INKLUSI SOSIAL DESA DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Gambar sampul INKLUSI SOSIAL DESA DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

INKLUSI SOSIAL DESA DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DESA

Oleh: Dems Naijes – Mahasiswa Program Doktor Undana

Pendahuluan

Inklusi sosial desa merupakan upaya memastikan seluruh elemen masyarakat tanpa kecuali memiliki akses dan kesempatan yang sama dalam proses pembangunan. Dalam konteks pengelolaan keuangan desa, inklusi sosial berperan strategis untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas, selaras dengan prinsip tata kelola yang baik (good governance) yang menuntut keterbukaan, partisipasi, serta tanggung jawab pemerintah desa dalam mengelola sumber daya publik.

Makna Inklusi Sosial di Tingkat Desa

Inklusi sosial berarti tidak ada kelompok yang tertinggal atau terpinggirkan dari proses sosial, ekonomi, dan politik di desa. Praktiknya mencakup pelibatan masyarakat miskin, perempuan, penyandang disabilitas, pemuda, dan kelompok rentan lainnya dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan desa.

Prinsip inklusi mendorong pemerataan akses terhadap informasi, sumber daya, dan manfaat pembangunan. Dengan demikian, masyarakat tidak hanya menjadi penerima hasil pembangunan, tetapi juga aktor aktif yang mengawasi agar keuangan desa dikelola secara adil dan terbuka.

Transparansi dalam Pengelolaan Keuangan Desa

Transparansi adalah keterbukaan informasi yang relevan, dapat dipahami, dan tepat waktu. Pemerintah desa berkewajiban menyampaikan laporan keuangan secara berkala melalui papan pengumuman, laman resmi, pertemuan publik, dan media sosial desa.

Inklusi sosial memperkuat transparansi karena berbagai unsur masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan. Keterlibatan ini memudahkan warga memahami alur keuangan desa dan meningkatkan akuntabilitas melalui pengawasan bersama.

Akuntabilitas dalam Pengelolaan Keuangan Desa

Akuntabilitas berarti kewajiban pemerintah desa untuk menjelaskan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan kepada masyarakat. Partisipasi warga dalam musyawarah, monitoring, dan evaluasi, serta peran lembaga seperti BPD dan kelompok masyarakat, menjadi mekanisme kontrol sosial yang efektif.

Dampak Positif Inklusi Sosial terhadap Tata Kelola Desa

Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa, Mengurangi potensi penyalahgunaan dana melalui pengawasan partisipatif, Mendorong keadilan sosial karena keputusan berbasis kebutuhan semua lapisan dan Membangun solidaritas dan rasa memiliki terhadap program desa.

Landasan Akademis dan Teoretis

Kerangka konseptual dan teori berikut memperkokoh argumentasi bahwa inklusi sosial merupakan prasyarat transparansi dan akuntabilitas yang efektif:

1). Teori Principal–Agent: inklusi sosial menutup asimetri informasi dan menekan moral hazard; 2). Akuntabilitas Sosial: social audit, community scorecard, citizen report card mendorong answerability dan enforceability; 3). Tangga Partisipasi Arnstein: targetkan pergeseran dari tokenisme ke kemitraan dan co-decision; 4). Demokrasi Deliberatif (Habermas): keputusan sah lahir dari diskursus rasional setara dalam musyawarah desa; 5). Kapabilitas (Amartya Sen): keberhasilan diukur dari kebebasan efektif warga untuk memahami dan memengaruhi anggaran; 6). Keadilan sebagai Kewajaran (Rawls): mekanisme pro-renta memastikan alokasi menguntungkan kelompok paling rentan; 7). New Public Governance: warga sebagai co-producer tata kelola, bukan sekadar penerima manfaat; 8). Transparansi sebagai Desain Institusional (Hood): informasi harus standar, diaudit, dan berkonsekuensi; 9). Pengelolaan Sumber Daya Komunal (Ostrom): aturan kolektif, monitoring bersama, dan sanksi bertahap; 10). Modal Sosial (Putnam): kepercayaan dan jejaring menurunkan biaya koordinasi dan meningkatkan kepatuhan.

Kerangka Filsafat Ilmu

Pendekatan filsafat ilmu membantu merancang riset dan kebijakan yang kokoh:

Ontologi: desa sebagai sistem sosio-politik dengan relasi kekuasaan asimetris; inklusi mengubah struktur peluang bertindak warga. Epistemologi: kombinasi positivisme (pengukuran dampak), interpretivisme (makna bagi kelompok rentan), kritis (membongkar elite capture), dan pragmatisme (apa yang paling berguna) dan Aksiologi dalam kajian ini adalah bahwa Inklusi sosial yang dirancang baik membuat transparansi terpakai dan akuntabilitas terasa, sehingga sumber daya desa berpindah dari sekadar compliance menuju keadilan yang dapat diaudit yang manfaatnya paling dirasakan oleh warga paling rentan.

Teori Perubahan (Theory of Change) dan Model Analitis

Asumsi inti: inklusi sosial yang bermakna meningkatkan kualitas transparansi (keterjangkauan, keterbacaan, ketepatan waktu, kelengkapan), yang mendorong kontrol sosial, memperkuat akuntabilitas, menurunkan risiko salah kelola, dan pada akhirnya meningkatkan kepercayaan publik serta kinerja layanan.

Mekanisme kunci terdiri dari Reduksi asimetri informasi (principal–agent), Legitimasi keputusan melalui deliberasi setara (Habermas), Safeguard pro-renta (Rawls/Sen) dan Aturan kolektif dan peer monitoring (Ostrom).

Faktor konteks: literasi warga, budaya lokal, kapasitas perangkat desa, dukungan BPD, media lokal, dan kerangka hukum.

Outcome: penyerapan tepat sasaran, berkurangnya keluhan, opini audit membaik, meningkatnya kepercayaan dan kepuasan warga.

Rekomendasi Desain Kelembagaan

Rekomendasi desain kelembagaan menekankan transparansi multi-format (papan anggaran, open data CSV, infografik, video, dan dashboard RT/RW), musyawarah desa deliberatif dengan fasilitator independen, kuota bicara kelompok rentan, pre-read ramah awam, notulen dan commitment log. Arsitektur akuntabilitas sosial dibangun lewat citizen charter, kanal aduan multibahasa/WhatsApp, SLA tindak lanjut, serta audit sosial triwulan, disertai pagar anti–elite capture (aturan konflik kepentingan, deklarasi beneficial ownership, rotasi/lotre perwakilan). Tata kelola diperkuat melalui ko-produksi jejaring (BPD, LKD, CSO, kampus; mediator adat/agama) dan penguatan modal sosial lewat forum tematik, micro-grants partisipatif, serta pelatihan jurnalisme warga. Implementasi dipastikan adaptif lewat evaluasi berkelanjutan berbasis kerangka C–M–O dan learning review semesteran. Keberhasilan diukur dengan indikator inklusi (keterwakilan, share of voice, adopsi rekomendasi), transparansi (ketepatan publikasi RKPD/APBDes, keterbacaan materi, kelengkapan data), akuntabilitas (SLA aduan, penutupan rekomendasi audit sosial, sanksi/insentif, nilai audit), serta outcome seperti naiknya kepuasan warga, turunnya deviasi anggaran, dan meningkatnya ketepatan sasaran program kemiskinan.

 

Penutup

Inklusi sosial desa bukan sekadar jargon, melainkan strategi institusional untuk memastikan tata kelola keuangan desa yang transparan dan akuntabel. Dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, pemerintah desa membangun keadilan, keterbukaan, dan tanggung jawab bersama; memperkuat fondasi demokrasi desa serta memastikan pembangunan berpihak pada masyarakat luas.

 

Daftar Bacaan Rekomendatif (Ringkas)

  • Arnstein, S. R. “A Ladder of Citizen Participation.”
  • Bovens, M. “Analysing and Assessing Accountability.”
  • Fox, J. “Social Accountability: What Does the Evidence Really Say?”
  • Fung, A. & Wright, E. O. Deepening Democracy.
  • Habermas, J. The Structural Transformation of the Public Sphere.
  • Hood, C. Transparency and Open Government.
  • Ostrom, E. Governing the Commons.
  • Putnam, R. Bowling Alone.
  • Rawls, J. A Theory of Justice.
  • Sen, A. Development as Freedom.
  • World Bank. Social Accountability Sourcebook.
Bagikan :