Perjalanan Karir dan Keluarga
Di balik anak hebat, ada doa ibu yang kuat. Kalimat itu mengingatkan saya pada kejadian beberapa tahun silam. Singkat cerita, saya anak laki-laki tertua di silsilah keluarga. Semenjak masuk bangku SMP sudah berpisah dengan orang tua dan diasuh oleh nenek.
Menginjakkan kaki di bangku SMP kelas 2, takdir Allah berkata lain. Bapak yang menjadi tulang punggung keluarga menghadap sang pencipta. Saat itu, keluarga benar-benar terpukul, mengingat ibu kami harus menjadi figure sebagai ayah dan tulang punggung bagi tujuh anaknya.
Meski ibu seorang singleparent, beliau mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga sarjana. Sejak bangku SMP sudah berpisah hingga merantau melanjutkan pendidikan tinggi. Alhamdulillah, tahun 2016 saya lulus kuliah dan tidak berselang lama diterima bekerja di salah satu perusahaan pelayaran terbesar di Indonesia. Jarak semakin tak terukur ketika saya mulai memasuki fase baru di dunia kerja dan melanjutkan perantauan di pulau Jawa.
Selama 3 tahun bekerja di Surabaya, terpisah jarak dengan keluarga terutama ibu. Meski Sulawesi dan Jawa masih dalam jangkauan negara yang sama, namun rasanya itu terlalu jauh, apalagi saya dan ibu sangat jarang bertemu dari usia SMP. Prinsip saya saat itu, saya harus menjadi contoh bagi saudara saya yang lainnya. Sebagai anak lelaki tertua itu tidak mudah. Ada sejuta beban di pundak yang harus di pikul.
Selama bekerja di perantauan, saya memastikan kebutuhan bulanan keluarga terutama ibu bisa terpenuhi. Tahun ketiga bekerja di perusahaan pelayaran, saya mendapat promosi ke level manajerial. Bersyukur pastinya. Namun baru beberapa bulan menikmati jabatan itu, ujian datang silih berganti.
Satu moment yang membuat hati gelisah ketika mendengar ibu terbaring sakit di kampung halaman. Berkali-kali ibu memberikan sinyal untuk pulang, namun saat itu saya masih memilih bertahan, satu alasan karena gaji yang cukup besar di tempat kerja. Lagi-lagi, saya adalah tulang punggung keluarga, tentu penghasilan menjadi pertimbangan untuk pulang ke kampung halaman.
Tak terasa 3 tahun sudah mengabdikan diri di perusahaan pelayaran dengan gaji 2 digit. Kondisi batin semakin tidak karuan, di satu sisi harus fokus dengan karir, di sisi lain ada ibu yang memendam rindu pada anaknya.
Sedih dan dilema menjadi satu. Hingga akhirnya, setelah 3 tahun mengarungi bahtera karir di perantauan, akhirnya saya memutuskan untuk resign dan kembali ke kampung halaman. Beberapa bulan bersama ibu dan keluarga di kampung sembari mencari kerjaan yang dekat dengan jangkauan keluarga. Alhamdulillah diterima di perusahaan tambang, namun kembali saya harus berpisah dengan ibu setelah beberapa bulan kerja mendapatkan mutasi di luar provinsi.
Lagi dan lagi saya berpisah dengan ibu. Melihat kondisi mama yang semakin menua, saudara-saudara yang lain sudah berkeluarga dan berpisah rumah, tentu berat hati untuk menerima penugasan mutasi. Namun saya harus mengambil keputusan, ada orang tua yang harus saya nafkahi, ada mimpi yang harus saya wujudkan.
Belum genap 2 tahun bekerja di perusahaan tambang, saya pun kembali memutuskan untuk resign. Hanya karena satu alasan, ibu, ibu dan ibu. Makin bertambahnya usia, saya makin sadar bahwa uang adalah segalanya namun kebahagiaan seorang ibu tidak bisa dinilai dengan uang.
Perjuangan Meraih NIP PNS
Setelah resign dari perusahaan pelayaran dan tambang, saya mecoba peruntungan pada seleksi CPNS 2020. Tidak pernah terlintas difikiran untuk bekerja di birokrasi. Dari awal lulus kuliah tidak sedikitpun terbesik dalam diri untuk menjadi PNS. Bukan tanpa alasan, menjadi abdi negara bukan bagian dari mimpi dan cita-cita saya. Namun, karena kondisi keluarga dan peluang karir di kampung yang terbuka saat itu ialah mengikuti seleksi CPNS.
Saya paham betul, gaji PNS hitam di atas putih sudah jelas. Berbeda dengan perusahaan sebelumnya yang memberikan benefit lebih soal gaji. Tidak bermaksud membandingkan, namun saya berfikir realistis saat itu.
Kurang lebih 2 bulan sebelum resign di tempat kerja sebelumnya, saya sudah mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi CPNS. Hal pertama yang saya lakukan saat itu adalah memantapkan niat. Saya paham betul menjadi PNS bukan impian, namun saya berusaha memotivasi diri untuk mencoba jalan yang awalnya sama sekali tidak saya inginkan. Sekali lagi, keputusan berat karena bukan passion saya.
Ibu, yang saya panggil dengan sebutan mama, sangat mendukung niat saya untuk mendaftar CPNS di kampung halaman. Saya terus berusaha membangun niat, belajar lebih giat dan terus melangitkan doa. “Jika memang ini yang terbaik bagi saya, tolong kabulkan”, pintah saya dalam setiap doa.
Sekitar 4 bulan persiapan, akhirnya pendaftaran CPNS dibuka. Singkat cerita seleksi CPNS 2020 merupakan pengalaman pertama saya. Tahap demi tahap berhasil dilalui. Setelah pengumuman SKD, niat dan motivasi belajar saya semakin menggebu. Formasi yang menjadi pilihan saat itu adalah analis program diklat di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Luwu Timur. Hanya akan ada satu peserta yang berhak mengisi formasi tersebut. Dan alhamdulilah, dengan niat, usaha dan doa serta dukungan orang tua, saya berhasil menjadi satu orang yang mengisi formasi tersebut.
Ucapan dan doa ibu itu nyata! Betapa Bahagia mama mendengar kabar ini, apalagi bisa bekerja di kampung sendiri. Finally, desember 2020 menjadi TMT CPNS. Saya bersyukur meskipun karir harus dimulai dari nol lagi. Tak terasa sudah 3 tahun bekerja sebagai abdi negara. Bekerja dibirokrasi bagi saya adalah suatu tantangan, karena culture dan goals dengan lingkungan kerja sebelumnya sangat berbeda. Jika di perusahaan berorientasi pada profit, sementara di birokrasi berorientasi pada pengabdian. Semoga bisa amanah dan menjadi tabungan kebaikan di hari esok.
Lanjutkan Pengabdian dengan Versi yang Lebih Baik
Meski awalnya menjadi PNS bukan passion, namun saya berusaha keluar dari zona nyaman. Satu pelajaran berharga dari perjalanan karir, saya semakin percaya bahwa jika kita berkorban dalam hal apapun itu untuk orang tua terutama ibu, Tuhan akan membalas dengan cara yang tak terduga. Saya pun merasa bersyukur bisa bekerja di kampung halaman sendiri. Mengabdi pada negara dan juga mengabdi pada orang tua.
3 tahun bekerja, saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan magister. Alhamduillah, saya berkesempatan untuk kuliah di dalam dan luar negeri dengan full beasiswa dari pemerintah. Yah, beasiswa LPDP. Akhir tahun 2023 saya dinyatakan lulus beasiswa LPDP jalur targeted PNS/TNI/Polri. Saya memutuskan untuk kuliah dalam negeri agar tiap bulan bisa balik ke rumah orang tua. Suatu kesyukuran dan kebanggaan bisa kembali sekolah dengan gratis. Gaji PNS jalan, dapat pula uang bulanan dari LPDP. Hehehe
Sangat bersyukur dengan kondisi sekarang. Ada hikmah yang Tuhan berikan dibalik setiap keputusan. Ada begitu banyak pelajaran berharga saya dapatkan yang tidak bisa diukur dengan rupiah. Satu yang pasti, saya bisa membersamai mama saya di hari tuanya. Insya Allah saya ikhlas dan menikmati karena Tuhan adalah sebaik-baik perencana.
Disclamier!!! Core dari cerita perjalanan ini tidak bermaksud untuk menyombongkan diri. Segala hal baik dalam cerita perjalanan karir saya bisa diambil hikmahnya. Lewat tulisan ini saya bisa sharing pengalaman ke pembaca. “Jangan pernah membatasi diri untuk meraih mimpi, karena sejatinya kita punya kesempatan yang sama untuk mengupgrade diri dengan versi yang lebih baik lagi”, Akbar Tanjung.