Membangun Manusia Seutuhnya Menuju Indonesia Bebas Korupsi

Gambar sampul Membangun Manusia Seutuhnya Menuju Indonesia Bebas Korupsi

Membangun Manusia Seutuhnya Menuju Indonesia Bebas Korupsi

 

Oleh: Prasetya Utama

 

Prasetya Utama (Widyaiswara BPSDMD Provinsi NTB/FORUM PAKSI NTB)

 

 

 

"Korupsi adalah musuh bersama yang harus diberantas, karena akan menghancurkan bangsa ini dari dalam," ujar Bung Hatta puluhan tahun lalu. Ironisnya, peringatan itu justru semakin nyata hari ini. Indonesia yang dianugerahi Allah kekayaan alam melimpah seperti hutan tropis, tambang emas, minyak, gas, hingga laut yang luas masih terjerat praktik korupsi yang akut. 

Alih-alih menjadi berkah, kekayaan itu kerap berubah menjadi musibah karena dikelola oleh tangan-tangan yang tidak amanah. Tak heran, Transparansi Internasional melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2024 menempatkan Indonesia hanya pada skor 37 dari 100 dan berada di peringkat 99 dari 180 negara. Meski ada kenaikan dari skor 34 pada 2023, posisi ini tetap mencerminkan betapa korupsi masih mengakar dalam sistem dan budaya bangsa. Bahkan, hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang dirilis KPK menunjukkan skor 71,53, masih berada dalam kategori rentan.

Beginilah ironi bangsa  yang mampu mencetak orang-orang pintar, tetapi belum mampu melahirkan pribadi berintegritas. Banyak pejabat dan pemimpin kita yang unggul secara akademik, tetapi rapuh dalam moralitas. Karena itu, perang melawan korupsi tidak cukup hanya dengan penegakan hukum dan perbaikan sistem. Solusi yang lebih mendasar adalah membangun manusia seutuhnya, yaitu jasmani yang sehat, akal yang cerdas, dan ruhani yang jernih. Hanya dengan keseimbangan itu, bangsa ini dapat keluar dari jerat korupsi dan benar-benar berdiri tegak sebagai bangsa yang bermartabat.

Hanya dengan cara inilah bangsa ini bisa keluar dari jerat korupsi, menjadikan kekayaan alam sebagai berkah, dan benar-benar berdiri tegak sebagai bangsa yang bermartabat dan sejahtera.

Luka Korupsi bagi Bangsa

Korupsi memberi luka mendalam pada kehidupan ekonomi, politik, dan sosial bangsa. Dari sisi ekonomi, korupsi membuat alokasi sumber daya menjadi tidak efisien dan menghambat pertumbuhan yang berkelanjutan. Mekanisme pasar yang seharusnya sehat terganggu oleh distorsi, sehingga distribusi kekayaan dan peluang bisnis menjadi timpang. Contohnya bisa dilihat dari skandal Pertamina Patra Niaga (2018–2023) yang melibatkan penggelapan dan manipulasi harga dalam tata kelola impor, dengan kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun. 

Angka itu mungkin terdengar abstrak, tetapi bila dikonversi ke kebutuhan masyarakat, nilainya sungguh mencengangkan. Dengan dana sebesar itu, negara bisa membangun lebih dari 190 ribu ruang kelas baru di sekolah-sekolah pelosok, memperbaiki ribuan puskesmas yang rusak, atau membangun jaringan air bersih di desa-desa yang hingga kini masih kesulitan mengaksesnya. 

Bahkan, dalam dua dekade terakhir, praktik korupsi di BUMN menimbulkan kerugian gabungan hingga Rp 285 triliun. Bayangkan, uang sebesar itu seharusnya bisa membangun sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur publik yang dibutuhkan masyarakat.

Dampak politik tak kalah serius. Korupsi menggerus legitimasi pemerintah dan memperlemah institusi demokrasi. Kepercayaan publik menurun, ketidakpuasan politik meningkat, hingga memicu polarisasi dan ketidakstabilan. Seperti dicatat oleh Treisman (2000), korupsi dapat menghambat proses pembangunan institusi demokratis yang kuat dan transparan.

Dalam ranah sosial, korupsi memperparah ketimpangan. Masyarakat miskin dan rentan sering menjadi korban karena akses mereka terhadap layanan publik dan peluang ekonomi tersumbat oleh praktik curang. Akhirnya, korupsi bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merampas hak-hak dasar masyarakat kecil.

Tiga Pilar Integritas

Manusia pada dasarnya dianugerahi 3 (tiga) potensi utama yang menjadi fondasi kehidupannya: jasmani, akal, dan ruhani. Jasmani membutuhkan gizi dan kesehatan agar tubuh kuat menopang aktivitas sehari-hari. Akal memerlukan ilmu dan pendidikan untuk mengasah kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan mengarahkan langkah hidup. Sementara itu, ruhani butuh asupan nilai moral dan spiritual dari Allah SWT agar hati tetap jernih, perilaku terjaga, dan hidup senantiasa berada pada jalan kebaikan. 

Ketiga potensi ini tidak boleh berjalan sendiri-sendiri. Jasmani tanpa ruhani hanya melahirkan kekuatan tanpa arah, akal tanpa hati bisa menjelma kecerdasan yang merusak, dan ruhani tanpa pengetahuan bisa menjadi kesalehan pasif. Hanya dengan menyeimbangkan ketiganya, manusia dapat tumbuh utuh, menjalani hidup sesuai fitrah, serta berkontribusi nyata bagi kebaikan diri, masyarakat, dan bangsanya.

Ketiganya harus seimbang. Jika hanya otak yang diasah tanpa hati, manusia bisa menjadi “perusak negeri yang pintar”. Itulah wajah banyak koruptor kita: cerdas secara akademis, tetapi miskin nurani.

Sebaliknya, orang yang kenyang ruhani meski miskin secara jasmani, tidak akan mudah tergoda mencuri atau korupsi. Karena hatinya penuh nilai kebaikan. Inilah pentingnya membangun manusia seutuhnya agar bangsa ini tidak melahirkan generasi pintar yang culas.

Pendidikan adalah Investasi Jangka Panjang

Pendidikan adalah jalan panjang untuk membangun integritas. Pendidikan tidak boleh dimaknai sempit hanya sebagai transfer pengetahuan, tetapi sebagai proses pembentukan karakter. Sayangnya, sekolah dan kampus hari ini masih lebih banyak menekankan kecerdasan kognitif dibandingkan penanaman kejujuran dan tanggung jawab. Akibatnya, lahirlah generasi yang pintar memanipulasi data, lihai mencari celah hukum, tetapi rapuh dalam integritas.

Korupsi yang sudah mengakar tidak cukup diberantas hanya dengan operasi tangkap tangan. Upaya itu penting, tetapi sifatnya represif. Solusi mendasar justru terletak pada pendidikan sebagai investasi jangka panjang. Pendidikan yang utuh berarti membangun manusia seutuhnya secara berkelanjutan yaitu, menyeimbangkan jasmani, akal, dan ruhani dengan tetap berorientasi pada nilai-nilai ketuhanan. Tujuannya bukan hanya menghasilkan individu yang cerdas, tetapi juga berkarakter kuat demi kemaslahatan Bangsa. Melalui proses belajar yang demikian, nilai kejujuran, tanggung jawab, dan amanah dapat ditanamkan sejak dini.

Penelitian Safrur Riza dan Barrulwalidin (2024) menegaskan bahwa pendidikan Islam, dengan kekuatan nilai moralnya, mampu menjadi benteng integritas generasi muda. Anak-anak yang dibiasakan dengan budaya transparansi dan anti suap sejak sekolah akan tumbuh dengan kepekaan moral yang lebih kuat ketika dewasa dan memegang jabatan publik.

Pendidikan anti korupsi yang terintegrasi dalam kurikulum adalah bentuk investasi sosial yang hasilnya mungkin tidak instan, tetapi akan nyata dalam beberapa dekade mendatang. Generasi berintegritas akan lebih sulit tergoda oleh praktik koruptif, sehingga pembangunan bangsa dapat berlangsung berkelanjutan. Di sinilah letak peran pendidikan sebagai pondasi, bukan sekadar mencetak sumberdaya manusia, melainkan membentuk manusia seutuhnya, yaitu dengan akal sehat, moralitas, dan spiritualitas. Tanpa investasi serius pada pendidikan integritas, pemberantasan korupsi hanya akan menjadi lingkaran yang berulang.

Integritas adalah Gerakan Moral

Membangun manusia seutuhnya memang bukan pekerjaan yang selesai dalam satu-dua tahun, tetapi terus menerus dan berkelanjutan. Ia adalah proses panjang yang membutuhkan konsistensi pendidikan, keteladanan nyata, serta keberanian untuk memutus rantai kompromi kecil yang sering dianggap wajar. Korupsi hanya akan tumbuh subur jika setiap individu terus menormalisasi praktik curang dalam keseharian. Karena itu, perang melawan korupsi sesungguhnya adalah gerakan moral, perjuangan kolektif untuk menjaga martabat bangsa.

Indonesia bebas korupsi bukanlah mimpi. Harapan tersebut bisa menjadi kenyataan jika setiap anak dididik dengan kejujuran, setiap pejabat memberi teladan, dan setiap warga berani menolak praktik kotor sekecil apa pun. Dengan menyeimbangkan jasmani, akal, dan ruhani, kita melahirkan manusia yang utuh yaitu, sehat, cerdas, dan bermoral. Dan dengan menanamkan integritas melalui pendidikan, kita sedang menyiapkan generasi yang lebih kuat dari godaan korupsi. Dari sinilah jalan panjang menuju Indonesia yang adil, bermartabat, dan benar-benar merdeka akan terbuka lebar.

#aksaraAbdimuda

 

Bagikan :
Tag :
-