Rencana Pembatasan Jumlah Pengunjung akan tetap mengedepankan aspek keamanan, kenyamanan, aktivitas keagamaan, edukasi, konservasi, dan pelibatan masyarakat. Upaya tersebut merupakan salah satu langkah untuk melestarikan Candi Borobudur sekaligus mendorong kesejahteraan bagi masyarakat di sekitar Kawasan Borobudur.
Candi Borobudur merupakan cagar budaya Indonesia yang telah ditetapkan sebagai situs Warisan Budaya Dunia oleh UNESO pada tahun 1991. Dalam penetapan Candi Borobudur menjadi Warisan Dunia, Candi Pawon dan Candi Mendut juga termasuk dalam penetapan karena dianggap memenuhi kriteria Nilai Universal Luar Biasa. Dibangun pada abad ke-8 dan 9 oleh Dinasti Syailendra, kompleks percandian ini merepresentasikan kemegahan tinggalan dinasti tersebut yang berkuasa di Jawa sampai dengan abad ke-10. Candi Borobudur juga menjadi salah satu monumen Buddha terbesar yang ada di dunia. Secara keseluruhan, Candi Borobudur memiliki 1.460 panel relief dan 504 stupa.
Dalam rangka melestarikan Candi Borobudur, Pemerintah Indonesia juga menetapkan kawasan tersebut sebagai Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) dengan tetap mengedepankan prinsip konservasi dan pembangunan berkelanjutan yang sejalan dengan upaya memadukan atraksi dengan destinasi. Selain itu, pelestarian Kawasan Borobudur juga menggunakan falsafah Memayu Hayuning Bawono sebagai landasan guna mengimplementasikan ilmu lingkungan hidup untuk menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan.
Dalam hal pariwisata, Indonesia mengalami peningkatan pembangunan pariwisata sebesar 3,4% dan perbaikan peringkat dari 42 menjadi 32 berdasarkan Travel and Tourism Development Index (TTDI) tahun 2021. Salah satu peningkatan signifikan terdapat pada pilar Sumber Daya Kebudayaan (Cultural Resources) yang menjelaskan peningkatan promosi, pelindungan, dan pengembangan kebudayaan. Peningkatan dan perbaikan dimaksud merupakan hasil dari kebijakan yang fokus pada pasar domestik melalui peningkatan kualitas infrastruktur pendukung dan pergeseran program dari pariwisata yang berkuantitas (quantity tourism) menjadi pariwisata yang berkualitas (quality tourism).
Sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia yang ada di Indonesia, Kawasan Borobudur berupaya menerapkan manajemen Warisan Budaya Indonesia yang menggunakan Prinsip Konservasi, Pendekatan Masyarakat dan Lingkungan, serta Investasi dan Keuntungan Ekonomi. Prinsip Konservasi dilakukan melalui Pembangunan Pusat Studi, Pelindungan Aset Warisan Budaya, Dukungan Pemeliharaan dan Manajemen Konservasi, dan Pembangunan Kampung Seni. Sementara Pendekatan Masyarakat dan Lingkungan dilakukan melalui Pemberdayaan UMKM, Pembangunan Penginapan, Pelatihan Pemandu Wisata, Penerapan Konsep Lingkungan Hijau, dan Penerapan Manajemen Pengolahan Sampah. Prinsip Konservasi dengan Pendekatan Masyarakat dan Lingkungan akan menghasilkan keuntungan ekonomi dan investasi melalui kegiatan pameran, pertemuan, dan pertunjukan berskala nasional maupun internasional.
Namun demikian, permasalahan utama pada pengembangan DPSP Borobudur adalah pembangunan kawasan Zona 2 sebagai Zona Penyangga (Zona Taman Arkeologi). Zona tersebut merupakan kawasan penting dengan luas 0,87 km² untuk melindungi properti warisan dunia, mempertahankan Nilai Universal Luar Biasa, dan memecah kepadatan pengunjung. Terkait dengan permasalahan tersebut, terdapat tiga isu yang harus diselesaikan, yaitu pengembalian fungsi Zona 2 sesuai dengan Integrated Tourism Master Plan (ITMP), penataan lahan parkir dan pedagang, serta pembatasan jumlah pengunjung.
Disamping penataan dan pembatasan pengunjung, terdapat pula isu mengenai pengelolaan penginapan (Homestay) dan Usaha Pariwisata lain di sekitar Borobudur. Peningkatan kualitas rumah melalui Homestay dan Usaha Pariwisata lain telah dilakukan dengan jumlah 362 Homestay dan 20 Usaha Pariwisata yang tersebar di 15 Desa dan 2 Kecamatan. Upaya tersebut beriringan dengan peningkatan kapasitas SDM yang mengelola Homestay, pembuatan aplikasi yang terintegrasi guna memudahkan pemasaran, dan pembentukan paguyuban pengelola Homestay.
Pada akhirnya, pengembangan pariwisata berkelanjutan perlu mempertimbangkan aspek pelestarian yang mencakup pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan. Keseimbangan antara pelestarian cagar budaya dan nilai universal luar biasa dengan pengembangan pariwisata Kawasan Borobudur akan menjaga keberlanjutan Warisan Budaya Dunia tersebut sekaligus menstimulus peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar Kawasan Borobudur.