Pemerintah Baru, Please be Real and be Grounded

Gambar sampul Pemerintah Baru, Please be Real and be Grounded

Pemerintah Baru, Please be Real and be Grounded

"The art of good government is to make the impossible possible, the difficult easy, and the agreeable inevitable." - Sean O'Casey

Dinamika hidup saat ini semakin menunjukkan bahwa dunia memang jauh dari kondisi ideal. Kita sudah jenuh dengan seluruh bahasa retorika tanpa aksi nyata. Jujur, lelah dan semakin skeptis melihat birokrasi di Indonesia dengan segala roller coaster-nya. Bukankah sudah sedari lama kita selalu menggaungkan budaya Anti Korupsi? Bukankah sudah sedari dulu kita mengutamakan Sumber Daya Manusia yang Unggul? Namun mengapa itu semua seakan tidak pernah terwujud secara “utuh” atau paling tidak “mendekati” saja?

Ya, memang hidup ini jauh dari sempurna bukan? Namun seharusnya kita punya tujuan yang benar-benar jelas, yang sungguh-sungguh bisa direalisasikan untuk kepentingan rakyat. Bukan hanya sekedar tujuan yang enakdidengar dan indah jika dibaca di dokumen perencanaan instansi pemerintah, namun hasilnya mendekati nihil.

Apabila kita berselancar di dunia maya, tentu Indonesia Emas pada 2045 sudah sering dibahas. Namun apakah kita semua optimis mengenai hal itu? Coba kita tengok sedikit kolom komentar, banyak yang bergurau bahwa pada 2045 bukan Indonesia Emas melainkan Indonesia Cemas. Mungkin inilah bentuk skeptisme masyarakat terhadap pemerintahan. Apakah Indonesia Emas hanya sekedar jargon?

Mungkin tidak sepenuhnya benar, jika kita melihat upaya Indonesia yang mengubah penggunaan indikator yang menggambarkan kualitas sumber daya manusia dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), dari sebelumnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) menjadi Human Capital Index (HCI) atau Indeks Modal Manusia (IMM). Indeks ini dipandang lebih mampu menggambarkan kualitas sumber daya manusia karena dapat melihat dampak layanan kesehatan dan pendidikan terhadap produktivitas sumber daya manusia. Bersumber dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), Kondisi HCI Indonesia pada tahun 2020, menempati peringkat 96 dari 174 negara dengan nilai HCI sebesar 0.54 (lebih rendah dari negara berpendapatan menegah ke atas yaitu 0.56). Pada 2045, Indonesia ditargetkan untuk mencapai 0.73 poin. Akankah terkejar?

Di samping itu, masih bersumber dari OECD bahwa pada tahun 2020, angka Harapan lama Sekolah atau Expected Years of School kita sudah mencapai 12,4 tahun. Meskipun kita sudah mencapai angka tersebut, namun ternyata Indonesia hanya mencapai 7,8 tahun untuk Learning-Adjusted Years of School (LAYS). Artinya, meskipun rata-rata anak di Indonesia mengenyam pendidikan selama 12,4 tahun, jika dilihat dari aspek pengetahuannya, anak Indonesia hanya setara mengenyam pendidikan selama 7,8 tahun, atau selisih 4,6 tahun. Lantas, kemanakah ilmu-ilmu yang kita peroleh selama hampir lima tahun tersebut?

Sedikit mengesampingkan kenyataan tersebut, mari rehat sejenak dan kembali menemukan api yang menggerakkan hidup. Harapan saya perlahan muncul ketika melihat senyum anak-anak Indonesia di sekolah atau berbincang sejenak dengan anak-anak jalanan. Hal ini membuat saya mulai berani menunjukkan eksistensi diri sebagai ASN, salah satunya melalui sarana #NulisSembariDinas ini.

Menurut pandangan saya, terdapat dua hal utama yang menjadi harapan bagi pemerintah baru saat ini, yaitu:

1. Teruskan apa yang baik dan memperbaiki apa yang memang perlu diperbaiki.

“Berhenti untuk ingin mengubah segala sesuatu dengan kebijakan baru tanpa terlebih dahulu melakukan analisis secara mendalam atas situasi yang terjadi di lapangan, baik analisis hal positif maupun negatifnya.”

Pemerintah perlu melepaskan sejenak embel-embel politis, lalu menengok pada kondisi riil di tengah masyarakat. Bukan hanya sekedar mau mendengar dan mengkaji laporan yang “hanya ingin didengar”. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai aspek sebelum mengambil kebijakan baru. Meskipun tentu akan ada risiko dari setiap kebijakan yang dijalankan, namun perlu sejak awal untuk menyiapkan langkah mitigasinya. Sudah cukup masyarakat menjadi “korban kebijakan”.

Saya sangat berharap bahwa pemerintah benar-benar mengkaji (tentunya, dari seluruh sisi hingga ke tataran teknis) kebijakan maupun program yang telah ada pada masa Menteri lama. Saya yakin kita sedang berjalan ke arah yang baik, hanya jangan sampai kita memulai semuanya kembali dari nol.

2. Memperhatikan peningkatan kompetensi pegawai, tidak hanya sekedar formalitas belaka.

Guna mewujudkan sumber daya unggul, pemerintah terkadang lupa bahwa pion penggeraknya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) yang harus terlebih dahulu ditingkatkan kompetensinya. Bagaimana pemerintah dapat menghasilkan kebijakan dan program yang baik dan berkualitas apabila kompetensi pembuat kebijakan tidak cukup baik dan berkualitas pula? ASN dalam hal ini bukan hanya pejabat atau para petinggi. Kami para tim teknis di bawah, yang menyiapkan segala bahan-bahan kebijakan dan program juga merupakan ASN, yang terkadang terlupa.

Mungkin pernyataan ini akan dapat ditepis dengan adanya program-program peningkatan kompetensi yang sudah bertengger dalam program anggaran instansi. Namun realitanya apakah pegawai benar-benar meningkat kompetensinya ? Masih dibutuhkan pengetahuan yang lebih luas dan skill untuk mampu merumuskan bahkan menyelesaikan permasalahan di lapangan. Pernahkah bertanya kepada pegawai teknis tentang kemampuan apa yang sesungguhnya mereka butuh tingkatkan untuk menunjang pekerjaan?

Saya berharap, program-program peningkatan kompetensi bagi pegawai tidak sekedar menjadi janji manis dan semata-mata hanya untuk penyerapan anggaran. Namun, sudah selayaknya bahwa program tersebut dilaksanakan benar-benar sesuai kebutuhan peningkatan kompetensi pegawai dan menghasilkan pegawai yang semakin agile dalam menghadapi dunia kerja yang penuh tantangan. 

Jika digali, masih banyak hal lain yang menjadi harapan bagi pemerintahan baru saat ini. Namun bagi saya kedua hal tersebut yang saya rasakan benar-benar dibutuhkan. Tentu, tak ada sesuatu yang sempurna, namun perubahan ke arah yang semakin baik tidak akan terjadi begitu saja apabila kita tidak mengusahakan bersama. Akhir kata, please be real, be grounded”

 

Bagikan :