Korupsi sudah menjadi momok dan menjadi racun bagi bangsa kita. Setiap kali tayangan berita dan posting media sosial yang hilir mudik di smartphone tentang pejabat atau ASN yang tertangkap tangan karena pungli, gratifikasi, atau penyalahgunaan wewenang muncul, hati saya seperti tergigit.
Sebagai seorang Aparatur Sipil Negara di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta, saya merasakan betul bagaimana integritas diuji di tengah kebutuhan hidup yang kian menekan.
Banyak warga yang saya temui beranggapan bahwa ASN apalagi yang bekerja di Jakarta, hidupnya lebih dari cukup karena menerima gaji dan tunjangan besar.
Bayangan Masyarakat tentang ASN di Jakarta
Sering kali, ketika keluarga, kerabat, teman, tetangga, atau orang lain mengetahui saya bekerja sebagai ASN di Jakarta, banyak yang langsung berkomentar,
“Wah, pasti enak ya jadi ASN di Jakarta, gajinya besar, ada berbagai fasilitas. Bisa hidup nyaman.”
Saya pun hanya bisa tersenyum. Amat sering terbersit dalam hati, saya ingin menjawab, “Jikalau kamu tahu kenyataan yang ada, mungkin kamu akan heran"
Di RSKO Jakarta, tempat saya bertugas, kami memang menerima gaji pokok sesuai golongan, uang makan dan tambahan remunerasi. Namun, nilai rupiahnya tidak sefantastis yang sering dibayangkan orang-orang.
Faktanya, remunerasi yang kami terima tidak semewah anggapan masyarakat. Remunerasi saya sebagai Sarjana S1 di bulan Agustus 2025 sebesar1,9 juta Rupiah, dalam setahun rata-rata dikisaran 2,3 s/d 2.6 juta Rupiah per bulan, nilainya naik – turun.
Apalagi dengan biaya hidup Jakarta yang tinggi, semua terasa lebih cepat habis dibandingkan dengan cerita “ASN Jakarta bergaji besar” yang beredar di luar sana.
Dari tempat kerja ku saya belajar, ternyata banyak dari rekan-rekan ASN yang memilih jalan lain untuk mencari tambahan penghasilan, bukan melalui korupsi, melainkan dengan kerja sampingan yang halal.
Realita di Balik Pintu Ruang Kerja
Saya masih ingat dalam memori, suatu sore ketika jam kantor usai. Saya mengobrol di ruang kerja dengan salah seorang rekan sambil menyeruput kopi.
Obrolan pun mengalir kesana-kemari, dari pekerjaan hingga kehidupan di rumah. Rekan saya itu tiba-tiba bercerita, ia seorang asisten manajer.
“Aku jualan makanan online. Lumayan, bisa buat tambahan uang jajan anak di sekolah”
Saya pun menimpali,
“Kalau saya jualan sepatu, parfum dan apa yang bisa di jual. Kan gak ada salahnya sebagai ASN cari tambahan. Daripada korupsi, lebih baik mencari tambahan.”
Saya flash back. Dulu saya berpikir ASN akan cukup mengandalkan pendapatan bulanan. Namun dengan seiring waktu, saya melihat bahwa banyak rekan-rekan mencari cara halal untuk menutup kebutuhan rumah tangga-nya.
Bukan karena mereka rakus atau kemaruk, tapi karena memang penghasilan yang ada sering tidak sebanding dengan kebutuhan hidup.
Ketika Integritas Diuji
Di luar sana, kita acapkali melihat dan mendengar kabar tentang ASN atau pejabat yang tersangkut kasus korupsi.
Dari gratifikasi, pungutan liar, sampai proyek fiktif. Seolah-olah, itu hal yang biasa dan menjadi jalan mudah untuk menambah penghasilan.
Namun di RSKO Jakarta, saya justru belajar, banyak dari rekan-rekan yang lebih memilih jalan tenang tanpa hambatan ke surga.
Mereka tidak ingin masuk penjara, menolak nama baik keluarga hancur dan rusaknya integritas yang dibangun selama bertahun-tahun berantakan karena uang haram.
Saya melihat seorang teman perempuan yang tiap pagi membawa makanan untuk dijual kepada rekan-rekan RSKO Jakarta yang sudah memesan beberapa hari sebelumnya.
Ada pula teman yang dengan sabar menembus malam menjadi driver ojek online, mengantar makanan atau mengantar penumpang.
Ada juga yang menerima panggilan sebagai narasumber sesuai dengan bidang kompetensinya. Semua itu dilakukan demi keluarga di rumah, tanpa konflik kepentingan, dan dengan penuh kasih.
Jalan Sunyi: Bekerja Sampingan
Mencari tambahan bagi ASN sering dianggap tabu. Masih ada yang beranggapan bahwa ASN tidak boleh melakukan usaha lain.
Padahal, peraturan sebenarnya memberikan ruang, asalkan tidak jangan mengganngu pekerjaan utama dan tidak bertentangan dengan tugas.
Beberapa contoh yang saya temukan di RSKO Jakarta antara lain:
Menghargai Jerih Payah
Dari kisah teman-teman, saya semakin sadar, bahwa banyak cara terhormat untuk bertahan hidup sebagai ASN di RSKO Jakarta.
Bekerja sampingan, itu bukan hanya sekadar mengejar materi, tapi juga tentang menjaga harga diri, dan juga integritas.
Saya jadi teringat ketika seorang kerabat berkata,
“Kalau kita mau tekun berikhtiar dan sabar, rezeki halal selalu tersedia. Yang penting jangan berfikir menjadi Kaya, tapi cukup, Agama mengajarkan kita untuk cukup, berhenti makan sebelum kenyang.”
Kalimat itu sederhana, tapi mengena di hati.
Antara Harapan dan Kenyataan
Memang benar apa yang dipikirkan banyak orang, menjadi ASN memberikan rasa aman: gaji tetap setiap bulan, ada jaminan pensiun, dan status sosial di mata masyarakat.
Tapi, aman bukan berarti berlimpah dan bermewah-mewah. Kami tetap harus pintar mengelola keuangan, mencari celah untuk menambah penghasilan, dan terus belajar melihat dan menyesuaikan diri dengan kondisi.
Di sisi lain, saya berharap untuk orang-orang juga bisa lebih memahami. Tidak semua ASN di Jakarta itu berpenghasilan besar.
Kami juga manusia biasa, seperti kalian yang berjuang memenuhi kebutuhan keluarga. Bedanya, kami diberi amanah untuk mengabdi pada masyarakat.
Amanah itu terbilang berat, dan hanya bisa dijaga jika kami konsisten memilih jalan yang bersih, tidak tergoda korupsi.
Pilihan yang Menentukan Masa Depan
Bekerja sebagai ASN di RSKO Jakarta memberi insight buat saya bahwa godaan korupsi itu nyata, tapi bukan satu-satunya jalan keluar untuk menambah penghasilan.
Teman-teman di sekitar saya menjadi bukti nyata: berdagang, membagi ilmu, membuat konten, atau membuka usaha keluarga bisa menjadi solusi yang tepat, halal, bermartabat, dan membanggakan.
Menjaga integritas memang tidak menghasilkan uang instan. Namun integritas bisa menyelamatkan kita dari jeruji penjara, dan menjaga kehormatan keluarga. Dan bagi saya, itu jauh lebih bermakna. (AM)