Istilah "macet" dalam konteks ini tidak merujuk pada pemberhentian karier secara permanen, melainkan sebuah kondisi deselerasi ritme progresivitas bagi pejabat fungsional. Fenomena ini muncul ketika kelulusan Uji Kompetensi (Ukom) tidak diikuti dengan penyesuaian kedudukan sebagaimana mandat KMA 1150 Tahun 2025. Karier tetap bergerak, namun mengalami fluktuasi kecepatan yang bersifat sporadis dan tersendat bagi Pejabat Fungsional yang telah lulus Uji Kompetensi namun kedudukannya tidak sesuai dengan KMA Nomor 1150 Tahun 2025..
Lahirnya KMA Nomor 1150 Tahun 2025 merupakan upaya strategis Kementerian Agama untuk melakukan sinkronisasi antara distribusi jabatan fungsional dengan kebutuhan riil organisasi. Terlepas dari berbagai perspektif subjektif, regulasi ini telah menjadi fondasi legal-formal yang mengikat dalam manajemen pengembangan karier di seluruh unit kerja Kementerian Agama
Idealnya, kelulusan Uji Kompetensi Kenaikan Jenjang Jabatan menjadi momentum apresiasi bagi pejabat fungsional apabila selaras dengan ketersediaan flowongan kebutuhan sesuai standar KMA 1150/2025. Namun, bagi mereka yang lulus di tengah keterbatasan kuota atau ketidaksesuaian posisi, regulasi ini sering kali dipersepsikan sebagai penghambat (bottleneck) yang menghalangi akselerasi pangkat dan jabatan mereka.
Fakta empiris menunjukkan adanya resistensi administratif saat pejabat fungsional yang telah lulus Ukom mencoba melakukan mutasi ke Unit Kerja yang memiliki lowongan ekbutihan, sering kali terjadi penolakan karena adanya kecenderungan "proteksionisme" dari unit kerja penerima yang memprioritaskan pegawai internal, sehingga menciptakan eksklusivitas yang merugikan prinsip meritokrasi.
Kita perlu merevitalisasi kesadaran bahwa seluruh unit organisasi atau unit kerja adalah bagian integral dari entitas induk, yaitu Kementerian Agama. Secara normatif, setiap pejabat fungsional yang telah dinyatakan kompeten melalui Uji Kompetensi seharusnya memiliki hak yang sama dan akses yang setara untuk mengisi lowongan kebutuhan yang tersedia di seluruh Unit Kerja Kementerian Agama tanpa diskriminasi.
Selama ini, solusi atas ketiadaan lowongan kebutuhani di unit kerja asal adalah bagi pejabat fungsional yang telah lulus Uji Kompetensi adalah mengajukan usul mutasi terlebih dahlu ke Unit Kerja yang ada kebutuhan lowongan secara mandiri namun kadang solusi ini mengalami kegagaglan karena tidak mendapatkan persetujuan dari Pimpinan Unit Kerja Penerima Mutasi. Hal ini tidak hanya menghambat karier, tetapi juga memberikan dampak psikologis yang signifikan bagi pegawai.pejabat fungsional yang telah lulus uji kompeteensi tersebut.
Guna memitigasi hambatan tersebut, perlu dikaji memungkinkan bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau Pejabat yang Berwenang (Pyb) untuk melakukan penetapan Kenaikan Jenjang dan penempatan secara langsung (direct placement) pada unit kerja yang memiliki lowongan?. Langkah ini dapat didasarkan pada alasan "Kebutuhan Organisasi" sebagaimana diatur dalam KSJ Nomor 77 Tahun 2025, sehingga peningkatan karier menjadi tanggung jawab sistem, bukan beban individu pegawai.
Sebagai alternatif solusi, penulis menyarankan agar pada saat pendaftaran Uji Kompetensi, setiap pejabat fungsional diberikan hak untuk memilih formasi atau kebutuhan lwowongan yang tersedia secara lintas unit kerja . Dengan demikian, kelulusan Ukom akan otomatis diikuti dengan penempatan pada unit kerja yang dipilih, sehingga proses peningkatan karier berjalan lebih terintegrasi, transparan, akuntabel dan tidak terjadi deselerasi peningkatan karir pejabat fungsional.