Peran AI dalam Kemajuan Sensus Bali

Gambar sampul Peran AI dalam Kemajuan Sensus Bali

BPS Provinsi Bali menyodorkan dua angka yang harus membuat seluruh pemangku kepentingan terjaga: pada April 2025 jumlah kunjungan wisatawan mancanegara yang datang langsung ke Bali mencapai 591.221 kunjungan, dan angka ini masih naik ke 602.213 pada Mei 2025  sinyal betapa besar dan fluktuatifnya ketergantungan ekonomi provinsi terhadap pariwisata. Pada saat yang sama, tabel statistik BPS Provinsi menegaskan keberadaan puluhan ribu unit usaha mikro dan kecil terutama di sektor pengolahan dan UMKM, yang menjadi tulang punggung menyerap tenaga kerja lokal namun sering luput dari catatan formal. Fakta-fakta ini bukan sekadar angka: mereka menjelaskan mengapa Sensus Ekonomi 2026 bukan kegiatan teknis biasa, melainkan urgen untuk menutup celah informasi yang selama ini menjerat perencanaan daerah.

Masalah utama yang muncul dari data BPS Bali itu sangat sederhana namun menyakitkan: sebagian besar aktivitas ekonomi pulau tercermin melalui arus wisata yang volatil, sementara basis unit usaha nyata pedagang kecil, home industry, penyedia jasa informal, dan usaha digital yang belum terdaftar  tetap tersembunyi. Tanpa frame unit usaha yang lengkap, segala upaya reformasi RPJMD, redistribusi anggaran APBD, atau bantuan pemulihan ekonomi akan bekerja dengan kompas yang rusak: kebijakan jadi reaktif terhadap gelombang turis, bukan proaktif terhadap struktur ekonomi masyarakat. Sensus Ekonomi 2026 adalah kesempatan untuk memperbaiki kompas itu; tetapi peluangnya berhadapan langsung dengan hambatan tata kelola data, kapasitas teknis, dan kekhawatiran privasi publik.

Dalam wacana yang kian populer, kecerdasan buatan (AI) kerap diposisikan sebagai jawaban instan: pengolahan data besar, penautan catatan antara OSS/perizinan/pajak, penambangan iklan dan marketplace untuk menemukan unit usaha tersembunyi, serta chatbot yang memudahkan pengisian kuesioner. Secara teknis, pendekatan seperti record linkage probabilistik, natural language processing, dan model small-area estimation memang menawarkan cara baru untuk mengurangi kesalahan penghitungan dan menutup celah coverage. Namun lembaga internasional yang berkutat di ranah statistik resmi  UNSD, UNECE, World Bank dan Paris21  mengingatkan satu hal krusial: AI hanya sebaik data yang dimasukkan kepadanya. Jika data tidak “AI-ready”  machine-readable, bermetadata jelas, dan interoperabel antar-institusi  maka AI bukan memperbaiki, melainkan mempercepat kesalahan. Kecenderungan redistribusi data oleh pihak ketiga melalui aplikasi AI juga menambah risiko: angka yang beredar di publik bisa menyimpang dari versi resmi bila metadata tidak dipublikasikan dengan benar.

Konteks hukum Indonesia menggarisbawahi batas dan kewajiban: Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 menempatkan kegiatan sensus dan statistik sebagai kewajiban publik untuk menyediakan data lengkap dan mutakhir; Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia menetapkan tata kelola, interoperabilitas, dan peran BPS sebagai lembaga pembina data; sementara Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi mengatur hak subjek data dan mewajibkan pengendalian legal atas pemrosesan data. Realitas di lapangan adalah kombinasi: ada payung hukum kuat, tetapi implementasi teknis format data, standardisasi, dan sharing antar-OPD masih terfragmentasi. Konsekuensinya: tanpa kepastian legal-operasional yang diberlakukan di tingkat provinsi dan kabupaten, inisiatif berbasis AI berisiko melanggar privasi atau sekadar menghasilkan “angka AI” yang tidak bisa dipertanggungjawabkan secara statistik.

Perbandingan ringkas dengan daerah lain dan negara tetangga memberi pelajaran praktis. Di dalam negeri, BPS DIY secara aktif mempersiapkan wilayah kerja dan sinergi tim SE2026 dengan pemerintah daerah, sedangkan NTB memperoleh dukungan publik dari gubernur yang menegaskan instruksi kepada OPD agar memberi dukungan teknis tanda bahwa kepemimpinan daerah mempercepat kesiapan sensus dan data sharing antarlembaga. Di kawasan, Thailand dan Vietnam memperlihatkan persamaan struktural dengan Bali: ketergantungan besar pada pariwisata sekaligus tingginya proporsi pekerjaan informal, sehingga negara-negara itu menekankan survei usaha dan pengukuran informal untuk melengkapi data pariwisata demi kebijakan yang inklusif. Pelajaran yang jelas: sensus yang hanya mengandalkan satu sumber misalnya angka kedatangan turis akan gagal menjelaskan realitas lapangan tanpa frame unit usaha yang kuat.

Di Bali, hambatan teknis dan sosial saling memperkuat. Banyak catatan OPD masih tersimpan dalam bentuk non-machine-readable: PDF, tabel cetak, atau dokumen lokal yang berbeda format, sehingga pekerjaan ekstraksi dan normalisasi memakan biaya dan waktu. Sementara itu, literasi digital di kalangan pemilik usaha mikro, praktik administrasi usaha yang informal, serta kekhawatiran terhadap pemanfaatan data menimbulkan risiko nonresponse atau jawaban tidak lengkap. Kapasitas SDM statistik di tingkat provinsi juga menjadi faktor pembatas: membangun dan memelihara model AI, mengelola pipeline data, dan menjalankan validasi metodologis memerlukan tim statistikawan dan data scientist yang cukup sebuah investasi sumber daya manusia yang belum merata. Semua ini menandakan bahwa transformasi digital statistik bukan hanya soal teknologi, melainkan soal tata kelola, komunikasi publik, dan politik lokal.

Kalau ditanya apa yang harus dilakukan, jawabannya bukan daftar langkah teknis mikro, melainkan perubahan sikap dan struktur: memperlakukan data sebagai infrastruktur publik yang mesti distandarkan dan dibagikan sesuai aturan; menegakkan kepemimpinan lokal agar OPD memprioritaskan machine-readability dan integrasi data; menjadikan RPJMD dan dokumen perencanaan lainnya sebagai pengikat indikator kinerja yang mengharuskan penggunaan data sensus dalam evaluasi kebijakan; serta memandang AI sebagai pengungkit metodologis yang harus ditempatkan pada landasan statistik yang kokoh termasuk validasi probabilistik lapangan, audit kualitas, dan proteksi data sesuai UU. Tanpa fondasi ini, AI hanya akan melipatgandakan ketidakpastian.

Sensus Ekonomi 2026 berpeluang menjadi momen redefinisi tata kelola ekonomi Bali dari pulau yang datanya bergantung pada gelombang wisata, menjadi provinsi yang peta ekonominya lengkap sampai ke usaha mikro dan ekonomi rumah tangga. Untuk mencapai itu diperlukan kolaborasi antar-lembaga yang nyata, kepemimpinan politik yang memberi sinyal kuat, dan investasi pada kapasitas statistik serta tata kelola data. Jika semua elemen itu dipenuhi, AI dapat mempercepat proses konsolidasi data, membuka akses bagi kebijakan yang lebih tepat sasaran, dan memastikan RPJMD diterjemahkan ke program yang benar-benar menyentuh kesejahteraan rakyat. Jika tidak, Bali hanya akan menyaksikan data-data pintar yang mengukuhkan mitos lama: pulau ramai di permukaan, kosong datanya di bawah

 

Referensi  

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2025a). Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali April 2025. Denpasar: BPS Provinsi Bali.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2025b). Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali Mei 2025. Denpasar: BPS Provinsi Bali.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. (2024). Statistik Industri Mikro dan Kecil Provinsi Bali 2024. Denpasar: BPS Provinsi Bali.

Badan Pusat Statistik. (2025). Sensus Ekonomi 2026: Menuju Data Usaha Menyeluruh. Jakarta: BPS RI.

Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. (2025). Persiapan Wilayah Kerja Sensus Ekonomi 2026. Yogyakarta: BPS DIY.

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat. (2025). Dukungan Pemerintah Daerah terhadap Sensus Ekonomi 2026. Mataram: BPS NTB.

Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 39.

Pemerintah Republik Indonesia. (2019). Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 112.

Pemerintah Republik Indonesia. (2022). Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 182.

Pemerintah Provinsi Bali. (2023). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Bali 2024–2026. Denpasar: Bappeda Litbang Provinsi Bali.

General Statistics Office of Vietnam. (2023). Informal employment statistics in Vietnam. Hanoi: GSO.

National Statistical Office of Thailand. (2023). Tourism and informal economy survey 2022–2023. Bangkok: NSO Thailand.

United Nations Statistics Division (UNSD). (2023). Guidelines on the Use of Artificial Intelligence for Official Statistics. New York: United Nations.

World Bank. (2023). Artificial Intelligence for Development Data: Opportunities and Risks for National Statistical Systems. Washington, DC: The World Bank.

Financial Times. (2024, November). AI reshaping the landscape of public data governance. London: Financial Times.

 

Bagikan :
Tag :
-