Efisiensi anggaran secara masif dilakukan oleh semua Kementerian/Lembaga. Bila targetnya adalah memangkas pos-pos anggaran yang “tidak perlu”, maka Work From Anywhere (WFA) harusnya bisa menjadi solusi jitu.
Konsep WFA itu sederhana namun berdampak besar dalam mendukung efisiensi. Mengapa tidak? Adanya efisiensi sudah memangkas banyak pos anggaran yang telah direncanakan oleh instansi sebelumnya. Mulai dari alat tulis perkantoran, perjalanan dinas, kegiatan seremonial, rapat dan seminar, kajian dan analisis, pendidikan dan latihan, honor output kegiatan, percetakan dan souvenir, jasa konsultan, lisensi aplikasi, pemeliharaan dan perawatan, infrastruktur dan belanja lainnya. Bahkan dalam sebuah pemberitaan menyebutkan ada instansi yang melakukan efisiensi dalam penggunaan listrik, AC, lift dan perangkat zoom, yang notabene adalah sarana dalam menunjang pekerjaan.
Sementara itu banyak benefit yang didapat jika WFA diberlakukan antara lain adalah efisiensi energi. Penggunaan listrik dan energi dilakukan secara efisien di kantor. Para pegawai tidak perlu bermacet-macet ria ke kantor, sehingga dapat menurunkan kadar polusi udara. Pegawai hemat bahan bakar, udara pun jadi lebih bersih.
Selain itu para pegawai dapat memaksimalkan teknologi menggunakan media daring untuk koordinasi responsif antar pegawai dan tim. Dengan WFA, Aparatur Sipil Negara (ASN) juga tidak perlu adu outfit dengan rekan-rekannya. Mereka bisa bekerja menggunakan pakaian yang nyaman untuk meningkatkan produktivitas kerja. Hal ini penting agar ASN berorientasi pada hasil kerja bukan sekedar penampilan. Namun jangan lupa, harus tetap tampil sopan ketika melakukan rapat daring.
WFA sendiri sebenarnya sudah pernah diterapkan sejak masa pandemi Covid di tahun 2020 silam. Sistem kerja jarak jauh baik itu Work From Home (WFH) atau WFA di Indonesia mengalami peningkatan menjadi sistem kerja yang umum digunakan di instansi pemerintahan ataupun swasta. Kebijakan bekerja jarak jauh dinilai berhasil oleh United Nations dalam e-Government Survey 2020 karena meningkatkan percepatan transformasi digital di Indonesia. Bahkan negara ini menempati urutan ke-88 atas pengembangan dan pelaksanaan e-government, naik 19 peringkat dibandingkan tahun 2018 yang berada di urutan 107 dan urutan 116 di tahun 2016. WFA sendiri lebih fleksibel bagi ASN daripada WFH, karena ASN dapat bekerja dari kafe, resto atau tempat lainnya agar tidak jenuh di rumah saja.
Meskipun banyak benefit yang diperoleh dari WFA tentunya Pemerintah juga harus memperhatikan beberapa hal. Pertama, tidak semua ASN dapat bekerja dengan skema WFA. ASN tersebut adalah yang tugas pokok dan fungsinya terjun langsung dengan masyarakat atau di bidang pelayanan publik sehingga harus datang ke tempat kerja. Kedua, aspek geografis. Masih ada wilayah yang tidak dapat terjangkau jaringan internet, sehingga akan menjadi kendala jika skema WFA diterapkan. Ketiga, Pemerintah perlu mengatur regulasi WFA dengan rinci, jelas dan dapat diberlakukan secara nasional. Selama ini kerap terjadi perbedaan dalam membijaki WFA. Jika hanya beberapa instansi yang melakukan WFA, tentu hasil efisiensi tidak akan dirasakan secara menyeluruh.
Agar WFA di Kementerian/Lembaga berjalan lancar, maka tiap instansi perlu menyusun prosedur, peraturan dan target yang perlu dicapai pegawai. Tetapkan jam kerja, berapa kali WFA dalam seminggu, media apa yang digunakan, juga sistematika pengumpulan tugas. Tentunya hal tersebut harus ditaati oleh seluruh pegawai. Pemantauan serta evaluasi tetap dilaksanakan secara berkala untuk melihat sejauh mana penerapan WFA dapat meningkatkan efektivitas dan produktivitas pegawai.
Semoga sistem kerja WFA bisa kembali diimplementasikan untuk seluruh instansi tanpa terkecuali. ASN mutlak beradaptasi di segala kondisi. Efisiensi menjadi peluang ASN untuk bertransformasi.