Kita pasti mengingat momen pengucapan Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri). Pengucapan tersebut merupakan pernyataan dan janji secara sadar, ikhlas, dan penuh tanggung jawab kepada diri sendiri. Oleh karena itu, anggota Korpri dapat dipercaya untuk memikul tugas atau jabatan pemerintahan.
Salah satu janji dalam Panca Prasetya Korpri yaitu Setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Setia merupakan sikap batin. Dengan demikian setia dan taat kepada Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan sikap batin anggota Korpri dan kesanggupannya mewujudkan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Pada umumnya kesetiaan timbul dari pengetahuan dan pemahaman atas keyakinan yang mendalam terhadap sesuatu.
Salah satu bentuk Setia yaitu sikap loyalitas kepada Pimpinan, yang dalam hal ini tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Berdasarkan KBBI, Loyalitas adalah Kepatuhan, Kesetiaan. Sudah sepatutnya kita sebagai seorang ASN memegang teguh sikap setia kepada pimpinan. Namun, seiring waktu sikap tersebut mulai tergerus, termakan oleh waktu dan prinsip yang mengatasnamakan kritis dan apatis.
Berpikir kritis bukanlah kesalahan, justru hal tersebut sangat dibutuhkan untuk kemajuan organisasi. Namun, terkadang buah pikir kita tersebut menjadikan kita seolah menentang pimpinan. Tugas kita hanyalah sebatas memberikan saran. Karena seorang pimpinan tentu memiliki helicopter view. Ia dapat melihat permasalahan dari berbagai sisi dan sudut pandang, yang tentunya hal itu merupakan keterbatasan seorang staf. Untuk itu, tidak selayaknya seorang staf memaksakan kehendaknya kepada pimpinan, terlebih lagi bersikap menentang.
Roda itu berputar. Ada kalanya kita berada di atas dalam hal ini menjadi seorang pimpinan, dan ada kalanya kita di bawah atau menjadi seorang staf. Jika menilik dari sudut pandang pimpinan, tentunya seorang pimpinan ingin selalu didukung oleh stafnya. Kita dapat mencoba untuk tepo seliro, memosisikan diri sebagai seorang pimpinan. Bagaimana jika kita tidak didukung oleh staf, bahkan staf menentang kita. Tentu kita merasa kecewa dan kesulitan untuk memajukan organisasi.
Sebagai seorang yang bekerja di lingkup pimpinan, saya selalu melihat api semangat yang terus berkobar, serta sikap rela berkorban yang tiada pernah henti dari seorang pimpinan untuk organisasi dan stafnya. Terkadang begitu terenyuh kami melihat jerih payah seorang pimpinan. Melihatnya saja, mampu memberikan semangat kepada kami untuk tetap selalu mendukung dan memberikan yang terbaik.
Dalam suatu kesempatan, saya dan tim pernah berbuat kesalahan fatal. Saat itu marak dengan video conference. Tentunya kami belum begitu mahir menggunakan alat tersebut. Justru pada momen genting, kami melakukan kesalahan. Kami merasa kegiatan itu gagal karena kesalahan kami. Kami mengetahui raut wajah kecewa dan amarah beliau. Sungguh, selama acara tersebut berlangsung, bergerak saja kami tidak berani, kami sangat takut membayangkan setelah acara ini kami akan dihukum. Acara pun selesai, kami benar-benar pasrah. Pimpinan lalu menyapa kami, dengan tersenyum ia berkata, “mengapa tadi, ada kendala?” Kami terdiam seribu bahasa. “Tidak apa-apa, jika ada kendala, sampaikan ya”. Kami tahu, betapa sulitnya menahan amarah dan kecewa. Namun beliau memilih untuk menahan perasaannya itu dan bahkan beliau tersenyum, menampilkan sosok pimpinan yang bijaksana dan wibawa. Percayalah, saat memandang wajah teduh beliau, saya bertekad dalam hati, bahwa saya akan bekerja dengan lebih baik dan lebih baik lagi.
Pada suasana hari raya, saat tengah masuk ruangan dan melewati kami, pimpinan kami berhenti sejenak, lalu beliau meminta maaf kepada kami. Beliau menyampaikan bahwa segala pekerjaan tidak luput dari kesalahan, yang terpenting adalah kita berbuat yang terbaik. Kalimat sederhana namun memiliki makna yang besar bagi kami. Sekali lagi, itu membangkitkan semangat kami. Untuk terus mengabdi tanpa pahmrih dengan sepenuh hati.
Loyalitas adalah mahkota. Ia melambangkan sesuatu yang dihormati dan puncak penghormatan sesuatu yang agung. Semakin tinggi loyalitas yang ia miliki, maka semakin terhormatlah ia. Upaya dan kemampuan kita memang terbatas, namun kita bisa memberikan segenap loyalitas yang tiada berbatas, untuk mengabdi kepada bangsa dan Negara Republik Indonesia.