“Nandurin Karang Awak” Ajaran Tetua dalam Menghadapi ASN Era Baru

Gambar sampul “Nandurin Karang Awak” Ajaran Tetua dalam Menghadapi ASN Era Baru

Awal tahun yang berat Inpres no. 1 tahun 2025 tentang efisiensi anggaran menghebohkan dunia per-ASN-an. Seperti disambar petir di siang bolong, seluruh ASN tercengang mendapati anggaran yang dipangkas bahkan lebih dari 50%. Apakah akan menjadi dilema antara adaptasi atau tekanan bagi seluruh ASN? Berbagai kebijakan baru muncul setelah adanya Inpres no. 1 tahun 2025 ini termasuk adanya kebijakan WFH, WFO bahkan WFA di kementerian/lembaga untuk menekan biaya pengeluaran operasional perkantoran.  “Badan Kepegawaian Negara mengajak aparatur sipil negara bekerja dari mana saja atau work from anywhere (WFA) selama dua hari dan tiga hari bekerja di kantor atau work from office (WFO) dalam seminggu sebagaimana Inpres Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi APBN dan APBD 2025” dikutip dari berita yang dimuat oleh antara news.

ASN adalah lahan menarik

Pada malam hari yang dingin setelah sepanjang hari diselimuti hujan, scrolling media sosial menjadi rutinitas yang mengasyikan bagi gen Z saat ini. Berita efisiensi anggaran dan segala pernak-perniknya menjadi highlight dan trending topic pada for your page (FYP) ASN gen Z bahkan tanpa disadari ternyata banyak ASN yang memiliki side hustle sebagai konten kreator karena tertarik dengan monetisasi pada media sosial. Konten kreator merupakan seseorang yang membuat dan membagikan berbagai jenis konten di platform digital yang bersifat edukatif, hiburan, inspirasi bahkan promosi dan dikerjakan secara independen. Banyaknya berita tentang efisiensi anggaran dan pernak-perniknya menjadi “lahan” menarik yang bisa digarap oleh para konten kreator ASN dengan berbagai respon yang menyuarakan isi hati dari para ASN, atau bahasa kerennya disebut curhat. Curhatan para ASN melalui media sosial dapat menggambarkan bagaimana kehidupan ASN sebenarnya sehingga dapat mematahkan stigma ASN game zuma. Berbagai pro dan kontra timbul di media sosial dalam menanggapi efisiensi anggaran, masyarakat yang selalu memandang negatif terhadap ASN akan amat setuju dengan efisiensi anggaran ini tapi bagi ASN yang dituntut bekerja tanpa boleh mengeluh akan menghadapi tekanan dari komentar-komentar netizen. Bahkan paradoks timbul dalam dunia maya, mulai dari kabinet gemuk dan berita pelantikan staff khusus kementerian di masa efisiensi membuat publik bisik-bisik menertawakan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak masuk akal.

Ajaran tetua sebagai cara bertahan

Di tengah hiruk pikuk pulau dewata dan riuhnya berita tentang per-ASN-an duniawi, wacana WFH dan WFA memberi sedikit angin segar dimasa paceklik bagi ASN. WFH dan WFA dapat mendukung bagi ASN yang berburu side hustle untuk bertahan di masa paceklik. Yaa, paceklik.. masa ini bisa disebut paceklik dimana transisi kementerian/lembaga menimbulkan sedikit efek keterlambatan bagi beberapa hak ASN ditambah dengan adanya efisiensi anggaran membuat yang kering menjadi gersang. Kekhawatiran akan gaji ke-13 dan 14 yang ditiadakan membuat ASN harus pintar-pintar memutar otak. Sebagai seorang ASN yang dibekali core value ber-Akhlak tentu dituntut menjadi adaptif dalam menghadapi masa paceklik ini. Pulau dewata sarat akan nilai agama dan tradisi yang amat melekat dengan masyarakatnya. Menjadi seorang ASN yang lahir, tumbuh dan berkembang di pulau ini membuat saya memegang teguh ajaran tetua yaitu “nandurin karang awak”  yang dapat diartikan sebagai menanami diri sendiri, bagaimana kami belajar dan mengembangkan diri sebagai bekal untuk kehidupan yang lebih baik. Berangkat dengan core value dan ajaran tetua membuat saya menggali potensi yang lebih di masa paceklik ini dengan mencoba terjun sebagai “dagang canang” dan ikut merambah dunia konten kreator. “Dagang canang” adalah seorang pedagang yang menjual canang yaitu sarana persembahyangan bagi umat Hindu di Bali. A day in my Life as an ASNdagang canang” yang akan menceritakan bagaimana kehidupan seorang ASN dari pagi berangkat ke kantor menjalankan kewajiban sebagai ASN hingga malam yang mempersiapkan barang dagangan tentu akan meramaikan berita tentang per-ASN-an duniawi. Walaupun penuh pro dan kontra, cerita tentang kehidupan ASN masih sangat menjual dan menarik bagi netizen untuk dikulik seperti masa pendaftaran CPNS yang selalu dipenuhi hingga jutaan pelamar.

Bukan hal yang mudah

Masa sulit saat ini, membuat saya mengenang kejadian beberapa tahun lalu. Seperti yang sudah berlalu, ASN yang kuat adalah ASN yang mampu bersikap adaptif dalam menghadapi perubahan. Pandemi Covid-19 yang telah berhasil dilewati tentu memberi pelajaran dan pengalaman dalam menghadapi masa paceklik “efisiensi anggaran”. Efisiensi anggaran mungkin bukan hal yang buruk jika sebagai ASN mampu “nandurin karang awak” dengan mengembangkan potensi diri tanpa mengesampingkan tugas dan fungsi sebagai ASN. Tetapi tidak muluk-muluk, efisiensi anggaran juga akan memberi tekanan baru bagi ASN dalam penerapan pemerintahan di era baru yang serba terbatas. Efisiensi anggaran tidak perlu drama mematikan alat elektronik tapi cukup meningkatkan kesadaran setiap individu agar tidak melakukan korupsi dalam setiap pelaksanaan kegiatan. Menjadi ASN mungkin adalah dambaan dan idaman setiap orang bahkan terdapat jargon sebagai menantu idaman, tapi menjadi ASN tidaklah selalu menyenangkan karena banyak stigma negatif yang menuju pada ASN. Menjadi ASN pun harus siap untuk dituntut patuh pada kebijakan pemerintah yang selalu berubah-ubah. Kira mudah jadi ASN? Aparatur Sipil Negara adalah sebuah bentuk pengabdian #EfisiensidanAdaptasi harus tetap dijalankan sesuai dengan aturan yang berlaku, maka #NulisSembariDinas dapat menjadi side hustle untuk mengembangkan diri di tengah masa efisiensi.

 

Bagikan :