Menutup Celah-Celah Korupsi

Gambar sampul Menutup Celah-Celah Korupsi

Gejolak politik yang kian berkobar panas di hampir seluruh penjuru tanah air telah memantik keprihatinan mendalam tentang situasi dan kondisi bangsa akhir-akhir ini. Gelombang unjuk rasa seolah menjadi jalan pintas masyarakat untuk menyuarakan berbagai kegelisahan tentang berbagai permasalahan bangsa. Salah satu diantaranya adalah isu yang terus terjadi yaitu korupsi.

Berbagai serba-serbi pajak yang dipungut oleh negara nyatanya belum juga mampu mengangkat derajat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Hal ini memicu munculnya berbagai spekulasi tentang pemanfaatan pajak negara, apakah telah digunakan untuk menyejahterakan masyarakat atau untuk mengenyangkan segelintir pejabat saja? Alih-alih ditenangkan, masyarakat malah semakin tersulut emosi lantaran komentar-komentar kontroversial para pejabat negara yang seolah mendeskreditkan peran masyarakat sebagai kontrol pemerintah.

Satu isu yang disorot tentunya adalah pemberantasan korupsi. Sepanjang tahun 2025, silih berganti berseliweran berita tentang pejabat negara yang terlibat praktik korupsi. Ini sekaligus menjadi penyulut api kemarahan masyarakat, terlebih Undang-Undang Perampasan Aset tidak kunjung dibahas. Padahal UU ini dapat menjadi angin segar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat akan upaya serius dalam pemberantasan korupsi, sekaligus sebagai hadiah terburuk bagi para koruptor.

Undang-Undang Perampasan Aset yang telah disuarakan sejak tahun 2008 nyatanya masih saja kandas dengan berbagai alasan. Katanya HAM lah, nasib keluarganya lah hingga memunculkan opini nyeleneh “yah mana mungkin DPR mau meresmikan aturan yang bisa menciderai mereka sendiri di kemudian hari”. Padahal melalui penerapan UU ini, terdapat secercah harapan untuk dapat memberikan efek jera lebih kepada koruptor karena mereka harus melakukan pembuktian terbalik akan sumber harta atau aset yang dimilikinya. Semangat patriotisme untuk memiskinkan koruptor dapat menjadi rintisan jalan menuju Indonesia yang bebas dari korupsi.

Dalam konteks birokrasi, celah-celah korupsi harus mulai ditutup. Hal ini dapat dimulai dari agenda politik yang bebas dari money politic. Besarnya uang yang harus dikeluarkan demi menduduki suatu jabatan baik di sektor eksekutif maupun legislatif kerap menjadi alasan munculnya berbagai modus korupsi untuk setidaknya mengembalikan modal yang telah dikeluarkan dalam kontestasi pemilihan. Terlebih lagi jika memiliki niatan untuk hendak melanggengkan jabatan, maka modal menyongsong kontestasi selanjutnya harus mulai dipikirkan dan dicari. Maka jalan pintasnya bisa jadi dengan pungutan liar, bancakan proyek, jual beli jabatan, pemerasan, suap hingga dinasti keluarga. Oleh karenanya, masyarakat harus terus mendapat edukasi tentang bahaya money politic dan pihak penegak hukum harus bertindak tegas dalam memberantas pelaku money politic.

Belum lagi citra positif para pejabat yang perlu dibungkus ciamik melalui postingan media sosial dengan pelaksanaan berbagai kegiatan seremonial. Syukur jika kegiatan tersebut masuk dalam penganggaran, namun jika tidak disinilah celah korupsi lainnya dapat muncul dalam bentuk setoran “uang taktis”. Jika hal ini terjadi, dapat dipastikan umbi-umbian hingga kalangan paling bawah pun akan merasakan dampaknya.

Oleh karenanya, kebijakan untuk mengurangi kegiatan seremonial itu adalah langkah yang baik sebenarnya. Namun hal itu dapat benar-benar optimal jika merrit system  ASN sudah diterapkan secara fair sehingga kita tidak menciptakan para ASN yang hanya berwatak “Yes-Man” kepada atasannya, melainkan para ASN yang berani bersuara lantang jika itu tidak sesuai dengan regulasi dan di saat yang sama tidak harus memikirkan konsekuensi ancaman terhadap karirnya. Karena to be honest, banyak dari mereka yang kemudian terpaksa mengikuti arus demi tetap bertahan ketimbang melawan arus dan malah tenggelam sendirian.

Penguatan pendidikan antikorupsi sejak bangku sekolah hingga ke seluruh sendi-sendi pemerintahan, tindak tegas pelaku money politic, lakukan audit ketat pada setiap pelaksanaan kegiatan seremonial, terapkan merit system untuk ASN hingga sahkan Undang-Undang Perampasan Aset adalah segelintir ikhtiar yang dapat ditempuh oleh bangsa dalam menutup celah-celah korupsi. Terakhir, negara juga harus terus berkomitmen untuk terus meningkatkan kesejahteraan Aparatur Sipil Negara sebagai upaya memberikan penghidupan yang layak agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasanya sehingga tidak tergoda dengan praktik korupsi.

Bagikan :