Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah salah satu kawasan konservasi penting di Indonesia. Terletak di Jawa Barat, taman nasional ini memiliki keindahan alam yang luar biasa, keanekaragaman hayati yang tinggi, serta berperan penting dalam menjaga kualitas lingkungan hidup. Namun, belakangan ini, taman nasional ini menjadi saksi dari konflik pembangunan geothermal yang kompleks dan kontroversial.
Geothermal adalah sumber energi terbarukan yang penting dalam upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Potensi geothermal di Indonesia sangat besar, dan pemerintah berencana untuk mengembangkan potensi ini guna memenuhi kebutuhan energi negara. Salah satu lokasi yang ditargetkan adalah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Sumber daya panas bumi yang tersedia di wilayah PSPE Cipanas diperkirakan sebesar 85 MW, dengan rencana pengembangan proyek PLTP Cipanas yaitu sebesar 55 MW. PLTP Cipanas ditargetkan dapat beroperasi komersial pada tahun 2030. Dengan asumsi satu rumah terpasang listrik 900 watt, maka PLTP Cipanas 55 MW diperkirakan dapat menjadi sumber listrik bagi kurang lebih 61 ribu kepala keluarga.
Dalam konteks perubahan iklim global, mengembangkan sumber energi terbarukan menjadi sangat penting dan hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia untuk meningkatkan bauran energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23% yang ditargetkan tercapai pada 2025 dalam Kesepakatan Paris pada forum United Nations Framework Convention on Climate Change. Selain itu, pemanfaatan geothermal di dalam taman nasional diklaim dapat menciptakan lapangan kerja lokal, meningkatkan pendapatan daerah, dan mendorong pertumbuhan ekonomi regional.
Di sisi lain dengan hadirnya geothermal di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memiliki dampak buruk yang signifikan, hutan sebagai penyimpan karbon terbesar dan habitat bagi keanekaragaman hayati sehingga keberadaannya perlu dijaga dan dilestarikan. Taman nasional adalah area perlindungan alam yang memiliki nilai ekologis yang sangat tinggi, karena pada saat bersamaan, nilai ekonomi keanekaragaman hayati akan terus meningkat.seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, diyakini bahwa penemuan berbagai jenis keanekaragaman hayati baru dan kegunaannya akan terus terjadi. Pembangunan geothermal berpotensi merusak ekosistem yang rapuh dan mengancam keberlanjutan lingkungan hidup di sekitarnya. Selain itu, masih ada alternatif lain untuk mengembangkan energi geothermal tanpa harus berada di dalam taman nasional. Dengan teknologi yang semakin maju, ada peluang untuk memanfaatkan potensi sumber daya baru dan terbarukan di lokasi lain yang tidak berdampak pada kawasan konservasi, misalnya energi surya, bayu, hidro, bioenergi, dan juga laut.
Jika pembangunan dilakukan, kerugian dari aspek ekologi adalah terjadi kerusakan ekosistem, hilangnya habitat, penurunan populasi spesies langka. Selain itu, adanya infrastruktur dan kegiatan manusia yang terkait dengan proyek geothermal dapat mengganggu ekologi alamiah taman nasional. Sedangkan dalam aspek sosial kultural kerugian yang timbul adalah hilangnya mata pencaharian masyarakat yang selama ini masih bergantung pada kelestarian ekosistem Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.
Konflik pembangunan geothermal di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan isu yang kompleks dan memerlukan penilaian yang cermat. Pada akhirnya, berdasarkan alasan di atas pembangunan PLTP adalah proyek yang terlalu mahal untuk dibayar dengan mengorbankan ekologi dan masyarakat. Memang dengan pembangunan PLTP akan mendapatkan keuntungan namun sayangnya kerugian yang didapat dari pembangunan PLTP akan jauh lebih besar.