Lilin Kecil Perubahan itu Bernama: Bagi Rapot (Rapor)

Gambar sampul Lilin Kecil Perubahan itu Bernama: Bagi Rapot (Rapor)

Lilin Kecil Perubahan itu bernama: Bagi Rapot (Rapor)

Oleh: Inni Indarpuri

 

Produk Unggulan vs Produk Gagal

Kita tidak bisa memilih, hanya mitra kerja yang berkemampuan tinggilah yang boleh berada dalam tim kerja kita. Kenyataannya, dalam sebuah tim kerja, ada saja ASN yang jauh dari ekspektasi pimpinan, sehingga memerlukan ekstra kesabaran menghadapinya. Yaitu saat berhadapan dengan ASN yang tidak adaptif, malas, tidak peduli dengan beban kerja organisasinya, menolak perubahan atau dengan kata lain ingin kerja sedikit, tetapi penghasilannya dikalkulasi sama dengan ASN lainnya.

Memangnya tipe ASN seperti yang disebutkan diatas itu masih ada? Di tengah gempuran tuntutan akuntabilitas kinerja (baik organisasi maupun individu) yang bertubi-tubi, dengan pembaharuan yang terus-terus, apakah masih ada? Jawabannya, ada. Apalagi jika dalam organisasi ukuran berkinerja masih dihitung secara tradisional, hanya berdasarkan presensi kehadiran, di mana e-kinerja/ SKP sekadar pajangan.

Paling utama dalam perjalanan sebuah organisasi adalah pola rekruitmen. Organisasi bisa mendapatkan sumber daya manusia unggul yang sesuai dengan kebutuhan organisasi jika rekrutmennya benar. Rekrutmen yang benar ini akan menghasilkan produk unggulan yang menjadi rebutan squad tim kerja.

Namun sayangnya, kita pernah berada pada masa di mana seleksi yang dilakukan tidak terukur, tanpa passing grade dengan standarnya yang jelas. Pengangkatan langsung alias pemutihan dengan CAT hanya formalitas (dengan alasan sudah bertahun-tahun sebagai tenaga honorer), menyisakan ASN dengan problem di atas. Meski tak ditampik, sebagian dari mereka memang pantas diangkat menjadi ASN, karena pengabdiannya telah teruji, handal dalam membantu kemajuan organisasi. Tapi sebagian lagi, bisa dianggap sebagai produk gagal.

Di masa lalu, dunia per-CPNS-an juga pernah mengalami masa moratorium penerimaan CPNS, yaitu pada tahun 2011-2012 dan tahun 2015- 2017 dengan tujuan penataan kebutuhan PNS dan evaluasi terhadap efektivitas jumlah dan kinerja PNS. Dengan tidak adanya “kompetitor” baru ASN dari fresh graduate dalam kurun waktu tersebut, menyebabkan ASN salah rekrut tadi, tetap punya lahan untuk bermain pada zona nyaman. Untunglah, masih ada pengadaan PNS melalui sekolah kedinasan. Tapi tidak semua SKPD mendapatkan “jatah” penempatan mereka.

Era Baru Manajemen Kinerja

Perbaikan manajemen kinerja dimulai dari Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2021 tentang Sistem Manajemen Kinerja Pegawai Negeri Sipil yang ditetapkan pada tanggal 17 Maret 2021 sebagai respons terhadap ketentuan Pasal 61 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja PNS.

Penyempurnaan kinerja pegawai terus berlanjut dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi  Nomor 6 Tahun 2022, penyusunan SKP berdasarkan Permenpan RB tersebut. Poin penting dalam Permenpan RB ini adalah transformasi perubahan struktur organisasi. Jika sebelumnya organisasi yang menaungi ASN merupakan organisasi tradisional dengan sistem top down organization, pada Permenpan RB Nomor 6 Tahun 2022, organisasi tersebut bertransformasi menjadi organisasi yang agile dan diharapkan mekanisme kerja agile mendukung pengelolaan kinerja ASN.

Kita tengah menunggu Peraturan Pelaksanaan pascaterbitnya UU tentang ASN Nomor 20 Tahun 2023, yang secara garis besar merujuk pada tujuh transformasi yang disebut pula sebagai agenda pilar bangunan reformasi birokrasi, yakni: 1) Transformasi Rekrutmen dan Jabatan; 2) Kemudahan Mobilitas Talenta Nasional; 3) Percepatan Pengembangan Kompetensi;  4) Penataan Tenaga Non-ASN; 5) Reformasi Pengelolaan Kinerja dan Kesejahteraan ASN; 6) Digitalisasi Manajemen ASN; 7) Penguatan Budaya Kerja dan Citra Institusi. 

Penataan Manajemen ASN pasca UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara merupakan era baru dalam penataan manajemen kinerja ASN. Penilaian kinerja pegawai kian tegas aturannya, tidak bisa ditawar-tawar. Kinerja akan digunakan untuk melihat manajemen talenta, pengembangkan karier, penghargaan serta sanksi. Bagi pemerintah yang tunjangannya masih dibayarkan seragam hanya berdasarkan kelas jabatan, tidak akan ada lagi. Tunjangan akan dikalkulasi berdasarkan pencapaian kinerja.

Lalu mau dikemanakan mereka yang masih enggan move on dari zona nyaman tersebut? Masihkah ada kesempatan bagi mereka untuk dipersiapkan menyambut tahun 2045 sebagai ASN berkelas dunia?

Awali dengan PK, akhiri dengan Bagi Rapot

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, patut dipahami bersama dan disepakati sebagai awal menetapkan perencanaan kinerja.

Perjanjian Kinerja merupakan dokumen kesepakatan antar pimpinan atau pimpinan yang lebih rendah dengan pimpinan di atasnya, berisi penugasan dari pimpinan instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja.

Di luar struktural, pada level pelaksana dapat menggunakan SKP sebagai dokumen kesepakatan antara pegawai dengan atasan langsung atas rencana kinerja yang akan dicapai.

Berdasarkan definisi tersebut perjanjian kinerja dibagi menjadi dua area, yakni kesepakatan pimpinan lebih rendah dengan pimpinan di atasnya melalui Perjanjian Kinerja dan kesepakatan pegawai dengan atasan langsungnya melalui dokumen SKP.

Namun Perjanjian Kinerja dapat diperluas praktik penyusunannya menyesuaikan kebutuhan internal organisasi. Seperti yang kami lakukan saat ini. Pada level pegawai (pelaksanan) dengan atasan langsung yang meskinya cukup dengan SKP, tetap dibuatkan Perjanjian Kinerjanya. Pada lampiran PK pun diisi dengan kebutuhan interen organisasi berupa target kinerja, yang tidak hanya terbatas pada target tahunan, tetapi juga target triwulan.

Perjanjian Kinerja ini kemudian diturunkan menjadi Indikator Kinerja Individu (IKI) yang pembagiannya memperhatikan dokumen Perencanaan Strategis, Rencana Kerja, SOTK dan Rencana Kerja Pimpinan, yang didialogkan melalui dialog kinerja. Tentu saja pembagian IKI tidak mengesampingkan kompetensi, keahlian, dan keterampilan yang dimiliki masing-masing pelaksana, termasuk prioritas dalam rangka pencapaian kinerja organisasi.  

Tidak ada alasan meniadakan dialog kinerja. Karena peran dialog kinerja ini sangat penting untuk menetapkan dan mengklarifikasi ekspektasi pimpinan terhadap peran pegawai dalam mendukung pencapaian kinerja organisasi.

Melalui dialog kinerja inilah akan diberikan feedback (umpan balik) terhadap hal-hal yang sudah baik atau hal-hal yang perlu diperbaiki pegawai. Kapanpun dibutuhkan, dialog kinerja dapat dilaksanakan, tidak menunggu setiap akhir tahun dan tidak harus formal.

 Kemudian seluruh dokumen tersebut, PK, IKI target tahunan, target triwulan hingga realisasinya,  dimasukan ke dalam file yang disebut Rapot (rapor). Organisasi kami menamakan Rapot ini sebagai Laporan Hasil Kinerja dan Evaluasi Periodik. Rapot ini fisiknya memang benar-benar ada, dan dibuat selayaknya buku rapot anak sekolah.

Hal ini sengaja dilakukan untuk mengingatkan, bahwa kinerja setiap individu akan dievaluasi melalui pembagian rapot. Dimasa lalu, saat sekolah dulu, kita sangat takut apabila mendapatkan nilai rapot merah. Dengan pembagian rapot, diharapkan bisa mensugesti pegawai untuk berkinerja sungguh-sungguh. Tentu saja agar tidak kaku, pembagian rapot bisa dilaksanakan di luar kantor, sambil berkegiatan outbound atau sesekali pada acara makan bersama.

Terpenting, mulai saat ini mari bertekad, tidak ada lagi stereotip  produk gagal, karena semua pegawai memiliki kemauan yang kuat dalam memperbaiki kinerjanya. Dimulai dengan menyusun Indikator kinerja dan memahami ukuran keberhasilan kinerja individu, yang mencerminkan ekspektasi pimpinan, kemudian berjibaku  dalam pencapaian kinerja organisasinya. Semoga bagi rapot,  merupakan langkah awal yang menuntun setiap individu ASN untuk produktif, menuju ASN unggul.

Pada akhirnya, pola pembinaan manajemen ASN yang selama ini berada pada konsep comfort zone (zona nyaman) bertransisi menjadi competitive zone (zona persaingan), mulai dari sistem rekrutmen hingga pengangkatan ke dalam jabatan sebagaimana salah satu transformasi  UU Nomor 20 Tahun 2023. Peraturan akuntabilitas kinerja yang terus menerus diperbaharui, menuntut kita untuk beradaptasi dan baur.

Kami berharap rapor penilaian kinerja, sebagai lilin kecil perubahan pada organisasi kami,  tidak hanya berada di atas kertas semata, bukan hanya sekadar formalitas. Melainkan sebuah living document yang mencatat profil kemajuan masing-masing pegawai pada organisasi kami. Bagi ASN berkinerja tinggi, kelak akan mendapatkan banyak kesempatan meningkatkan jejang kariernya.

Catatan :

Kata yang baku adalah rapor, bukan rapot. Rapor sendiri dimaknai sebagai laporan resmi yang diberikan kepada pihak yang wajib menerimanya.Dari segi kebahasaan, rapor merupakan kata serapan yang diambil dari bahasa Inggris. Asalnya dari kata report, yang berarti laporan. Untuk mendekatkan dengan masa lalu saat sekolah, organisasi kami masih menggunakan kata "rapot" agar lebih merasakan kedekatan dengan nilai yang wajib kita laporkan ke orang tua saat bagi rapot.

Bagikan :