuah keharusan selain juga menerima TPP berdasarkan kinerja. Namun jika melihat peraturannya, dalam memberikan TPP berdasarkan beban kerja, kepala daerah harus melihat instansi berdasarkan urusan wajib pemerintahan. Menurut Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud adalah meliputi 6 pelayanan dasar dalam bidang pendidikan, kesehatan, sosial, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan pemukiman, serta ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat.
Beban yang harus dilaksanakan oleh instansi-instasi pengemban pelayanan dasar ini tentulah lebih besar daripada instansi koordinasi. Kalau menurut mantan atasan saya, instansi pengemban pelayanan dasar ini melakukan pekerjaannya bukan hanya untuk urusan dunia tetapi juga dapat menambah tabungan akhirat. Sehingga dibutuhkan kerja ikhlas selain kerja cerdas dan kerja keras saja.
Jika berbicara tentang pelayanan dasar dan pelayanan publik, ada namanya konsep kontribusi. Dari setiap pelayanan yang diberikan sudah sewajarnya si pemberi akan menerima kontribusi atas usahanya. Tentu saja hal ini berkaitan dengan pemberian kesejahteraan dalam bentuk tunjangan, karena mereka adalah ASN yang bekerja pada pemerintah untuk melayani warga negara.
Namun pada kenyataannya, pemberiaan TPP yang berdasarkan beban kerja tidak diterima oleh semua instansi pemberi pelayanan dasar, walaupun tidak dipungkiri bahwa instansi pelayanan publik pada pemerintahan daerah juga dapat menerima tunjangan ini. Sudah seharusnya kepala daerah membuat peraturan daerah yang mengakomodir persamaan kesejahteraan yang diterima oleh para pegawainya dengan memperhatikan tugas dan fungsi urusan pemerintahan instansi tersebut, bukan hanya melihat dan menilai berdasarkan besaran pekerjaan yang dilakukan. Tentu saja TPP berdasarkan beban kerja tidak dapat diberikan kepada semua instansi karena TPP ini sangat ditentukan oleh kemampuan keuangan daerah. Menjadi tugas kepala daerah untuk menghindari kecemburuan yang muncul sehingga arti dari keadilan sosial bagi seluruhnya dapat tercapai. Karena pegawai yang sejahtera maka akan lebih produktif dan inovatif, pada ujungnya yang diuntungkan adalah pemerintah daerah itu sendiri.
Pada akhirnya hal tersebut janganlah menjadi patokan kita untuk bekerja karena bekerja dimanapun pada hakikatnya kita bekerja untuk diri sendiri, karena bekerja pada pemerintah itu adalah tentang melayani dan berkontribusi untuk negara. Nasehat ini telah diberikan bertahun yang lalu, tetapi masih bisa diterapkan sampai sekarang. Seperti quote yang diberikan oleh John Fitzgerald Kennedy “Jangan tanyakan apa yang negara ini berikan kepadamu tapi tanyakan apa yang telah kamu berikan kepada negaramu.” (rr)
#ASNPunyaCerita #ASNMenulis #GajidanRemunerasi #TPP