Sosial media saat ini begitu bermacam dan mudah diakses kapan saja, di mana saja, dan oleh siapa saja. Kita jadi mengenal istilah-istilah seperti selebgram, selebtiktok, dan youtuber. Para konten kreator berlomba menyajikan konten-konten menariknya. Ada yang sifatnya murni entertaint, POV, review sebuah tempat, dan edukasi. Tidak ketinggalan di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) pun merebak yang menjadi konten kreator, mungkin awalnya untuk mengusir rasa penat atau untuk mengisi waktu luang yang ternyata kemudian juga bisa menjadi tambahan pundi-pundi pendapatan.
Selama tidak mempengaruhi kinerja pokoknya sebagai ASN di instansi tempat bekerja saya kira tidak menjadi sebuah masalah. Beberapa ASN yang menjadi konten kreator itu dalam beberapa momen memang dibutuhkan pengalamannya, misalnya ketika ada seleksi penerimaan CPNS/PPPK, para ASN yang biasa membuat konten di youtube tentang soal-soal CPNS/PPPK biasanya akan diakses ribuan orang. Misalnya akun Youtube Fandi AP yang memang mengkhususkan kontennya berisi tentang pembahasan soal-soal tersebut, saat ini telah memiliki 463.000 subscriber.
Lain lagi dengan akun instagram @hendrabrudy, selebgram yang juga guru ASN ini secara umum membuat konten tentang pendidikan atau isu kekinian, namun dibalut juga dengan polesan entertaint yang cukup menghibur. Kadang-kadang kontennya yang diunggah dalam reels-nya bersifat random. Kenyataannya banyak masyarakat yang cukup terhibur dan menjadi follower instagramnya hingga mendapat centang biru.
Rasanya kurang afdhol jika tidak menyinggung Tiktok sebagai salah satu media sosial kekinian. Ada akun @ayahkoko yang dimiliki ASN bernama Eko Bambang Visianto, salah satu ASN di Kabupaten Jember. Konten-kontennya di Tiktok bersifat menghibur, selain itu beliau juga sebagai ASN kawakan yang masih setia dengan “bermain” Facebook.
Para ASN nyambi jadi konten kreator ini saya rasa juga sebagai langkah mengikuti perkembangan zaman dengan teknologi yang sangat pesat berubah dari waktu ke waktu. Beberapa ASN konten kreator lainnya jamak mengunggah aktivitas kesehariannya sebagai abdi negara di instansinya. Saya kira selama tidak berlebihan dan melanggar norma-norma yang berlaku, it’s OK.
Berbicara tentang talenta ASN, ternyata masih ada juga ASN yang mengoptimalkan talentanya dengan cara-cara yang tradisional atau bahkan ada yang menyebutnya kuno. Salah satunya adalah dengan menulis. Menulis di era yang serba teknologi ini oleh banyak khalayak dianggap aktivitas yang membosankan. Namun jangan salah, dengan menulis seseorang boleh tiada, akan tetapi pemikirannya akan selalu hidup. Seperti kata novelis Helvi Tiana Rosa,” Ketika sebuah karya selesai ditulis, maka pengarang tak mati. Ia baru saja memperpanjang umurnya lagi”
Jika tulisan yang dimaksud di sini adalah jurnal, memang sebuah tuntutan untuk ASN yang khususnya berada di instansi pendidikan. Maka dalam hal ini tulisan yang saya maksud adalah ASN yang produktif menulis bebas, entah itu esai, cerpen, novel atau lainnya. Ada nama Galih Pranata yang cukup aktif menulis di salah satu laman tersohor tanah air, yaitu National Geographic. Galih Pranata merupakan seorang ASN guru di SMAN 1 Klaten, Jawa Tengah. Jika Anda penasaran dengan tulisannya silakan berselancar di web National Gepgraphic. Kebetulan saya, suami, dan Galih Pranata berkolaborasi menerbitkan sebuah buku pada tahun lalu berjudul Rerasan Guru Berkisah Pendidikan yang mengumpulkan esai-esai kami.
Menjadi penulis di negeri ini mungkin bukan jalan cepat untuk menjadi kaya. Terlebih bagi ASN non pendidikan agaknya masih belum banyak yang melirik menulis untuk mengisi waktu luangnya, minimal untuk terapi melepas stress berlebih, terapi curhat atau terapi ketenangan jiwa. Jika tulisan kita ternyata mendapat penerimaan yang baik di masyarakat dan sukur-sukur menghasilkan pendapatan, tentu itu sebuah bonus. Untuk para ASN yang berminat dalam dunia menulis, tetapi belum sempat, jangan ragu untuk mulai mencoba menulis karena setiap tulisan itu pasti akan menemukan pembacanya. Semangat.