Suatu hal yang jarang kita lihat bahwa seseorang yang telah menjadi Aparatur Sipil Negara - ASN dikemudian hari memutuskan untuk keluar dari pekerjaan tersebut. Ya, itulah yang kita tahu saat ini dan salah satu alasan dominan seseorang memilih menggeser karirnya untuk menjadi ASN adalah untuk mencari hal yang berkaitan dengan kenyamanan, kententraman, dan waktu yang seimbang antara kerja dan kehidupan sehingga ini alasan dahulu ASN menjadi primadona dan enggan untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Tetapi ada kemungkinan kedepannya tren ASN yang merupakan pekerjaan dengan turnover pegawai rendah bisa terpatahkan. Akhir-akhir ini kita melihat beberapa media berita nasional memberitakan tentang ribuan CPNS tahun 2022 yang mundur, jumlah pendaftar CPNS menurun terutama untuk generasi Z dan Milenial dibandingkan tahun sebelumnya, dan sejenisnya. Memang, berita ini bukan tentang resignnya seorang dari ASN, tetapi ini bisa menjadi early warning bagi pemerintah bahwa generasi sekarang ini (terutama generasi Z dan Milenial) mempunyai kecenderungan kritis terkait detail karir, mulai dari gaji, jenjang karir, budaya kerja, kondisi lingkungan kerja, dan sebagainya. Berdasarkan Statistik Aparatur Sipil Negara yang dikeluarkan oleh Badan Kepegawaian Negara untuk tahun 2022 dan 2023, hampir semua generasi mengalami penurunan jumlah dalam komposisi jumlah ASN berdasarkan generasi, kecuali untuk generasi Z yang mengalami kenaikan dimana pada tahun 2022 komposisinya berjumlah 211.933 ASN dan pada tahun 2023 mengalami peningkatan menjadi 232.509 ASN. Oleh karena itu sudah saatnya pemerintah memikirkan strategi guna retensi talenta generasi Z dan Milenial ini selayaknya seperti perusahaan-perusahaan swasta lain yang mulai berfokus pada permasalahan untuk mengakomodir talenta generasi Z dan Milenial.
Retensi Talenta pada Sektor Pemerintah
Jika melihat berdasarkan Permenpan-RB Nomor 3 Tahun 2022 tentang Manajemen Talenta ASN bahwa salah satu unsur penyelenggaraan manajemen talenta ASN adalah retensi talenta. Secara umum retensi talenta merupakan cara organisasi guna mempertahankan posisi talenta yang ada. Setelah mendapatkan talenta-talenta yang dibutuhkan, tugas instansi selanjutnya adalah menjaga agar talenta yang ada ini tidak pergi meninggalkan instansi tempat dia bekerja. Tertulis pada peraturan tersebut bahwa Retensi talenta dilaksanakan melalui rencana suksesi, rotasi jabatan, pengayaan jabatan (job enrichment), perluasan jabatan (job enlargement), dan penghargaan. Inilah batu pijakan awal pemerintah mulai menggalakan manajemen talenta ASN dalam usahanya menyiapakan talenta-talenta terbaik untuk mencapai tujuan strategis pembangunan.
Halang Rintang Mempertahankan Talenta
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan retensi talenta yang dihadapi instansi pemerintah. Pertama, kendala pengembangan program retensi talenta kreatif dan bukan formalitas. Permasalahan yang terkadang dihadapi pada instansi pemerintah terkait pelaksanaan suatu program adalah hanya sekedar “template” berdasarkan apa yang tertulis di peraturannya dan terkadang belum tahu gambaran untuk pengembangan yang lebih kreatifnya. Hal ini berlaku juga pada pelaksanaan retensi talenta yang tertuang pada Permenpan-RB Nomor 3 Tahun 2022 yang kemungkinan hanya akan diterapkan sesuai apa yang tertulis di peraturan tersebut. Permasalahan ini terjadi karena berbagai faktor seperti memang munculnya konsep manajamen talenta pada ASN ini masih baru dibandingkan yang terjadi pada perusahaan swasta yang sudah dulu menyadari dan menerapkannya. Selanjutnya karena munculnya manajemen talenta ASN ini masih baru, sehingga instansi pemerintah belum memiliki referensi yang cukup untuk melakukan pengembangan layaknya yang terjadi pada perusahaan swasta. Dan berikutnya adalah masalah referensi yang sebenarnya sudah ada, hanya saja referensi yang ada berdasarkan apa yang telah dilaksanakan pada perusahaan swasta yang mana kita ketahui bahwa proses bisnis yang terjadi pada perusahaan swasta dengan organisasi pemerintah sangat berbeda sehingga jika ingin menerapkannya pun harus melakukan berbagai penyesuaian. Tetapi tidak semua instansi mengalami permasalahan ini, sebagai contoh adalah Kementerian Keuangan melalui BPPK Kemenkeu yang penerapan manajemen talentanya termasuk dikembangkan dengan baik sehingga bisa membuat tertarik generasi Z dan Milenial yang haus akan tantangan dan hal baru.
Kedua adalah remunerasi. Tak dapat dipungkiri dimensi material termasuk hal yang mempengaruhi preferensi seseorang untuk berpindah dari suatu pekerjaan. Riset yang dilakukan salah satu perusahaan bisnis rekrutmen, Michael Page, memperlihatkan bahwa faktor remunerasi menjadi alasan seseorang mengundurkan diri. Sebagaimana kita ketahui bahwa permasalahan remunerasi ASN menjadi sesuatu yang polemik yang ramai dibicarakan. Bagaimana tidak, perbedaan pendapatan antara satu instansi dengan instansi lainnya mempunyai gap yang sangat tinggi sehingga memunculkan istilah “Instansi Sultan” dan “Instansi Jelata”. Serta bagi generasi Z dan Milenial yang memiliki daya pikir yang lebih kritis sehingga masalah remunerasi juga akan menjadi pertimbangan mereka dalam berkarir sebagai ASN.
Memiliki sistem manajemen talenta yang baik tetapi dengan sistem remunerasi yang belum memadai ibarat rumah megah tanpa perabot. Hal seperti ini hanya akan menimbulkan eksploitasi berkedok manajemen talenta karena pegawai diharuskan mengerahkan tenaga dalam mengikuti program retensi talenta, tapi satu sisi remunerasi yang ada kurang memuaskan. Maka dari itu, sudah menjadi kewajiban pemerintah sebagai pihak yang menyediakan pekerjaan untuk lebih mempedulikan hal ini, dengan membuat sistem remunerasi yang tidak diskriminatif, layak, mempertimbangkan biaya kebutuhan yang berubah-ubah, dan sebagainya. Tidak dipungkiri jika pemerintah tidak segera berbenah, maka kedepannya tren ASN pekejraan dengan tingkat turnover pegawai rendah bisa terpatahkan terutama bagi instansi-instansi yang tergolong “Jelata” yang tidak bisa mempertahankan talenta-talenta kompetennya hanya karena terkendala masalah remunerasi.
Ketiga adalah upaya pemerintah dalam menghimpun data terkait talent trend. Pengumpulan data talent trend adalah hal yang penting tetapi pemerintah masih belum ada gerakan untuk melakukan usaha ini. Padahal dengan pengumpulan data seperti ini instansi bisa mendapatkan informasi tentang behavior tiap generasi beserta preferensi mereka terkait karir sehingga instansi bisa melakukan pengelolaan talenta yang lebih optimal, tepat, efektif, dan efisien. Dalam melakukan hal ini bisa dilakukan secara nasional dengan melibatkan instansi-instansi yang bergerak dibidang kebijakan kepegawaian serta statistik data. Walaupun sebenarnya beberapa instansi pemerintah dalam membuat keputusan terkait manajemen talenta menggunakan data talent trend, tetapi data yang diambil adalah data sekunder dari pihak lain yang mana data itu kebanyakan tentang data perusahaan swasta. Alangkah baiknya jika pengumpulan data talent trend ini dilakukan oleh instansi pemerintah sendiri sehingga bisa mendapatkan data yang berfokus pada karir sebagai ASN.
Penutup Usaha Retensi Talenta
Selain terkait tiga hal diatas masih banyak hal-hal yang mempengaruhi proses retensi talenta yang perlu dibahas. Mempertahankan talenta terbaik guna mengisi posisi jabatan yang penting membutuhkan berbagai usaha, tidak hanya usaha terkait manajerial tetapi juga terkait hal material. Generasi Z dan Milenial adalah generasi yang memang dipersiapkan oleh kehidupan untuk melawan tantangan di era modern saat ini, pada setiap tantangan zaman maka kehidupan akan memunculkan generasi baru untuk menanggulanginya sehingga menjadi kewajiban dimana pemerintah harus memperhatikan demografi generasi pada ASN mengingat setiap generasi mempunyai tantangan berbeda sehingga mempengaruhi preferensi dan pola pikir mereka. Jika melihat pada zaman sekarang maka dua generasi itulah yang dibutuhkan saat ini dan harus dipertahankan karena logikanya pasti kita akan memilih memakai smartphone untuk era sekarang ini daripada menggunakan merpati pos.