Kurang lebih hampir 20 Tahun ibuku sudah menjadi guru di SD Negeri di daerah ku. Berawal dari ibu yang lulusan SPG dan vakum mengajar karena membesarkan anak anaknya, kemudian ditawari kembali bekerja oleh kepala sekolah menjadi guru bahasa daerah kala itu. Ibu sangat senang sekali karena beliau akhirnya bisa mengajar kembali. Ibu memulai dengan menjadi guru bahasa daerah dengan gaji yang saat itu kurang lebih 300 ribu. Ibu pun tidak masalah karena beliau sangat senang akhirnya bisa kembali menggeluti dunia pendidikan yang beliau sukai sejak dulu.
Waktu berlalu, ibu diberitahu kalau ibu harus segera kuliah lagi untuk mengambil Sarjana Pendidikan agar status nya diakui karena aturan saat itu tidak memperbolehkan hanya lulusan SPG menjadi guru. Dengan dukungan ayah beliau pun akhirnya berkuliah dan berhasil mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam. Kamipun bahagia sebagai anak bisa melihat ibu mendapat gelar sarjana bahkan di usia yang sudah tidak muda lagi. Waktu berlalu ibu pun mulai berubah menjadi guru kelas, sehingga beliau memegang semua bidang studi saat itu. Dengan gaji yang sudah naik menjadi 1 jutaan ibu tak patah arang. Beliau mencoba menawarkan les untuk anak muridnya dan bersyukur banyak murid yang berminat kala itu. Ibu senang karena bisa menambah penghasilan dan bisa memberikan ekstra tambahan pelajaran bagi murid yang memang butuh ekstra penambahan pelajaran.
Sekian tahun kemudian muncul aturan baru bahwa guru harus mengajar sesuai bidang studi dan gelarnya. Karena ibu memang lulusan Agama Islam jadi beliau hanya bisa mengajar studi Agama Islam saja. Ibu pasrah saja karena berarti les nya pun tidak bisa dilanjutkan. Mulailah program PPPK diluncurkan pemerintah, ibu sangat senang karena hampir puluhan kali beliau melakukan pemberkasan karena banyak kabar berita akan diangkatnya honorer yang sudah lama mengabdi. Tapi rumor hanyalah rumor, faktanya tidak ada sama sekali pengangkatan ASN kala itu. PPPK memberi angin segar bagi beliau, beliau bertutur bahwa kemungkinan dirinya diangkat jadi PPPK sangat besar.
Penerimaan PPPK pun dibuka, tapi yang mengejutkan bahwa penerimaannya harus melalui tes CAT sama dengan PNS. Ibu kaget, bagaimana dirinya yang sudah menginjak 50 Tahun bisa mengerjakan soal di komputer dengan baik dan benar? Bagaimana bisa mendapat nilai yang lebih baik dari kompetitornya yang usia nya seumur anaknya ? Mustahil bisa beliau bilang. Beliau hanya bisa pasrah, apalagi ketika dibuka formasi di tempat beliau tidak dibuka untuk guru agama. Melihatnya begitu sedih membuat kami pun ikut miris. Bagaimana tega melihat guru puluhan tahun mengabdi tapi wajib ikut tes dengan anak anak muda yang ilmunya lebih fresh dari beliau ?
Siang itu kami mendapat kabar dari ibu bahwa beliau akan ikut demo bersama guru guru honorer lainnya di kota kami agar formasi untuk mereka dibuka dan mereka tidak perlu ikut tes. Bahkan ibu sempat mengirim video bahwa ibu menjadi role model menjadi guru yang sepuh yang memberikan sambutan. Hati anak mana yang tidak teriris melihat ibunya yang sepuh berpeluh keringat di panas berjam jam hanya untuk mendapatkan kesempatan yang setara ? namun sampai saat ini, hanya janji manis yang diterima ibu dan guru guru lainnya. kenyataannya tetap saja.
Ibu kini sudah pasrah, dia selalu berkata " yang penting ibu ada kegiatan mengisi waktu tua. Tidak apa tidak ada uang pensiun yang penting anak anak ibu bisa jadi pintar di bawah bimbingan ibu " . Dengan tambahan uang sertifikasi tiap 3 bulan sekali dibayarnya, ibu hanya bisa bersyukur. Semoga jasa nya sebagai guru kelak dicatat sebagai amal baik di akhirat kelak.
Terima kasih Ibu. Bu Guru yang menjadi pahlawan " Tanpa " tanda jasa.