Kisah Inspiratif ASN: Bangga Menjadi Pustakawan, Walaupun Terkadang Disepelekan

Gambar sampul Kisah Inspiratif ASN: Bangga Menjadi Pustakawan, Walaupun Terkadang Disepelekan

Awalnya, saya tidak mengetahui apa itu pustakawan. Saya hanya paham bahwa ketika seseorang datang ke perpustakaan, akan ada banyak pegawai yang siap mencarikan buku. Layaknya pandangan orang awam, saya beranggapan bahwa pustakawan adalah pekerjaan paling membosankan. Hanya menjaga buku di rak-rak kayu tua. Setelahnya, mereka duduk-duduk di balik meja pelayanan menunggu "pelanggan" sambil bertukar cerita. Terlihat tidak banyak yang dikerjakan.

Setelah dilantik sebagai ASN Perpustakaan Nasional RI tahun 2020, akhirnya saya pun memahami bahwa pustakawan adalah pekerjaan paling mulia dalam dunia ilmu pengetahuan. Masyarakat dari berbagai kalangan mendatangi perpustakaan untuk mencari sumber informasi yang akurat. Mereka menaruh harapan pada pustakawan yang akan memberikan referensi sesuai kebutuhan. Tidak hanya buku, literatur didapatkan dari jurnal, artikel, film, rekaman suara, bahkan naskah kuno. Ketika melayani, saya takjub karena pustakawan ternyata sangat dibutuhkan. Pustakawan harus memiliki ragam soft skill untuk menunjang pekerjaannya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa profesi pustakawan masih ada yang memandang sebelah mata. Dianggap "jutek", memiliki pola pikir yang kuno, dan tidak melek digital. Saya dan rekan lain sudah terbiasa akan perspektif tersebut. Akan tetapi saya tetap bangga menjadi seorang pustakawan yang dapat memberikan akses informasi tak terbatas kepada pengguna perpustakaan (pustakawan). Pustakawan dituntut memiliki kompetensi dalam mengelola dan melayani sumber ilmu pengetahuan kepada pustakawan tanpa memandang statusnya. Pustakawan adalah fasilitator ilmu pengetahuan. Pustakawan adalah penghubung masyarakat dengan dunia informasi.

Bayangkan jika tidak ada pustakawan, siapa yang akan memenuhi kebutuhan informasi masyarakat saat berkunjung ke perpustakaan? Apalagi pada era digital saat ini, pustakawan sudah dibekali dengan kompetensi digital yang telah disesuaikan dengan  perkembangan teknologi. Jadi, tidak ada alasan untuk melihat pustakawan sebagai ASN yang kurang memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa. Pustakawan adalah garda terdepan penjaga informasi dan warisan  budaya.

Sampai saat ini di tahun keempat, saya bangga melayani masyarakat di perpustakaan. Rumput tetangga memang selalu terlihat lebih hijau, namun saya tetap akan terus "menghijaukan" profesi pustakawan dengan selalu berkontribusi lewat pelayanan informasi.

Bagikan :