Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan: Dari Kelam ke Terang

Gambar sampul Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan: Dari Kelam ke Terang

Ada sebuah ungkapan Jawa yang terkenal: jer basuki mawa bea. Artinya, setiap keberhasilan menuntut biaya atau pengorbanan. Ungkapan ini seakan menjadi cermin perjalanan bangsa Indonesia dalam menjaga agar Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap tegak berdiri. Negara tidak bisa hidup tanpa biaya. Dan biaya itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Siapakah yang menjadi tulang punggung pengelola APBN? Jawabannya adalah Kementerian Keuangan. Di pundak kementerian inilah tersandar harapan sekaligus kritik. Dengan jumlah pegawai mencapai sekitar 85 ribu orang yang tersebar di seluruh penjuru Nusantara, Kementerian Keuangan bukan hanya sekadar institusi teknokratis. Ia adalah denyut nadi keuangan negara, penjaga aliran darah ekonomi bangsa.

Namun, perjalanan menuju citra mulia itu tidak serta-merta mulus. Ada masa kelam yang pernah menyelimutinya.

 

Masa Kelam: "Kalau Bisa Dipersulit, Kenapa Dipermudah?"

Di masa lalu, ketika masih bernama Departemen Keuangan, kantor-kantor pelayanan publik kerap mendapat stigma sebagai "tempat basah." Sebutan itu bukan tanpa alasan. Bagi sebagian orang, berurusan di sana identik dengan praktik pungutan liar (pungli), negosiasi di bawah meja, hingga pelayanan transaksional.

Budaya "uang pelicin" sudah seolah membudaya. Masyarakat bahkan terbiasa dengan pepatah sinis: kalau bisa dipersulit, kenapa dipermudah? Kalau bisa bayar, kenapa harus gratis?

Fenomena ini bukan hanya monopoli Departemen Keuangan, melainkan wajah birokrasi Indonesia kala itu. Namun karena tugas Departemen Keuangan sangat vital—menghimpun pajak, mengelola kas negara, mencairkan anggaran—citra buruk ini terasa lebih tajam.

Orang-orang lebih mengingat wajah “pelayanan yang mahal” dibanding peran heroik menjaga APBN. Tidak heran jika Departemen Keuangan saat itu dianggap sebagai salah satu lembaga yang paling sarat masalah.

 

Titik Balik: Reformasi Birokrasi 2007

Situasi mulai berubah drastis pada pertengahan tahun 2007. Di bawah kepemimpinan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dilakukan gebrakan besar: Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan.

Langkah ini bukan sekadar program kosmetik. Bukan pula sekadar slogan. Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan adalah upaya menyeluruh untuk merombak cara kerja, perilaku, bahkan cara berpikir pegawainya.

Sri Mulyani percaya, satu-satunya cara mencegah korupsi bukan hanya dengan memperbanyak aturan atau memperkuat pengawasan. Cara yang paling ampuh adalah mengubah perilaku orang-orangnya. Dan perubahan perilaku hanya bisa terjadi jika mindset diubah.

Karena itu, reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan dimulai dengan mengosongkan isi kepala lama, lalu menggantinya dengan isi baru: nilai-nilai integritas, budaya pelayanan, dan standar kerja yang tinggi.

 

Langkah Nyata Reformasi

Apa saja langkah konkret yang dilakukan?

  1. Redesain Kantor Pelayanan
    Layout kantor dirombak agar meminimalkan kontak langsung antara petugas dan masyarakat. Sistem loket dibuat transparan, sehingga peluang interaksi transaksional bisa ditekan.
  2. Penyederhanaan SOP
    Standar Operasional Prosedur dipangkas habis. Dari yang berbelit-belit menjadi singkat, sederhana, dan jelas. Transparansi informasi juga diperkuat. Semua stakeholder tahu prosedurnya, sehingga tidak ada ruang abu-abu untuk dimainkan.
  3. Penanaman Nilai-Nilai Kementerian Keuangan
    Jauh sebelum ASN seluruh Indonesia punya core values seperti BerAKHLAK, Kementerian Keuangan sudah lebih dulu menanamkan nilai-nilainya:
    • Integritas
    • Profesionalisme
    • Sinergi
    • Pelayanan
    • Kesempurnaan

Nilai-nilai ini ditanamkan secara masif, menjadi roh dalam setiap kebijakan dan layanan.

  1. Kamus Kompetensi Kementerian Keuangan
    Bahkan sebelum ada aturan nasional tentang kompetensi ASN (PermenPAN-RB Nomor 38/2017), Kementerian Keuangan sudah lebih dulu meluncurkan Kamus Kompetensi. Tujuannya jelas: membangun standar kerja yang tinggi, budaya organisasi yang sehat, dan perilaku profesional pegawai.
  2. Gerakan Penyuluh Antikorupsi
    limaratusan pegawai dari lebih dari seribuan pegawai Kementerian Keuangan yang mengikuti pelatihan penyuluh, telah menjadi penyuluh antikorupsi bersertifikat. Bekerja sama dengan BNSP dan KPK, mereka mendapat sertifikasi sebagai agen perubahan. Dengan cara ini, semangat antikorupsi tidak hanya berhenti di kantor, tapi juga menyebar ke masyarakat.

 

Hasil yang Terlihat

Perubahan ini bukan isapan jempol. Dampaknya terasa nyata.

  • Pelayanan publik berubah 180 derajat. Stakeholder cukup datang ke loket. Tidak ada lagi jalur belakang atau "orang dalam."
  • Praktik pungli turun drastis. Meskipun masih ada “riak” atau bahkan “gelombang” oknum yang bandel, namun secara umum kultur transaksional lama berhasil dipangkas.
  • Citra Kementerian Keuangan membaik. Masyarakat mulai melihat bahwa birokrasi bisa bersih, bisa melayani dengan integritas.
  • Pegawai lebih profesional. Dengan sistem kompetensi, standar kerja, dan nilai yang ditanamkan, pegawai Kemenkeu lebih siap menghadapi tantangan zaman.

Tidak berlebihan jika reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan disebut sebagai salah satu yang paling berhasil di jajaran kementerian/lembaga Indonesia.

 

Bekerja dari Kepala

Ada pepatah, ikan busuk mulai dari kepala. Maka, jika ingin memperbaiki, mulailah dari kepala.

Kementerian Keuangan paham betul prinsip ini. Reformasi tidak hanya menyasar pegawai level bawah, tetapi juga dimulai dari pimpinan. Kepala kantor, direktur, hingga jajaran eselon atas semua harus berubah lebih dulu.

Namun, "kepala" di sini juga bermakna lain: isi kepala. Isi pikiran para pegawai. Dengan mindset lama yang penuh ruang kompromi terhadap pungli, perubahan mustahil terjadi. Karena itu isi kepala harus dikosongkan, lalu diisi ulang dengan nilai-nilai integritas dan budaya pelayanan.

 

Menjaga Momentum

Meski reformasi telah berjalan lebih dari 15 tahun, tantangannya tetap besar. Godaan penyalahgunaan wewenang, teknologi yang terus berkembang, hingga kebutuhan pelayanan publik yang semakin kompleks membuat Kementerian Keuangan tidak boleh lengah.

Reformasi birokrasi bukanlah proyek sekali jadi. Ia adalah proses panjang yang harus terus dipelihara.

Di sinilah pentingnya regenerasi pegawai, pendidikan berkelanjutan, serta terus menegakkan reward and punishment.

 

Data dan Fakta yang Menguatkan

Beberapa data penting untuk melihat skala reformasi di Kemenkeu:

  • Jumlah Pegawai: sekitar 85.000 orang (data 2023), tersebar di seluruh Indonesia.
  • Lembaga Internal: terdiri dari 11 unit eselon I, mulai dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), hingga Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).
  • Reformasi Pelayanan: sejak 2007, seluruh kantor pelayanan keuangan negara menerapkan sistem loket transparan.
  • Penyuluh Antikorupsi: lebih lima ratus pegawai telah mendapatkan sertifikasi resmi dari BNSP dan KPK.

 

Refleksi: Dari Kelam ke Terang

Mengingat kembali masa kelam birokrasi di Departemen Keuangan membuat kita sadar betapa jauhnya langkah yang telah ditempuh. Dulu, orang berurusan ke kantor pajak atau kantor perbendaharaan dengan hati waswas. Kini, mereka bisa datang dengan tenang, karena pelayanan lebih transparan dan profesional.

Apakah semua masalah hilang? Tentu tidak. Masih ada kasus oknum, masih ada kritik, masih ada celah perbaikan. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa reformasi birokrasi telah mengubah wajah Kementerian Keuangan secara fundamental.

 

Harapan ke Depan

Reformasi birokrasi dan pencegahan korupsi di Kementerian Keuangan bukan hanya untuk menjaga citra lembaga. Lebih dari itu, ini adalah tanggung jawab sejarah.

Jika APBN adalah tulang punggung negara, maka kepercayaan masyarakat adalah jantungnya. Tanpa kepercayaan, pajak tidak akan dibayar dengan sukarela, pelayanan publik tidak akan berjalan lancar, dan negara bisa rapuh.

Harapan ke depan adalah agar nilai-nilai integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan tetap dijaga. Agar ribuan pegawai Kementerian Keuangan terus menjadi garda depan pencegahan korupsi. Dan agar semangat reformasi tidak berhenti pada satu generasi, melainkan diwariskan pada generasi berikutnya.

 

Penutup: Menjaga Api Perubahan

Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan adalah kisah tentang keberanian untuk berubah. Dari birokrasi yang dicap basah menjadi birokrasi yang transparan. Dari stigma penuh pungli menjadi simbol integritas.

Kisah ini juga menjadi bukti bahwa perubahan itu mungkin. Bahwa lembaga sebesar dan serumit Kementerian Keuangan bisa bertransformasi jika ada kepemimpinan kuat, nilai yang jelas, dan komitmen kolektif.

Pada akhirnya, perjuangan ini bukan hanya tentang membersihkan birokrasi. Tetapi tentang menjaga agar NKRI tetap tegak berdiri. Karena di balik setiap rupiah pajak yang dihimpun, di balik setiap belanja negara yang disalurkan, tersimpan harapan rakyat Indonesia.

Dan selama api reformasi itu dijaga, masa depan negeri ini akan tetap terang.

#aksaraAbdimuda

Bagikan :