Loh, Masih Ada Transmigrasi?

Gambar sampul Loh, Masih Ada Transmigrasi?

Program Transmigrasi diharapkan berfokus pada penyelesaian masalah pertanahan dan sarana prasarana, pengembangan wilayah, percepatan pembangunan ekonomi di sejumlah kawasan, serta pemerataan kesejahteraan di semua daerah.

Pengumuman Kabinet oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada 20 Oktober silam menuai berbagai respon. Utamanya adalah jumlah kementerian yang semula 34 menjadi 48 kementerian. Dari banyaknya kementerian baru, terdapat nama Kementerian Transmigrasi, dengan Menterinya yaitu M. Iftitah Sulaiman Suryanagara dan Wakil Menteri dijabat oleh Viva Yoga Mauladi. Menjadi banyak pertanyaan publik, apa urgensi dibentuknya Kementerian Transmigrasi, terpisah dari Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal? Apakah masih ada penempatan transmigran? Apakah program transmigrasi masih relevan jaman sekarang?

Transmigrasi adalah salah satu bentuk perpindahan penduduk melalui intervensi pemerintah. Transmigrasi identik dengan perpindahan penduduk dengan membuka kawasan hutan untuk permukiman. Sejak awal terbentuknya program transmigrasi, yakni saat sebelum kemerdekaan Indonesia, sasaran utamanya yaitu untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di luar Pulau Jawa. Hingga medio tahun 90-an, transmigrasi masih menjadi program prioritas pemerintah dengan anggaran fantastis. Memasuki masa reformasi, ditambah desentralisasi pemerintahan lewat Otonomi Daerah, program transmigrasi pun mulai meredup dan tak lagi populer.

Dibentuknya kembali Kementerian Transmigrasi menjadi momentum untuk mengenalkan kembali program yang saat ini terkesan hidup segan mati tak mau. Bukan, bukan untuk menggalakkan lagi penempatan transmigran besar-besaran dari Pulau Jawa menuju luar Pulau Jawa. Melainkan momentum perbaikan, membangun awareness, menyelesaikan masalah, dan mengembangkan kawasan yang sudah ada.

Menyoal penempatan, Menteri Iftitah cukup baik dalam merespon dan memitigasi isu supaya tidak menjadi bola liar. Rapat antara Menko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan dengan Menteri Perumahan dan Menteri Transmigrasi mengenai pengembangan daerah otonomi baru yang salah satunya di Papua Pegunungan, direspon oleh masyarakat disana dengan nada penolakan. Mereka khawatir dengan keterlibatan Kementerian Transmigrasi, maka akan dilaksanakan pemindahan transmigran dari Pulau Jawa seperti dulu. Isu ini langsung direspon Iftitah saat Raker bersama Komisi V DPR RI. Beliau menegaskan tidak ada pemindahan transmigran dari luar Papua, dan lebih mengutamakan pengembangan kawasan transmigrasi yang ada di Papua Pegunungan. Jika pun ada perpindahan penduduk, transmigran yang didatangkan akan berasal dari Papua. Mekanisme semacam itu memang ada dalam transmigrasi, yang disebut transmigran penduduk setempat (TPS).

Permasalahan yang harus segera dituntaskan Kementerian Transmigrasi adalah terkait pertanahan. Beban SHM yang masih tersisa sebanyak 132.932 bidang. Kewenangan Kementerian sebanyak 43.053 bidang (32,39 %), pada lokasi transmigrasi yang sudah diserahkan dan sudah HPL sebanyak 33.293 bidang. Pada lokasi ransmigrasi yang masih dalam pembinaan dan sudah HPL sebanyak 4.724 bidang. Pada lokasi transmigrasi yang masih dalam pembinaan belum HPL yang masih difasilitasi penerbitan HPLnya sebanyak 5.036 bidang. Ini adalah hak transmigran yang dijanjikan bahkan sejak sebelum berangkat ke lokasi transmigrasi. Hal ini tentu harus menjadi concern segenap stakeholder di bidang transmigrasi, terlebih karena saat ini berdiri sebagai sebuah kementerian tersendiri, tidak terbagi dengan urusan lain.

Selain itu, lokasi-lokasi yang sudah dilakukan penempatan transmigran masih minim sarana dan prasarana pendukung sebuah kawasan. Pada Permendesa Nomor 25 Tahun 2016, sudah tertulis lengkap sarana dan prasarana apa saja yang harus ada untuk mendukung terbentuknya sebuah kawasan. Salah satu kendala ada di minimnya pembiayaan. Sekalipun Menteri Transmigrasi menyatakan jangan pernah mengeluh soal anggaran yang ada, tidak dapat dipungkiri ini juga mempengaruhi ruang gerak. Anggaran bidang transmigrasi dari tahun ke tahun yang terus menurun, menyebabkan stakeholder harus berhitung cermat, menyusun prioritas untuk dialokasikan kemana saja anggaran yang sedikit ini. Padahal, saat ini terdapat 619 kawasan transmigrasi di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, hanya 59 kawasan transmigrasi yang menjadi prioritas nasional, serta 100 kawasan transmigrasi prioritas kementerian.

Meski begitu, cita-cita pengembangan wilayah untuk pemerataan kesejahteraan melalui transmigrasi terlihat cerah. Urusan transmigrasi kini berada pada koordinasi Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan bersama Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, dan Kementerian Perhubungan. Berbeda saat 10 tahun terakhir ini, dimana urusan transmigrasi berada pada koordinasi Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, yang dapat diartikan berfokus pada pemberdayaan masyarakat transmigran. Kementerian Transmigrasi, karena tergabung dalam koordinasi Kemenko Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, diharapkan lebih leluasa memanfaatkan Perpres Nomor 50 Tahun 2018 tentang Koordinasi dan Integrasi Penyelenggaraan Transmigrasi. Pada Perpres ini, pengembangan kawasan transmigrasi dapat dilakukan secara lintas sektor, mengundang berbagai Kementerian/Lembaga untuk bersama-sama membangun dan mengembangkan kawasan transmigrasi demi percepatan pembangunan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.

#NulisSembariDinas

Bagikan :