Resiliensi Sejarah dalam Jiwa Pemimpin

Gambar sampul Resiliensi Sejarah dalam Jiwa Pemimpin

Kepemimpinan adalah jiwa dari ksatria yang akan bertarung di medan laga. Tanpa kepemimpinan, pasukan akan turun dan mengayunkan pedang samurai tak terkendali sebab tiada arah tujuan untuk mendapat dan menjadi apa setelah mengalahkan lawan. Dengan jiwa, raga dapat bergerak. Tanpa raga, jiwa takkan punya fungsi.

Tujuh abad silam, yaitu pada abad ke-14 telah terkukuh kuat "Pancasila" dalam Kitab Negarakertagama karangan Mpu Prapanca. Kitab yang menghantarkan dan menyertai kemajuan emas di Kerajaan Majapahit di bawah kepemimpinan Raja Hayam Wuruk. Berjalan bersamaan "Bhinneka Tunggal Ika" yang tercetus dalam Kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular. Bangsa Indonesia akan mengulang dan mencapai masa kejayaan layaknya zaman Indonesia tempo dulu.

Pemimpin masa depan adalah pemimpin yang belajar dari masa lalu, mengamalkan kebajikan dari para tokoh yang tegak memperjuangkan hak-hak terampas. Takkan maju dengan kemenangan individu, melainkan menang bersama dengan rakyat sesuai dengan teks proklamasi yang mengatasnamakan bangsa Indonesia. Perubahan sila pertama Piagam Jakarta menjadi sila pertama Pancasila yang mengedepankan persatuan melalui musyawarah.

Sejarah juga mencatat bahwa satu rumah dapat menciptakan banyak arah. Selayaknya rumah singgah milik HOS Cokroaminoto yang menciptakan banyak ideologi dari tokoh pergerakan di Indonesia. Sukarno, Kartosoewirjo, Semaoen, Musso, dan Alimin adalah para penghuni rumah singgah HOS Cokroamino. Meja diskusi dan kopi adalah saksi bisu para tokoh besar berdialog. Sungguh istimewa sekali ruang diskusi yang rutin mereka pakai berdialog bisa menciptakan tokoh unggulan di negeri ini.

Tak luput dari catatan, momen sakral terciptanya alat pemersatu nasionalisme melalui teks yang ditulis oleh Muhammad Yamin di Kongres Pemuda II.
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah air Indonesia.

Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia. Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia. Sungguh, kaum pelajar kaum pembangun fondasi kemerdekaan bangsa. Diiringi elemen masyarakat secara keseluruhan, bangsa Indonesia tambah kuat berdiri di atas tanah merdeka, Indonesia.

Pemimpin muda penerus pergerakan bangsa kelak seharusnya harus mengingat bagaimana pendahulunya berjuang, bagaimana the founding fathers merumuskan bentuk negara. Mempertahankan kemerdekaan tak ayalnya meraih kemerdekaan, perlu banyak cita dan kolaborasi. Tidak hanya melewati satu jalan tapi banyak cara namun mengerucutkan satu cita. Pemimpin masa depan eloknya terus berjuang dengan berpedoman Pancasila dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur perjuangan bangsa dalam meraih suksesnya

kemerdekaan. Berjuang tanpa henti, melangkah dengan sejarah perjuangan, dan mengutamakan nilai-nilai Ketuhanan dalam menjalankannya.

Marilah mengingat kembali perjuangan bangsa Indonesia dengan membaca dengan lantang teks Proklamasi Indonesia:

Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.

Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta.

Bagikan :