"Perubahan adalah hukum kehidupan, mereka yang hanya melihat ke masa lalu atau masa kini pasti akan kehilangan masa depan." ~ John F. Kennedy
Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan bagian intergral pelaksanaan birokrasi pemerintahan yang menyelenggarakan pelayanan publik dalam taraf profesional dan berkualitas. Dalam rangka memanifestasikan cita-cita bangsa dan mewujudkan tujuan negara, diperlukan pondasi ASN yang berintegritas, profesional, netral (bebas intervensi politik), serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Setidaknya terdapat 3 (tiga) fungsi penting pegawai ASN yaitu sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik, serta perekat dan pemersatu bangsa. Mengingat begitu signifikannya peran dan fungsi ASN, diperlukan individu dengan karakteristik yang resilien serta sanggup beradaptasi terhadap perubahan.
Berdamai dengan Perubahan
Perubahan merupakan sebuah keniscayaan, konsep tersebut bersifat final sejalan dengan karakter dinamis dari segala sesuatu di dunia ini, termasuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Terdapat berbagai teori sosial yang mencoba menjelaskan perubahan dengan mengusulkan aspek yang berbeda. Teori Evolusi Sosial misalnya, menganggap bahwa perubahan sosial adalah proses evolusi yang terjadi secara bertahap dan berkelanjutan. Teori ini menjelaskan proses masyarakat yang berkembang dari tahap sederhana menuju tahap yang lebih kompleks. Di lain sisi, Teori Konflik mengusung pendapat bahwa perubahan sosial yang terjadi diakibatkan oleh konflik antara kelompok sosial yang berbeda dalam masyarakat. Perubahan sosial dalam kehidupan bernegara nyatanya tidak dapat terelakkan mengingat negara merupakan struktur sosial yang kompleks dan rumit.
Salah satu bentuk perubahan nyata dalam dinamika pengelolaan negara yang santer saat ini adalah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Inpres tersebut adalah bentuk kebijakan yang dicetuskan oleh pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan anggaran negara. Inpres tersebut turut menginstruksikan kepada jajaran Menteri Kabinet, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Negara, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota untuk melaksanakan tinjauan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing. Tujuan utamanya adalah memastikan bahwa anggaran belanja pusat dan daerah dikelola lebih efisien demi mengurangi pemborosan dan meningkatkan efektivitas penggunaan dana publik.
Secara psikologis, manusia cenderung menolak perubahan karena asumsi sebagai sesuatu yang mengancam stabilitas, kenyamanan, maupun kebiasaan yang sudah terbentuk. Perubahan seringkali dibarengi dengan rasa takut akan kehilangan kesetimbangan dan keamanan. Ketidakpastian menimbulkan kecemasan terhadap masa depan. Perubahan seringkali dikaitkan dengan zona nyaman. Manusia terkondisi bersama dengan rutinitas pola yang telah dipahami. Perubahan memaksa individu untuk keluar dari comfort zone yang dapat memicu resistensi. Begitu pula dengan ASN yang menghadapi tantangan efisiensi dimana perubahan memicu timbulnya rasa gangguan.
Pada Kementerian dan Lembaga, pemangkasan anggaran mencakup jumlah yang signifikan. Imbasnya adalah program-program yang telah disusun terancam dibatalkan dan ditunda akibat ketidaktersediaan anggaran. Pemangkasan juga berdampak terhadap pengurangan penggunaan listrik, air, dan fasilitas operasional lainnya untuk menghemat biaya. Hal tersebut berimplikasi terhadap penurunan motivasi kerja ASN dan mempengaruhi kualitas pelayanan yang diberikan. Meskipun demikian, sebagai pelayan publik yang profesional, penyelenggaraan layanan tetap harus diupayakan dengan optimal. Seperti pepatah yang dicetuskan oleh Napoleon Hill “Mereka yang mengerjakan lebih dari apa yang dibayar, maka pada suatu saat akan dibayar lebih dari apa yang mereka kerjakan”. Terang sekali bahwa mengharapkan imbalan yang setimpal dalam bekerja merupakan sesuatu yang lazim, namun yang harus disadari adalah sumber penghasilan terkadang tidak hanya berbentuk materi.
Tantangan Membimbing ditengah Gempuran Efisiensi
Dampak efisiensi anggaran turut dirasakan Pembimbing Kemasyarakatan, salah satu aparat penegak hukum (APH) yang bernaung dibawah kantor unit pelaksana teknis Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan Republik Indonesia. Pembimbing Kemasyarakatan memainkan peran dalam melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan terhadap mantan narapidana dalam menjalani program reintegrasi sosial. Selain itu, pada penanganan kasus tindak pidana anak dibawah umur, Pembimbing Kemasyarakatan menjalankan tanggung jawab mulai dari hulu hingga hilir sistem peradilan pidana. Pembimbing Kemasyarakatan hadir mulai dari tahap pra-ajudikasi, ajudikasi, hingga pasca-ajudikasi. Pembimbing Kemasyarakatan bertandang di dalam maupun di luar proses persidangan. Lebih jauh lagi, apabila seorang terpidana telah mendapatkan vonis yang bersifat inkracht, seorang Pembimbing Kemasyarakatan berperan melakukan intervensi dalam program pembinaan di dalam Lembaga Pemasyarakatan dan juga bertanggung jawab terhadap program pembimbingan dan pengawasan pada tahap reintegrasi sosial hingga kembali kepada masyarakat.
Gempuran efisiensi menjadi tantangan tersendiri bagi seorang Pembimbing Kemasyarakatan. Secara ideal, jumlah Bapas yang seharusnya ada di seluruh Indonesia adalah 505 unit kerja (Simatupang, 2021). Akan tetapi, hingga saat ini jumlah Bapas hanya mencapai 93 unit kerja sehingga masih dibutuhkan 412 Bapas baru. Kondisi ini cukup untuk menggambarkan betapa kurangnya secara kuantitatif serta betapa luasnya cakupan wilayah kerja seorang Pembimbing Kemasyarakatan. Efisiensi anggaran yang menghapuskan perjalanan dinas seorang Pembimbing Kemasyarakatan turut menjadi kendala untuk melaksanakan program pengawasan dan pembimbingan yang berkualitas.
Meskipun demikian, sudah seharusnya Pembimbing Kemasyarakatan adaptif terhadap perubahan. Pemanfaatan teknologi digital yang masif menjadi salah satu alternatif solusi dalam pelaksanaan pengawasan dan pembimbingan secara efektif dan efisien. Perkembangan teknologi juga menjadi peluang bagi pembimbing kemasyarakatan untuk memberdayakan mantan narapidana. Penyaluran informasi pelatihan kerja serta pemanfaatan teknologi digital bagi mereka untuk menjadi sumber penghasilan merupakan salah satu resolusi dalam mengupayakan hidup, penghidupan, dan kehidupan yang layak.
Pembimbingan kemasyarakatan memiliki misi yang mulia yaitu memberikan bekal dalam meningkatkan kualitas mental dan spiritual, intelektual, keterampilan, dan kemandirian bagi mantan narapidana. Niat baik seorang Pembimbing Kemasyarakatan dalam membimbing dan membantu mantan narapidana tidak jarang berubah manis. Narapidana berada dalam keadaan yang sulit. Ketika Pembimbing Kemasyarakatan menjadi secercah harapan untuk memperbaiki kehidupan, pada saat kesuksesan datang, Pembimbing Kemasyarakatan turut menjadi daftar pihak yang terpatri bagi mereka.
Dampaknya adalah ketika mantan narapidana mumpuni dalam berwirausaha misalnya, tidak jarang pembimbing kemasyarakatan turut diajak untuk bekerja sama sebagai partner usaha. Selain menambah rekan bisnis, pembimbing kemasyarakatan juga berpotensi mendapatkan keluarga baru. Pada saat mengedepankan pembinaan hubungan baik dengan mantan narapidana, Pembimbing Kemasyarakatan memiliki banyak opsi untuk dikunjungi. Pada saat perjalanan dinas menuju daerah yang jauh, menjadi tidak sulit untuk mendapatkan sekedar tempat bernaung maupun menginap. Itulah yang dimaksud dengan sosial kapital. Penghasilan dapat berbentuk apa saja, termasuk karma baik yang datang karena berniat membantu mantan narapidana memperbaiki kehidupannya. Ketika membimbing menggunakan nurani, maka efisiensi bukan lagi hambatan.
DAFTAR PUSTAKA
Simatupang, Taufik H. 2021. Pembimbing Kemasyarakatan Sangat Penting Dalam Mendukung Revitalisasi Penyelenggaraan Pemasyarakatan. [internet]. Tersedia pada https://www.balitbangham.go.id/detailpost/pembimbing-kemasyarakatan-sangat-penting-dalam-mendukung-revitalisasi-penyelenggaraan-pemasyarakatan