SIKAP TELADAN SEORANG AUDITOR
MAMPUKAH.?
#aksaraAbdimuda
Oleh : Rendra Prasetya
Ada kumpulan berita yang menyatakan bahwa seorang Auditor tertangkap tangan menerima suap dan gratifikasi. Auditor dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia terjaring operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau lenih di kenal KPK R.I. Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terlibat dalam dugaan kasus korupsi, dimana mereka disebut meminta uang untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dalam beberapa kasus, termasuk di Kementerian Pertanian dan proyek Waskita Beton Precast. Kasus korupsi yang melibatkan auditor BPK tidak hanya terjadi sekali, melainkan telah beberapa kali di masa lalu, termasuk penangkapan anggota BPK dan auditor dalam kasus dugaan suap dari berbagai instansi pemerintah, seperti Kementerian Desa, PDTT, dan Pemkab Bogor. Ketua BPK Isma Yatun menolak memberikan komentar terkait dugaan suap kepada auditor BPK dalam kasus korupsi yang disorot, sementara terdapat beberapa kasus dimana auditor BPK dihukum karena menerima suap untuk mengatur atau menghilangkan temuan dalam laporan keuangan demi predikat WTP. Artikel ini telah tayang di Katadata.co.id dengan judul "Deretan Kasus Jerat Auditor hingga Anggota BPK Demi Predikat WTP" , https://katadata.co.id/berita/nasional/6645851a0eed6/deretan-kasus-jerat-auditor-hingga-anggota-bpk-demi-predikat-wtp
Kejadian tertangkap tangannya seorang Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia / BPK.RI yang telah menerima sejumlah uang demi ”memanipulasi” temuan dan predikat Wajar Tanpa Pengecualian/ WTP pada Pemerintah Daerah adalah pukulan telak atas semangat pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai mana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Dalam Undang-undang ini dijelaskan tentang Tindakan Korupsi Suap dan Gratifikasi yaitu :
Tindak Pidana Suap
Tindak Pidana Gratifikasi pada Pasal 12B:
Kejadian ini seolah meruntuhkan marwah di bidang pengawasan dan pemeriksaan keuangan negara yang disinyalir telah lama terjangkit penyakit korupsi yang celakanya dilakukan oleh lembaga yang seharusnya mampu melakukan teladan dan melawan segala bentuk tindakan korupsi. Mengapa hal tindakan korup ini justru terjadi pada lembaga terhormat yang seharusnya mampu mencegah perilaku-perilaku korupsi. Dalam tulisan ini saya ingin mengungkapkan fenomena yang anomali tersebut.
Sejarah Singkat Terbentuknya Badan Pemeriksa Keuangan
Badan Pemeriksa Keuangan dibentuk berdasarkan Pasal 23 ayat (5) UUD 1945, yang menyatakan bahwa untuk memeriksa tanggung jawab keuangan negara, dibentuklah suatu badan pemeriksa keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan undang-undang.
Awal Pembentukannya adalah BPK berdiri pada tanggal 1 bulan Januari tahun 1947 di Magelang, berdasarkan Surat Penetapan Pemerintah No. 11/OEM tanggal 28 Desember 1946. Ketua pertamanya adalah R. Soerasno, dengan hanya 9 pegawai. Tahun 1949 kemudian dibentuk Dewan Pengawas Keuangan saat Indonesia menjadi Republik Indonesia Serikat. Kemudia pada tahun1950 setelah negara kita kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, Dewan Pengawas digabungkan kembali menjadi Badan Pengawas Keuangan dan berkedudukan di Bogor.
Falsafah BPK
Falsafah dibentuknya Badan Pemeriksa Keuanganadalah berakar pada prinsip “pengawasan sebagai bagian dari kontrol demokrasi”, dengan nilai-nilai berikut:
Siapa yang dimaksud dengan AUDITOR.?
Auditor adalah seseorang atau tim profesional yang memiliki kompetensi untuk melakukan pemeriksaan terhadap laporan keuangan, sistem, atau kegiatan suatu entitas. Auditor bisa berasal dari:
Auditor harus memiliki integritas, independensi, dan kompetensi teknis agar hasil auditnya dapat dipercaya dan digunakan sebagai dasar hukum atau kebijakan.
Pengertian Audit
Audit adalah proses sistematis untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti secara objektif terkait dengan informasi atau kegiatan ekonomi suatu entitas, dengan tujuan Menilai apakah informasi tersebut sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (misalnya standar akuntansi), menilai efisiensi, efektivitas, dan kepatuhan terhadap peraturan,dan mengidentifikasi potensi penyimpangan, kecurangan, atau korupsi.
Audit adalah alat utama dalam mendeteksi dan membuktikan korupsi, yang berperan penting untuk mengidentifikasi adanya penyimpangan anggaran, mark-up, atau pengeluaran fiktif yang merugikan keuangan negara. Hasil audit sering dijadikan alat bukti dalam persidangan tindak pidana korupsi, sesuai Pasal 184 KUHAP. Pelaksanaan Audit dilakukan secara berkala untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas, sehingga memperkecil ruang korupsi.
Peran seorang auditor diharapkan dapat memberikan saran sistemik agar tata kelola keuangan lebih baik dan bebas dari celah korupsi.
Contohnya, dalam praktik di Indonesia, auditor dari BPK dan BPKP sering diminta oleh penyidik untuk menghitung kerugian negara dalam kasus korupsi. Namun, terdapat perdebatan hukum mengenai lembaga mana yang paling berwenang menetapkan kerugian negara secara sah. Audit bukan sekadar pemeriksaan angka-angka tetapi sebagai penjaga integritas keuangan negara. Tanpa auditor yang jujur dan audit yang tajam, korupsi bisa tumbuh subur di balik laporan keuangan yang tampak rapi.
Kode Etik Auditor
Kode Etik Auditor adalah seperangkat prinsip dan standar perilaku yang wajib dipatuhi oleh auditor dalam menjalankan tugas pemeriksaan. Ia bertujuan menjaga independensi, objektivitas, dan profesionalisme agar hasil audit dapat dipercaya dan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan, termasuk dalam penegakan hukum seperti kasus korupsi. Kode Etik Auditor Internal yang ditetapkan oleh The Institute of Internal Auditors (IIA) adalah standar etika profesional yang berlaku secara internasional. Kode ini berfungsi sebagai pedoman moral dan perilaku bagi auditor internal dalam menjalankan tugasnya.
Di Indonesia, auditor internal (misalnya yang tergabung dalam AAIPI – Asosiasi Auditor Internal Pemerintah Indonesia) juga mengadopsi kode etik IIA agar sejalan dengan praktik global.
Maksud dan tujuan dari Kode Etik Auditor adalah untuk menjaga kepercayaan publik terhadap profesi auditor, menjamin bahwa auditor bertindak jujur, adil, dan profesional dan mencegah konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang. Dan agar mampu menegakkan integritas dalam proses audit, melindungi independensi auditor dari tekanan eksternal, meningkatkan kualitas pemeriksaan, terutama dalam pengungkapan penyimpangan keuangan dan korupsi dan memberikan pedoman etis dalam menghadapi dilema profesional
Dalam praktiknya seorang auditor mengalami dilema dan penyakit psikis sehingga terjadi hal-hal yang mencoreng kode etik tersebut. Pelanggaran kode etik ini disebabkan oleh perilaku korup yang menjangkiti seorang auditor. Kode etik sangat relevan dalam konteks pemberantasan korupsi: Auditor yang melanggar kode etik bisa menjadi bagian dari praktik korupsi, misalnya dengan menyembunyikan temuan atau menerima gratifikasi. Sebaliknya, auditor yang memegang teguh kode etik berperan sebagai garda depan dalam mengungkap penyimpangan anggaran, pengadaan fiktif, dan manipulasi laporan keuangan. Dalam proses hukum, laporan audit yang etis dan objektif sering dijadikan alat bukti untuk menjerat pelaku korupsi.
Perilaku Auditor yang menyimpang.
Ketika seorang auditor yang seharusnya menjadi penjaga integritas keuangan negara justru terlibat dalam korupsi seperti menerima suap dan gratifikasi. Terdapat beberapa faktor psikologis yang menyebabkan seorang auditor melakukan penyimpangan yang mengakibatkan pelanggaran etik yaitu, Tekanan, Kesempatan, Rasionalisasi, Motif Pribadi dan Psikopatologis serta Pengaruh Sosial dan Budaya
Dalam beberapa kasus korupsi besar di Indonesia, auditor internal maupun eksternal terbukti ikut terlibat karena menyembunyikan temuan audit demi imbalan, memanipulasi laporan agar proyek tertentu lolos pemeriksaan dan menjadi bagian dari jaringan korupsi yang saling melindungi.
Terdapat teori dan konsep moral disengagement yaitu mekanisme psikologis yang memungkinkan auditor (atau siapa pun) melakukan korupsi seperti menerima suap dan gratifikasi, tanpa merasa bersalah secara moral. Moral disengagement adalah proses mental di mana seseorang menanggalkan atau menonaktifkan kompas moralnya untuk membenarkan tindakan yang sebenarnya bertentangan dengan nilai etika dan hukum. Konsep ini diperkenalkan oleh Albert Bandura dalam teori Social Cognitive Theory.
Dalam konteks auditor, moral disengagement memungkinkan mereka untuk membenarkan tindakan korupsi sebagai sesuatu yang “lumrah” atau “terpaksa”, menurunkan rasa bersalah dengan menyalahkan sistem, atasan, atau situasi dan mengabaikan dampak negatif dari perbuatannya terhadap negara dan masyarakat.
Perilaku menyimpang dari auditor ini wajib dicegah agar menciptakan perilaku positif dan menjadi teladan dan mampu menjadi agen melawan tindakan korupsi yang disinyalir sudah menjadi budaya akut. Pencegahan yang wajib dilakukan adalah merancang pelatihan etika yang lebih efektif, dengan fokus pada kesadaran moral dan tanggung jawab sosial, mendeteksi potensi pelanggaran lebih dini, terutama pada auditor yang menunjukkan pola rasionalisasi dan membangun budaya organisasi yang sehat, di mana integritas lebih dihargai daripada hasil jangka pendek.
Hal-hal yang wajib dilakukan oleh manajemen agar perilaku korup seorang auditor dapat dicegah bukan hanya soal pengawasan, tapi soal membangun ekosistem integritas yang kuat dari atas ke bawah. Manajemen memiliki peran sentral dalam menciptakan budaya antikorupsi dan menjadikan auditor sebagai teladan, bukan ancaman yaitu membangun Budaya Integritas yaitu Teladan dari Pimpinan: Manajemen harus menjadi role model dalam etika dan transparansi. Auditor akan meniru perilaku atasannya, penerapan Sistem Pengendalian Internal yang Kuat yaitu Integrasikan sistem pengawasan internal seperti APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) untuk mendeteksi dini potensi korupsi, rotasi dan Penugasan Audit yang Transparan, hindari penugasan auditor yang terlalu lama di satu unit kerja agar tidak terjadi kedekatan yang berisiko, diadakan Pelatihan Etika dan Psikologi Korupsi.
Auditor jika telah memahami falsafah perlawanan atas sikap-sikap koruptif dan mampu menangani sikap secara psikologis diharapkan akan menjadi role model untuk menjadi teladan dan mampu melawan tindakan koruptif yang berpotensi besar dalam dirinya.
#aksaraAbdimuda