Penyederhanaan Urusan Pemerintahan: Dari 32 ke 9 Urusan Inti

Gambar sampul Penyederhanaan Urusan Pemerintahan: Dari 32 ke 9 Urusan Inti

Penyederhanaan Urusan Pemerintahan: Dari 32 ke 9 Urusan Inti

1. Latar Belakang

UU 23/2014 mengatur 32 urusan pemerintahan konkuren yang wajib dikelola pusat dan daerah. Jumlah ini jauh lebih banyak dibanding negara lain:
ASEAN: rata-rata hanya 8–12 urusan.
Negara maju (OECD): 5–10 urusan inti.
Beban birokrasi, tumpang tindih kewenangan, dan keterbatasan fiskal membuat 32 urusan sulit dikelola secara efektif.

2. Permasalahan

  • Fragmentasi kelembagaan: terlalu banyak dinas, sering duplikasi.
  • Fiskal tidak seimbang: belanja pegawai membengkak, anggaran program terbatas.
  • Kinerja pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, infrastruktur) belum optimal karena terpecah fokus.
  • Ketidaksesuaian dengan praktik global: Indonesia terlalu “gemuk” dalam urusan pemerintahan.

3. Rekomendasi Penyederhanaan

  • Disarankan penyederhanaan urusan pemerintahan menjadi 9 urusan inti:
    (i) Pendidikan, (ii) Kesehatan, (iii) Infrastruktur & Perumahan, (iv) Sosial & Kesejahteraan, (v) Keamanan & Ketertiban, (vi) Lingkungan & Ketahanan Bencana, (vii) Ekonomi Dasar (pangan, pertanian, perikanan, UMKM, energi, perdagangan), (viii) Tata Kelola Pemerintahan & Layanan Digital, (ix) Pertahanan & Keamanan Nasional.
  • Urusan non-inti seperti kebudayaan, pariwisata, pemuda & olahraga dapat diposisikan sebagai urusan fasilitatif/regulatif, bukan beban wajib anggaran daerah.

4. Manfaat Simplifikasi

  • Efisiensi birokrasi → lebih sedikit dinas, struktur ramping.
  • Efektivitas fiskal → fokus APBN/APBD ke layanan dasar.
  • Kesejajaran global → urusan pemerintahan selevel dengan ASEAN & OECD.
  • Akuntabilitas lebih jelas → masyarakat mudah mengawasi urusan inti.

5. Penutup

Penyederhanaan urusan pemerintahan dari 32 menjadi 9 urusan inti merupakan langkah strategis untuk memperkuat efektivitas layanan publik, menyehatkan fiskal daerah, dan menyelaraskan Indonesia dengan praktik tata kelola pemerintahan modern.

Daftar Pustaka
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Bappenas. (2022). Laporan Evaluasi Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas.

OECD. (2019). Making Decentralisation Work: A Handbook for Policy-Makers. Paris: OECD Publishing.

World Bank. (2021). Indonesia Public Expenditure Review: Spending for Better Results. Washington DC: World Bank.

UNDP. (2020). Decentralized Governance and Development: Comparative Experiences in Asia. New York: UNDP.

ADB. (2021). Decentralization in Southeast Asia: Lessons for Strengthening Local Governance. Manila: Asian Development Bank.=

Kementerian Keuangan RI. (2023). APBN Kita: Kinerja dan Fakta. Jakarta: Kemenkeu.

Kemendagri. (2021). Evaluasi Urusan Pemerintahan Konkuren. Jakarta: Direktorat Jenderal Otonomi Daerah.

Bagikan :