Opini Masa Efisiensi: Momentum Meramu Kembali Transformasi Digital

Gambar sampul Opini Masa Efisiensi: Momentum Meramu Kembali Transformasi Digital

Bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di sektor pelayanan publik yang sehari-harinya bersentuhan langsung dengan masyarakat, tentu tidak asing lagi dengan kata efisien. Bahkan efisien dan efektif adalah dua jargon utama yang paling sering dikumandangkan bagi instansi di pelayanan publik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), efisien adalah melakukan pekerjaan dengan tepat dan cermat. Sedangkan efisiensi diartikan sebagai kemampuan yang sering diukur untuk menghindari kesalahan atau pemborosan bahan, energi, tenaga, uang dan waktu saat melakukan suatu tugas.

Bayangkan ketika pelayanan publik tidak berjalan secara efisien, maka dapat memicu multiplier efek seperti munculnya gelombang protes masyarakat, antrian wartawan yang siap meliput, hingga sorotan tajam para pejabat pemerintah. Setidaknya hal ini pula yang dirasakan betul para ASN yang bekerja di sektor pelayanan publik bidang kesehatan, khususnya di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Menurut Permenkes Nomor 19 Tahun 2024, Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan dan mengoordinasikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan / atau paliatif di wilayah kerjanya. Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan yang diamanatkan Kementerian Kesehatan untuk menyediakan layanan kesehatan di tingkat kecamatan.

Salah satu upaya pemerintah untuk mencapai efisiensi kerja di Puskesmas selama ini adalah proses digital pelayanan. Berbagai aplikasi diluncurkan guna mendukung gerakan paperless dan kecepatan pelayanan. Awal-awalnya berhasil, sampai pada akhirnya bermunculan satu per satu aplikasi yang justru malah menimbulkan ketidakefisienan kerja itu sendiri. Kuantitas aplikasi melonjak, namun kualitas sinkorinisasinya satu sama lain menjadi pertanyaan. Tenaga kesehatan mulai disibukkan untuk mengingat berbagai nama username dan password-nya yang ribetnya minta ampun.

Turunan dari berbagai aplikasi yang dibuat ini malah semakin merepotkan para tenaga kesehatan yang bekerja di Unit Pelaksana Teknis yang notabene harus menanggung double beban yaitu pelayanan ke masyarakat dan pelaporan. Padahal jika dikaji secara seksama, permintaan data yang dibutuhkan di masing-masing aplikasi malah tumpang-tindih, Belum lagi kekuatan server yang terkadang tidak stabil yang membuat waktu pengerjaan semakin meningkat. Penggunaan berbagai macam domain page yang berbeda-beda di setiap aplikasi juga pastinya menimbulkan beban biaya. Hal ini tentu dirasa jauh dari kata efisien.

Rasanya agak skeptis pula bahwa proses lahirnya aplikasi-aplikasi ini atas dasar down to top atau dari root cause analysis misalnya. Sebab proses hearing and sharing dalam penerbitan sebuah aplikasi kesehatan agaknya sangat jarang ditemui. Hasilnya apa, banyak kemudian inputan dari setiap aplikasi mandek. Sebab dirasa tidak menjadi kebutuhan, data yang diminta terus berulang hanya berganti kulit, tidak berdampak langsung ke masyarakat hingga beban kerja adminitrasi tenaga kesehatan meningkat yang berimplikasi pada kualitas pelayanan langsung ke masyarakat.

Masa efisiensi ini mestinya dapat menjadi momentum yang tepat untuk meluruskan kembali cita-cita transformasi digital, yaitu budaya kerja yang efisien, bukan merepotkan. Perlu dilakukan penilaian objektif keefektifan dari setiap aplikasi yang ada sehingga akan memunculkan evaluasi tentang aplikasi yang harus dipertahankan atau dapat dilebur atau bahkan harus dihilangkan.  Sebagai ASN di sektor pelayanan publik kesehatan, saya malah mendambakan berbagai aplikasi tersebut dapat disatukan dalam satu platform bertajuk nama instansi pemiliknya yang didalamnya telah mencakup seluruh pembagian bidang kerja beserta capaian inputan kinerja yang harus dilengkapi. Tidak perlu repot lagi mengingat dan memikirkan “untuk capaian ini inputannya di aplikasi apa yah”, cukup mengakses induk aplikasinya, kemudian menelusuri sub-bidang kerjanya yang sesuai. Proses maintenance aplikasi pun dapat dihemat biayanya, dengan memusatkan seluruh anggaran ke pengembangan aplikasi induk dan memperbesar cakupan bandwidth jaringannya dari waktu ke waktu.

Jika realisasi penyederhanaan berbagai aplikasi ini dapat berjalan optimal, hal ini akan menjadi role model transformasi digital yang baik di sektor pelayanan publik, bukan hanya di bidang kesehatan. Bukan lagi persoalan kuantitasnya, melainkan seberapa berkualitas aplikasi tersebut dalam menunjang kinerja pelayanan publik. Dan tentu saja hal ini akan sangat selaras dengan tujuan efisiensi pemerintah yaitu bekerja dengan tepat dan cermat.

#NulisSembariDinas #EfisiensidanAdaptasi

Bagikan :