Presiden Prabowo menetapkan kebijakan efisiensi pada awal Tahun 2025 sesuai dengan Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Efisiensi APBN dan APBD Tahun 2025 pada pelaksanaan APBN Tahun 2025. Efisiensi atas anggaran belanja negara Tahun 2025 sebesar Rp 306.695.177.420.000,00 ( tiga ratus enam triliun enam ratus sembilan puluh lima miliar seratus tujuh puluh tujuh juta empat ratus dua puluh ribu rupiah). Inpres ini mengamanatkan pemerintah pusat dan daerah untuk membatasi belanja yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, pencetakan, publikasi, dan seminar / focus group discussion, mengurangi belanja perjalanan dinas sebesar lima puluh persen dan membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim. Kebijakan ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam mengelola keuangan negara secara lebih efektif dan efisien. Dengan penghematan yang signifikan, diharapkan setiap pengeluaran dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat serta meningkatkan kualitas pengelolaan anggaran di tingkat pusat maupun daerah.
Kebijakan efisiensi anggaran ini merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk melakukan kontemplasi. Melalui refleksi diri apakah kebijakan yang selama ini dibuat merupakan kebijakan yang tepat, terukur dan berdampak bagi Masyarakat sehingga anggaran yang ada mampu dimanfaatkan dengan efisien dan efektif.
Kebijakan efisiensi juga memberi angin segar bagi Masyarakat yang selama ini skeptis dan menganggap beberapa kegiatan pemerintah yang bersifat pemborosan dan tidak berdampak langsung kepada kesejahteraan Masyarakat. Seluruh elemen Kementrian, Lembaga dan Pemerintah Daerah dituntut untuk lebih berhati-hati dalam merancang program dan menetapkan anggaran di masa depan. Secara tidak langsung kebijakan efisiensi ini memaksa adanya perubahan budaya birokrasi agar lebih bertanggung jawab. Selain itu adanya perubahan pola kerja pada beberapa Kementrian/Lembaga. Seperti misalnya pada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dimana Kepala BKN, Zudan Syarif menyampaikan bahwa ASN BKN kedepan harus lebih adaptif. Merespon kebijakan efisiensi ini formula sistem kerja terbaru akan menerapkan 2 hari Work From Anywhere (WFA) dan 3 hari bekerja di kantor yang bertujuan untuk mengurangi biaya tidak perlu. Kementerian lain yang mulai terdampak kebijakan efisiensi adalah Kementrian Perindustrian, yang menerapkan flexible working arrangement atau sistem kerja fleksibel sebagai upaya menyiasati keterbatasan anggaran. Pemangkasan sebesar 44,38 persen atau sekitar Rp 1,1 triliun membuat kementerian ini harus melakukan berbagai penyesuaian, mengingat pagu anggaran mereka di tahun 2025 hanya Rp 2,5 triliun. Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Eko Cahyanto, menyatakan bahwa kementeriannya harus mengurangi penggunaan listrik dan air, membatasi perjalanan dinas baik dalam maupun luar negeri, serta mengurangi aktivitas di lingkungan kantor.
Apabila kita sedikit flash back ke dua tahun lalu pada saat Indonesia dilanda Covid-19 yang menyebabkan berbagai sektor baik swasta maupun pemerintah dipaksa untuk merubah pola kerja dan kebiasaan yang selama ini dilakukan. semua pihak berusaha adaptif menghadapi COVID-19 yang saat itu ditetapkan sebagai kondisi kedaruratan global. Pemerintah terus membangun semangat jajarannya di daerah maupun pusat dalam meningkatkan kemampuan mengenali situasi melalui pemantauan dinamika data dan kebijakan per regional, nasional, bahkan global secara rutin. Hal ini menjadi modal yang kuat agar Pemerintah dapat mengambil keputusan yang tepat seiring perubahan yang terjadi. Pun saat ini, kita harus mampu bersikap adaptif terhadap situasi yang ada. Aparatur Sipil Negara sebagai garda terdepan dalam pelayan publik harus mampu bersikap adaptif. Adaptif bermakna erat dengan semangat dan kemampuan berinovasi, kreatif, serta proaktif menghadapi perubahan. Pelayanan kepada masyarakat yang tadinya diselenggarakan secara manual, sekarang harus modern, agile, dan produk yang dihasilkan harus customized. Hal ini sejalan dengan core values BerAKHLAK yang menjadi dasar para Agen Perubahan dalam menciptakan perubahan nyata pada unit kerjanya.
Perubahan terus terjadi dan menjadikan pembelajaran bagi kita. Keberhasilan atas suatu perubahan tidak hanya menjadi tanggung jawab ASN, Pemerintah maupun segelintir orang saja melainkan tanggung jawab bersama. Melalui efisiensi anggaran ini diharapkan setiap indifidu mampu bercermin, merefleksikan diri akan tanggung jawab pengelolaan negara yang lebih bertanggung jawab sehingga mampu menciptakan birokrasi yang tranpsparan, adaptif dan akuntabel. Perubahan ini tentu tidak hanya bermanfaat bagi perbaikan citra pemerintah tetapi bermanfaat bagi Masyarakat selaku pelanggan dari pelayanan publik yang berkualitas dan kebijakan yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan. Kebijakan efisiensi akan berhasil dengan catatan harus jelas kemana aliran dana ini akan ditujukan sehingga pengawasan dari Masyarakat juga merupakan hal yang penting untuk dilakukan.