Menteri Baru untuk Kehormatan Finansial Guru

Gambar sampul Menteri Baru untuk Kehormatan Finansial Guru

Saat kuliah di program studi kependidikan pasti ada dosen yang menjelaskan bahwa menjadi seorang guru adalah panggilan hati. Guru adalah profesi yang mulia karena bertugas memanusiakan manusia, dan hal yang paling diingat adalah memilih profesi guru berarti harus siap hidup sederhana. Kalaupun ada yang berprofesi sebagai guru tetapi hidupnya begelimang harta, berarti dia punya pekerjaan lain selain menjadi guru. Ajaran-ajaran tersebut memang ada benarnya. Awalnya guru memang identik dengan gaya hidup sederhana, tetapi perlu diingat bahwa guru juga dapat mengalami perubahan sosial budaya dan globalisasi. Guru kontemporer sudah mengalami perubahan yang cukup signifikan. Perubahan tersebut disebabkan oleh karena semakin kompleksnya kebutuhan manusia. Keseimbangan antara pendapatan dan kinerja menjadi indikator utama dalam menjalani kewajiban dalam pekerjaan termasuk menjadi seorang guru. Oleh sebab itu, lirik lagu hymne guru tidak lagi guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, melainkan diubah menjadi pahlawan pembangun insan cendekia, yang secara laten memberikan makna bahwa profesi guru harus mendapatkan imbalan yang sepadan.

Menjadi seorang guru tidaklah semudah yang dibayangkan. Sayangnya, masih banyak isu dalam masyarakat yang memandang sebelah mata profesi guru karena dianggap suatu pekerjaan yang mudah. Guru-guru di Indonesia saat ini tidak hanya dihadapkan dengan kewajiban mengajar dan mendidik, melainkan ditambah dengan kewajiban-kewajiban lain yang sering menjadi beban tambahan yang tidak ada imbalannya, misalnya kewajiban administrasi dan kewajiban kepanitiaan dalam acara di sekolah. Intinya, kewajiban fundamental seperti mendidik dan mengajar peserta didik yang terbalut dalam proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sudah membuat guru ketar ketir kehabisan waktu, tenaga, dan pikiran, apalagi ditambah dengan beban yang lainnya. Mungkin jika diimbangi dengan adanya penghasilan tambahan akan berbeda kasusnya.

Beberapa waktu lalu ada pernyataan dari seorang pejabat negara yang cukup kontroversi. Pernyataan tersebut kurang lebih membahas tentang gaji guru yang masih rendah, “guru khususnya guru honorer harus ikhlas dengan gaji yang sedikit, karena pekerjaan menjadi guru adalah pekerjaan yang banyak pahalanya, sehingga bisa masuk surga”. Pernyataan semacam itu seharusnya tidak layak diucapkan oleh pejabat negara kepada khalayak publik, apalagi beliau yang mengatakan adalah kaum cendekia. Pernyataan semacam itu menandakan bahwa memang di Indonesia ini profesi guru sulit keluar dari kesengsaraan. Kesengsaraan sebagian guru di Indonesia terutama yang masih berstatus honorer dan belum bersertifikasi juga banyak terjelaskan melalui media sosial. Kesengsaraan seperti gaji yang rendah, diskriminasi, dan lainnya yang kiranya perlu dicarikan solusi sesegera mungkin.

Seiring berjalannya waktu, terobosan-terobosan baru dalam menyelesaikan masalah kesengsaraan guru terus digulirkan. Sebagai contoh adanya pengangkatan guru honorer menjadi ASN PPPK, hingga pada era kabinet baru sekarang adanya wacana menaikkan gaji guru, sesuai dengan janji politik presiden baru saat masih menjadi capres. Isu yang paling hangat beredar berkaitan dengan kenaikan gaji guru tersebut adalah kenaikan gaji hanya diberikan pada guru-guru tertentu. Guru tertentu tersebut adalah guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik baik ASN maupun honorer dan guru swasta. Isu tersebut sontak mengundang banyak komentar dari pelbagai kalangan terutama dari guru-guru di Indonesia. Banyak yang menyayangkan kebijakan tersebut karena dirasa tidak berkeadilan. Tidak adil karena pertama seharusnya kenaikan gaji guru diberikan merata keseluruh guru di Indonesia. Kedua, untuk sekarang ini guru yang dikatakan belum sejahtera adalah guru yang masih berstatus honorer dan guru ASN yang belum bersertifikasi. Guru honorer dalam beberapa kasus memang mendapatkan penghasilan yang tidak manusiawi, guru ASN belum sertifikasi tentunya juga masih berkekurangan karena baik guru honorer dan ASN belum sertifikasi sama-sama mendapatkan kewajiban yang sama di sekolah tempat mereka mengajar. Bahkan ada kasus guru-guru honorer dan ASN belum sertifikasi mendapatkan pekerjaan yang lebih banyak di sekolah dikarenakan mereka identik dengan guru fresh graduate yang dianggap bisa segalanya oleh para guru senior di tempat mereka bekerja. Kenyataan guru-guru tersebut perlu mendapatkan perhatian dan solusi yakni salah satunya kebijakan kenaikan gaji guru yang berkeadilan.

Hingga pada akhirnya, menteri baru pada kabinet baru kali ini diharapkan dapat memahami kondisi guru dengan lebih bijaksana. Karena banyak yang berpendapat bahwa salah satu penyebab pendidikan di Indonesia jalan ditempat bahkan merosot mundur adalah guru-guru di Indonesia belum sejahtera terutama secara finansial. Guru itu bekerja dengan olah pikiran, olah jasmani, dan olah rasa, sehingga rasa lelahnya guru itu berbeda. Guru juga dikenal memiliki rasa empati yang tinggi, bahkan banyak guru yang rela menyumbangkan apa yang dimilikinya untuk muridnya yang kurang mampu. Intinya kesejahteraan guru juga dapat ditularkan kepada peserta didik dan lingkungannya, oleh karena itu kesejahteraan guru adalah yang utama.

Bagikan :