Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga….
Lagu itu selalu berkumandang jika ada salah satu sahabat kami yang berulang tahun. Khususnya kaum hawa. Kami memang urunan untuk sekedar membeli kue dalam rangka merayakan bertambahnya usia kami. Tak peduli junior, senior, atasan, bawahan, PNS, PPPK, honor, kontrak, asalkan berulangtahun, kami rayakan bersama. Tak butuh waktu lama. Cukup di antara alunan bunyi bel saja, kue ulang tahun sudah ludes kami bagi-bagi. Jadi, perayaan ini sama sekali tidak mengganggu jam kerja kami.
Arisan dan sebangsanya, pastinya kami juga punya. Jangan salah, tidak ada satupun di antara kami yang menunggak ataupun menilep uang arisan. Pokoknya lancar jaya. Kami juga baru saja memulai kegiatan menabung untuk hari raya keagamaan yang jatuhnya setiap 6 bulan sekali. Tabungan itu kami sebut dengan cingkreman. Cukup 100k tiap bulannya, kami berharap bisa dijadikan bekal hari raya khususnya untuk membeli buah. Menjelang hari raya, kami menyulap ruang kerja kami menjadi pasar buah sekejap. Kami mendatangkan buah segar langsung dari gudangnya sehingga kami mendapat harga yang lebih murah. Tak perlu lagi kami berdesakan ke Pasar. Pokoknya, urusan pekerjaan beres. Urusan ke Pasar beres juga. Kalaupun kami harus membawa banyak buah di kendaraan roda dua kami, tak masalah. Selama masih bisa diangkut, angkut saja.
Kami tidak pernah absen dan selalu punya cara untuk merayakan hari-hari spesial seperti hari Ibu dan hari kasih sayang. Entah itu bertukar kado, makan bersama, dan lain sebagainya. Urusan makanan pun demikian. Setiap pagi, meja bagian depan ruang kerja kami tidak pernah kosong. Selalu ada sahabat yang membawa makanan entah itu camilan, buah, pisang rebus, ubi rebus dan lain sebagainya. Dalilnya, makanan yang ada di atas meja paling depan adalah milik bersama.
Suatu ketika, ayahanda sahabat kami berpulang, kamipun turut berkabung ke kediamannya yang berjarak kurang lebih 70 km dari tempat tinggal kami. Pernah pula, suami sahabat kami dilarikan ke UGD hingga menghembuskan nafas terakhirnya disana, kamipun berbondong-bondong dan memenuhi pelataran UGD dengan seragam khas kami. Tak perlu lagi diragukan solidaritas kami, karena kami pikir, inilah esensi dari solidaritas, empati.
Selain solid, kami juga bisa berubah wujud menjadi likuid, alias cair. Sepertinya halnya air yang bentuknya selalu mengikuti wadahnya, kamipun demikian. Kami mengikuti semua peraturan yang berlaku, walaupun perubahannya terkadang terasa sangat drastis. Kami sadar, dunia tempat kami berkerja harus senantiasa beradaptasi dengan perubahan sehingga kamipun selalu dituntut untuk terus belajar dan belajar agar tidak ketinggalan. Kami harus bisa mengikuti perkembangan teknologi yang begitu derasnya menghantam dunia kerja kami. Kalau tidak, kami akan semakin tertinggal dan tak produktif lagi. Konon katanya, kami harus selalu bisa menginspirasi dan memberikan dampak jangka panjang. Pokoknya, baiklah. Kami ikuti saja ritmenya, ibaratnya air sungai yang mengalir, tentu melewati pasir dan bebatuan, tapi toh akhirnya akan sampai juga di laut.
Selayaknya air, kamipun bisa berubah wujud, terkadang kami harus tegas, terkadang kami juga harus santai. Tugas kami, seperti air yang mampu merembes masuk ke dalam celah-celah bebatuan. Kami diharapkan dapat masuk ke dunia lawan bicara kami saat bekerja. Tak peduli bagaimana situasi dan suasana hati kami, kami harus seperti air yang tenang tetapi mampu menghanyutkan mereka ke dalam cerita kami.
Selain solid dan likuid, kami juga rigid. Dalam Fisika, benda rigid disebut juga benda tegar yakni benda yang tidak mengalami perubahan bentuk setelah diberikan gaya rotasi. Kami tetap tegar menjalani pekerjaan yang tidak monoton, menghadapi berbagai karakter dan perilaku yang dinamis, dan pekerjaan kami, tidak dinilai dari gaji yang kami peroleh tetapi kualitas pekerjaan yang dilakukan. Banyak yang mengatakan bahwa profesi kami adalah asal muasal dari segala profesi, tak heran tugas kami cukup berat, tetapi, sekali lagi, kami berusaha untuk tetap tegar menghadapinya sebab ini adalah jalan hidup yang kami pilih.
Itulah sekelumit cerita dari tempat tugas kami, sebuah sekolah di batas desa dengan solidaritas yang tiada berbatas. Kami memang solid, likuid, dan rigid karena kami adalah pemilik akun belajar.id. Akun belajar yang pernah memberikan kapasitas penyimpanan tanpa batas, walaupun hanya sesaat.
Basma, begitu kami menyebut sekolah tempat kami bekerja. Di Bulan April ini, tepatnya tanggal 25 April, Basma merayakan hari jadinya yang ke-32. Selamat ulang tahun Basmaku. Tetaplah hijau, damai, dan hangat. Dari kami, komunitas serba id.