Apa itu tren #KaburAjadulu aja dulu? Tren ini viral di media sosial mengajak orang untuk pergi ke luar negeri dengan tagar #KaburAjaDulu. Tren #KaburAjaDulu dipahami sebagai ekspresi kekecewaan dan usaha masyarakat, khususnya generasi muda, untuk meraih kehidupan yang lebih baik dengan mencari peluang di negara lain. Tren #KaburAjaDulu dianggap sebagai bentuk keinginan masyarakat untuk meninggalkan Indonesia demi bekerja atau melanjutkan studi di luar negeri.
Tren ini tidak hanya berlaku dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Bahkan dalam dunia kerja informal sekalipun tren ini tetap ada. Kenyamanan dan kepuasan di tempat kerja menjadi indikator lamanya seseorang akan bekerja di situ. Saya pernah mendapatkan cerita dari teman, dimana salah satu ART nya tiba-tiba meminta ijin untuk pulang kampung dengan alasan keluarga. Tidak sampai dua minggu kemudian teman saya bertemu si ART di rumah koleganya dan telah bekerja sebagai ART baru. Selidik punya selidik ternyata ketidakpuasan terhadap take home pay yang diperolehnya tidak sesuai dengan tupoksi dan besarnya tanggung jawab sehingga mencari kesempatan di luar yang menjanjikan penghasilan lebih besar.
Ide #KaburAjaDulu ini pernah juga tercetus di kepala saya sekitar 18 tahun yang lalu. Saat itu saya baru beberapa tahun menjadi abdi negara. Tentu saja dengan segala kreatifitas, idealis dan semangat bekerja tinggi yang masih saya miliki, saya mengalami yang namanya kekecewaan terhadap minimnya fasilitas pendukung pekerjaan dan tuntutan tanggung jawab yang lebih besar dari seharusnya. Saat itu saya tidak mengharapkan apresiasi atau penghargaan khusus hasil kinerja saya, tetapi setidaknya jangan menambahkan beban yang harus saya tanggung.
Apalagi sebelum saya menjadi ASN, saya pernah merasakan bekerja dalam sistem International Non Goverment Organization (INGO) yang memberikan semua fasilitas dan kemudahan bekerja. Sedangkan dalam instansi pemerintahan yang saya masuki, saya menenukan fasilitas seadanya bahkan tidak menutup kemungkinan menggunakan fasilitas sendiri untuk kelancaran pekerjaan.
Saat itu saya berada di unit organisasi yang kurang seksi dalam arti bahwa jumlah anggaran yang ada pada unit organisasi tempat saya berada tidak berjumlah fantastis. Tentu saja dengan jumlah pagu anggaran yang tidak besar, pimpinan organisasi akan menitikberatkan pada pelaksanaan program unggulan dan program wajib dari unit organisasi kami. Dan salah satu imbasnya adalah kurangnya terpenuhi peralatan dan dukungan operasional kerja bagi pegawainya, ditambah lagi pekerjaan kami lebih banyak menghabiskan waktu di lapangan daripada didalam ruangan.
Bagi saya perlunya memahami bahwa bekerja dalam ranah pemerintahan memang membutuhkan pengorban pribadi. Bahkan guru-guru saya yang berasal dari babyboomer dalam dunia pekerjaan selalu mengajarkan tentang pengorbanan. Saya tetap berhasrat untuk bekerja sesuai dengan take home pay yang saya terima. Saya berencana untuk #KaburAjaDulu melalui program tugas belajar bagi ASN yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Ide #KaburAjaDulu akan terjadi dengan adanya efisiensi anggaran yang berlaku saat ini. Bahkan ada beberapa pekerjaan yang seharusnya menjadi prioritas namun menjadi pendukung, salah satunya adalah urusan sosial. Sejatinya urusan sosial merupakan urusan wajib pemerintah sebagai bukti bahwa pemerintah hadir di tengah masyarakat menghadapi kesulitaan. Masalah semakin pelik, saat penanganan masalah sosial, pihak pemegang wewenang keuangan akan memberikan alasan efisiensi anggaran sebagai tameng mereka jika ada permintaan anggaran untuk pemenuhan standar pelayanan minimal urusan sosial.
Beberapa anjab yang harus diurus bidang sosial antara lain kebencanaan dan ketelantaran. Ibarat urusan kesehatan, kedua anjab ini merupakan titik poin penanganan masalah sosial dalam masyarakat. Kebutuhannya tidak dapat ditunda dan diminimalisirkan, dan tidak dapat dipotong setengahnya. Kebutuhan kebencanaan dan ketelantaran bukan sekedar biaya listrik pada ruangan yang tidak digunakan, atau biaya pemeliharaan kendaraan pejabat yang harus dipotong setengahnya.
Namun kesulitannya muncul saat petugas yang bekerja di level bawah dan berhadapan langsung dengan penerima layanan pemerintah tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar layanan yang harus diberikan. Tentu saja petugas di lapangan akan merasa tertekan dengan situasi, apalagi jika ditambah dengan beban dan tanggung jawab dari atasan yang lebih tinggi untuk mencari corong pemerintah.
Dengan segala pekerjaan pemerintah yang berada pada level bawah, sudah sewajarnya bahwa ide #KaburAjaDulu akan lebih menarik sebagai dampak efisiensi anggaran yang mulai diberlakukan. Padahal kenikmatan anggaran selama ini hanya diberikan kepada level atas, dari pendingin udara yang super dingin, kendaraan operasional, bahkan kenikmatan lainnya. Sedangkan orang-orang yang bekerja dibawah matahari langsung, mereka hanya perlu peralatan dan dukungan dari unit organisasinya sehingga semangat kerja yang dimiliki tidak akan menurun. Jika sedari dulu efisiensi telah diberlakukan, tidak adanya kegiatan di hotel mewah, tidak adanya perjalanan dinas sampai sekeluarga besar, mungkin saja cukup dinikmati sampai level bawah. Orang bawah akan sempat menikmati uang BBM motornya sedikit terbantu, atau bahkan bisa menambah biaya pulsanya saat menghubungi penerima layanan memakai gawai pribadinya.
Jadi, untuk para generasi X yang masih berada dalam ranah pemerintah, apakah perlu #KaburAjaDulu melihat situasi sekarang?atau nikmati saja sambil menunggu masa pensiun beberapa tahun lagi? (rr)
#NulisSembariDinas
#EfisiensiDanAdaptasi