Pencegahan korupsi seringkali dipandang sebagai isu yang kompleks dan serius, identik dengan program sosialisasi, perbaikan sistem, dan upaya kolaboratif berskala besar. Namun, jauh di balik formalitas tersebut, terdapat potensi besar yang bisa dimanfaatkan dari sifat dasar manusia: rasa ingin tahu (kepo) dan kecenderungan untuk mengutarakan rasa curiga (julid). Dua sifat yang seringkali dianggap negatif ini, jika diarahkan dengan benar, dapat menjadi modal dasar dalam penguatan kontrol publik dan pencegahan korupsi, termasuk bagi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Mengoptimalkan Rasa "Kepo" dalam Pencegahan Korupsi
Rasa ingin tahu adalah naluri dasar yang ada pada setiap individu. Sayangnya, "kepo" sering kali disalahartikan sebagai perlilaku ikut campur belaka. Padahal, jika digunakan secara konstruktif, rasa ingin tahu ini dapat menjadi kunci, salah satunya untuk membuka tabir di balik kekayaan yang mencurigakan. Sebagai ASN, kita berada di posisi strategis untuk melihat anomali dalam gaya hidup atasan, pejabat, atau rekan kejra di lingkungan kita. Ketika seorang pejabat tiba-tiba memiliki mobil mewah, sering berganti kendaraan pribadi, atau terlihat memiliki properti yang tidak sesuai dengan profil jabatannya, naluri kepo kita seharusnya terpicu.
Rasa ingin tahu ini bisa disalurkan ke jalur yang tepat: Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyediakan kanal LHKPN yang dapat diakses publik. Melalui website e-LHKPN, kita bisa mencari nama pejabat yang dirasa memiliki harta anomali. Pada menu e-announcement, kita bisa membandingkan secara detail harta yang dilaporkan dengan gaya hidup yang ditunjukkan. Apakah mobil mewah yang sering digunakan sudah tercatat? Apakah rumah megah yang ditempati sesuai dengan laporan? Jika ada ketidakcocokan, atau harta yang dimiliki tidak dilaporkan, kita dapat menggunakan fitur "kirim informasi harta". Melalui fitur ini, kita bisa memberikan informasi kepada KPK tentang harta anomali tersebut.
Ke-kepo-an kita juga bisa disalurkan melalui kanal pencegahan korupsi yang dimiliki KPK, yakni website JAGA.id. Melalui JAGA.id, kita bisa menuntaskan rasa kepo kita dengan turut serta melihat, memperhatikan, dan memantau pelayanan publik yang sudah terintegrasi dengan microsite pencegahan korupsi ini. Penyaluran dana desa, Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Operasional Sekolah (BOS), BPJS Kesehatan, layanan publik lainnya bisa dipantau melalui laman JAGA.id. Kita juga bisa menyampaikan pendapat dengan menuliskan opini melalui menu diskusi. Jika dari data tersebut diketahui terdapat penyimpangan atau ketidaksesuaian di lapangan, maka kita dapat menyampaikannya melalui menu keluhan.
Setiap informasi yang kita berikan, sekecil apa pun, adalah bagian dari rantai panjang pencegahan korupsi. Pikiran kepo yang kita manfaatkan dengan benar bukan lagi sekadar keingintahuan pribadi, melainkan sebuah aksi kontrol publik sebagai bentuk partisipasi aktif yang konkret dan berharga dalam upaya melawan korupsi.
"Julid" sebagai Tameng Anti-Korupsi di Lingkungan Keluarga
Selain kepo, modal kedua yang bisa kita gunakan adalah julid, atau kecenderungan untuk mengutarakan rasa curiga. Seringkali, julid dipandang sebagai iri hati atau kedengkian. Namun, mari kita maknai julid secara lebih positif: sebagai sikap kritis dan kewaspadaan terhadap hal-hal yang tidak wajar.
Lingkungan terdekat yang bisa kita lindungi adalah keluarga. Pencegahan korupsi di lingkungan keluarga tidak hanya terbatas pada mendidik anak tentang integritas. Suami atau istri, sebagai pasangan dan kepala rumah tangga, juga harus menjadi bagian dari benteng pencegahan. Sikap julid di sini bukan berarti tidak bersyukur, melainkan wujud rasa tanggung jawab dan amanah. Ketika seorang suami atau istri tiba-tiba mendapatkan kenaikan penghasilan yang tidak masuk akal, atau menerima tunjangan yang tidak tertera di slip gaji, sikap julid dan kepo kita harus dikerahkan.
Pertanyakanlah sumber dari penghasilan yang tidak jelas tersebut. Tanyakan secara langsung dan minta penjelasan sejelas-jelasnya. Jangan biarkan sikap apatis atau asumsi tabu menguasai diri kita. Seringkali, membicarakan sumber penghasilan dalam keluarga dianggap sensitif, tetapi perlu kita sadari bahwa hal yang dianggap tabu ini justru bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan keluarga. Uang yang tidak halal bisa merusak sendi-sendi kehidupan, menimbulkan masalah moral, dan bahkan membawa konsekuensi hukum.
Sikap julid dan kepo yang proaktif ini adalah langkah preventif yang krusial. Ini adalah bentuk kasih sayang dan tanggung jawab kita untuk memastikan bahwa nafkah yang masuk ke dalam keluarga adalah berkah yang bersih dari korupsi. Tuntutan gaya hidup, keinginan untuk unjuk pencapaian, atau tekanan sosial tidak seharusnya menjadikan kita pribadi yang buta dan membohongi diri sendiri. Jika sikap julid dan kepo dapat membawa transparansi dan kejelasan dalam keluarga, maka sudah saatnya kita berani menanyakannya. Julid dan kepo bukan lagi tentang bergunjing, melainkan tentang berani bertanya dan meningatkan demi kebaikan bersama.
Peran ASN dalam Kontrol Publik
ASN sebagai bagian dari instansi, serta bagian dari masyarakat secara umum, sudah semestinya berperan lebih dalam kontrol publik. Kontrol publik dalam pencegahan korupsi bisa dimulai dari lingkungan terkecil ASN, yakni tim kerja. Serta lingkungan terkecil di luar instansi, yakni keluarga.
1.Tetap Kepo di Lingkungan Kerja dan Lingkungan Rumah
Di lingkungan kerja, ASN bisa tetap bersikap kepo untuk menjaga transparansi. Misal terkait dengan, anggaran dan pelaksanaan proyek, atau terkait dengan konflik kepentingan. Sikap kepo yang konstruktif ini membantu memastikan setiap rupiah anggaran negara digunakan secara efisien dan tepat sasaran. Di lingkungan rumah, kita sebagai ASN tetap perlu kepo. Kepo diperlukan untuk memastikan sumber penghasilan keluarga kita benar-benar berasal dari cara yang halal.
Di internal instansi, ASN harus berani bersikap "julid" terhadap praktik-praktik yang tidak benar. Jika ada rekan kerja yang terlihat sering menerima suap, atau atasan yang menunjukkan gaya hidup mewah tidak wajar, ASN lain tidak boleh diam. Jangan anggap ini sebagai iri hati. Anggaplah ini sebagai bentuk kewaspadaan kolektif. Membangun budaya di mana setiap orang berani saling mengingatkan dan mempertanyakan hal-hal yang mencurigakan adalah kunci untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih. Ini bukan tentang menjatuhkan orang lain, melainkan tentang membangun sistem pertahanan internal yang kuat. Julid di lingkungan keluarga juga penting. Menyampaikan awareness, mengingatkan, serta mewanti-wanti anggota keluarga terkait pentingnya integritas, serta pengendalian gaya hidup agar tidak menjadi pintu masuk perilaku koruptif yang bisa menjurus pada korupsi yang lebih luas.
Penutup
Pencegahan korupsi bukan hanya tanggung jawab lembaga besar, melainkan juga tanggung jawab kita sebagai individu. Dengan memanfaatkan dua modal dasar yang kita miliki, kepo dan julid, kita bisa menjadi agen perubahan yang efektif. Kepo membantu kita menemukan fakta dan informasi. Julid mendorong kita untuk berani bersikap kritis dan mempertanyakan ketidakwajaran, terutama di lingkungan terdekat.
Sudah saatnya kita mengubah stigma. Julid bukan lagi tentang gosip yang tak berujung, tetapi tentang keberanian untuk menciptakan transparansi. Kepo bukan lagi sekadar mengintip urusan orang lain, tetapi tentang memastikan setiap rupiah uang rakyat digunakan dengan benar. Dengan mengoptimalkan kedua sifat ini, kita sebagai ASN dan masyarakat bisa menjadi garda terdepan dalam menjaga integritas bangsa. Sudah saatnya kepo dan julid menjadi amal ibadah.
#AksaraAbdimuda