Kisah Inspiratif ASN - Pengabdian di Batas Negeri

Gambar sampul Kisah Inspiratif ASN - Pengabdian di Batas Negeri

Assalamualaikum,

Mohon ijin memperkenalkan diri nama saya Herdimansyah Fajar Sidik, PNS dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Angkatan 2017. Saya berasal dari Bandung dan sudah bertugas di Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua selama 6 tahun 3 bulan. (Alhamdulillah sudah mutasi ke Homebase bulan Februari 2024). Saya bertugas di Seksi Lalu Lintas Keimigrasian dan ditempatkan di PLBN (Pos Lintas Batas Negara) Mota'ain sebagai Analis Keimigrasian Ahli Pertama.

Bertugas di perbatasan menjadi pengalaman tersendiri bagi saya yang belum pernah merantau, apalagi ke luar Pulau Jawa dan ditempatkan di wilayah daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T). Dengan segala keterbatasan sarana dan prasarananya menjadikan saya pribadi yang lebih bersyukur. Jauh dari hiruk pikuk keramaian terutama di Kota Atambua seperti kota yang terisolir dan jauh dari keluarga.

Awal Desember 2017 saya menikah, dan 2 minggu kemudian Istri saya hamil. Rasa sedih dan bahagia bercampur satu karena Januari 2018 saya harus sudah bertugas di Imigrasi Atambua. Dengan kondisi seadanya karena sudah resign di pekerjaan swasta apalagi harus menjual motor kesayangan untuk ongkos dan akomodasi, saya terpaksa meninggalkan istri saya di Bandung untuk mengabdi di perbatasan. Saya baru mendapatkan gaji CPNS saya bulan April 2018 sehingga kurun waktu dari Januari - April 2018 merupakan masa-masa keuangan saya dalam titik terendah karena harus meminjam ke sanak saudara dan temen kantor untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Kondisi kultur, sosial dan budaya yang berbeda menjadikan saya harus beradaptasi dengan cepat. Terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di perbatasan Indonesia - Timor Leste. Petugas Imigrasi harus dituntut tegas tapi tetap memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Saya banyak belajar mengenai cara berbahasa yang santun meskipun berbeda kebudayaan dan yang utamanya adalah memupuk rasa toleransi antar umat beragama di Kota Atambua.

Berbeda dengan kondisi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Udara maupun Laut yang kebanyakan pelintas/passanger untuk tujuan berwisata. Pelintas di perbatasan Indonesia - Timor Leste masih ada hubungan kekerabatan antar masyarakatnya. Sehingga terkadang yang menjadikan pengalaman saya sering bertemu orang yang sama setiap minggu/bulannya.

Namun rasa rindu terhadap keluarga sering tidak tertahankan, sehingga ketika anak pertama saya lahir September 2018 saya mengajak keluarga ketika anak saya berumur 1,5 tahun. Saya ingat betul mengajak keluarga ketika virus COVID - 19 sudah mewabah di Nusa Tenggara Timur. Kondisi pelayanan pun tidak stabil dan perlintasan hanya dibuka 1 minggu sekali untuk mengantisipasi melonjaknya kasus COVID di Nusa Tenggara Timur dan Timor Leste. Ini saya manfaatkan untuk merasakan "keluarga seutuhnya" yang dipisahkan oleh jarak.

Selang 1 tahun lebih saya berkumpul di Atambua bersama keluarga serta pelayanan yang belum maksimal karena masih lockdown di negara Timor Leste, anak dan Istri saya sakit tepatnya April 2021. Dimulai dari saya gejala tipes, kemudian selang 1 minggu kemudian anak saya, dan terakhir Istri saya yang batuk tidak kunjung sembuh. Karena keterbatasan sarana dan prasarana pengobatan saya memaksakan "membawa pulang" keluarga saya ke Bandung meskipun ada larangan ASN tidak boleh mudik karena mewabahnya virus COVID  di Indonesia.

Alhamdulillah selang beberapa minggu dari sakit tersebut anak dan Istri saya sembuh, dan 2 minggu setelahnya saya pulang ke Atambua untuk kembali bertugas. Tapi tidak tahu mengapa Istri saya menangis sejadi-jadinya ketika akan berpisah. Padahal saya berjanji akan pulang 3 bulan kemudian untuk mengumpulkan uangnya. Saya melihat tatapan yang berbeda ketika perpisahan itu, namun saya tidak ada feeling apa-apa mengenai hal tersebut.

Bulan Juni 2021 merupakan hal yang sangat berduka bagi saya, karena Istri saya sakit lagi setelah pertemuan terakhir, saya meminta ijin atasan langsung dan pimpinan untuk pulang menjenguk Istri. Akan tetapi, setelah siang saya meminta ijin, saya diinfokan bahwa Istri saya harus masuk ICU. Saya pun bergegas untuk perjalanan pulang ke Bandung. belum sempat beberapa jam saya diinfokan mengenai Istri yang di ICU saya diinfokan oleh Kakak Ipar bahwa Istri saya sudah meninggal dunia.

Hati saya masih tidak percaya saya ditinggalkan ketika saya sedang bertugas dan merupakan kesedihan yang mendalam ketika saya tidak bisa menemani Istri di akhir hidupnya. Dan yang membuat saya kecewa adalah saya harus tes PCR dan menunggu selama 2 hari untuk perjalanan ke kota Bandung, ini berimbas kepada saya yang tidak bisa menghadiri pemakaman Alm. Istri saya.

Dari kondisi setelah itu saya mengalami perubahan secara fisik dan mental, saya pulang kembali ke Atambua setelah 40 hari meninggalnya Almarhumah. Saya menjadi perenung, berat badan saya turun 8 kilogram, ditambah kondisinya anak saya titipkan ke Mertua di Bandung. Saya gampang menangis dan terkadang bingung-bingung dalam memberikan pelayanan. Dari kondisi tersebut atasan memperhatikan dan menyarankan untuk pengajuan  mutasi dengan alasan dekat dengan keluarga.

1,5 Tahun dari November 2021 - September 2023 saya mengajukan proses mutasi namun belum ada hasil yang positif. Akhirnya saya memutuskan untuk menikah lagi dengan teman saya di Oktober 2023, Beliau bertugas di Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Provinsi Jawa Barat.

Karena kondisinya pengajuan mutasi saya sudah diterima oleh kantor pusat, Januari 2024 saya diinfokan akan ada penghargaan Pegawai Perbatasan Teladan tahun 2023 oleh Direktorat Jenderal Imigrasi. Saya direkomendasikan untuk mengikuti dan penilaiannya tersebut tetap disortir oleh Kantor Pusat, awalnya saya menolak karena tidak mau menjual kesedihan dan diketahui oleh publik mengenai kondisi saya dan juga saya belum pantas untuk diajukan karena ada yang lebih kompeten dan lebih senior dari saya. Namun atasan meyakinkan bahwa mungkin ini jalan yang akan saya lalui untuk persetujuan mutasi saya. Januari 2024 saya diundang ke Jakarta untuk mendapatkan penghargaan tersebut.

Alhamdulillah saya diberikan kesempatan untuk menyampaikan keinginan saya untuk pengajuan mutasi di hadapan para pimpinan tinggi dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia beserta Dirjen Imigrasi berkat penghargaan yang saya terima. Dari peristiwa yang saya alami selama kurang lebih 6 tahun, saya mendapatkan banyak pelajaran hidup. Dari rasa syukur, bersabar dalam bertugas, dan tetap bertanggung jawab terhadap keluarga. Alhamdulillah saya sekarang sudah berkumpul dengan keluarga, serta sudah bertugas di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Bandung.

#ASNPunyaCerita

Bagikan :