Dalam sistem pendidikan di Indonesia, guru memainkan peran yang sangat vital dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Guru, baik yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun honorer, memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengajar dan mendidik siswa. Perbedaan status ASN dan honorer bisa dilihat dari penjelasan berikut ini :
Guru ASN adalah pegawai negeri yang memiliki status kepegawaian tetap dengan hak-hak yang lebih terjamin. Mereka mendapatkan gaji sesuai dengan skala pemerintah, tunjangan, serta fasilitas lainnya termasuk gaji ke-13. Menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, guru ASN memiliki hak atas berbagai tunjangan dan fasilitas yang tidak dimiliki oleh guru honorer. Ini menciptakan kesenjangan yang signifikan antara kedua kelompok ini. Guru honorer bekerja berdasarkan kontrak dengan hak-hak yang jauh lebih terbatas. Banyak dari mereka yang menerima gaji di bawah standar layak dan tidak mendapatkan tunjangan yang memadai. Kondisi ini sering kali menimbulkan perasaan tidak adil dan menurunkan semangat kerja di kalangan guru honorer.
Menerima gaji ke-13 adalah momen yang sangat dinantikan oleh guru ASN karena ini memberikan tambahan penghasilan yang dapat digunakan untuk memenuhi berbagai kebutuhan, terutama untuk persiapan menjelang awal tahun ajaran bagi Guru ASN yang memiliki anak yang akan masuk kembali kesekolah. Namun, terdapat kesenjangan dalam hal kesejahteraan dan hak-hak yang diterima oleh guru ASN dan honorer, terutama saat pemberian gaji ke-13. Situasi ini juga bisa menjadi momen yang penuh kepekaan bagi rekan-rekan guru honorer yang tidak mendapatkan tunjangan serupa. Gaji ke-13 adalah salah satu bentuk apresiasi pemerintah kepada ASN, termasuk guru, yang diberikan setiap tahun. Gaji ini biasanya diberikan di bulan Juni sebagai bentuk bantuan tambahan untuk kebutuhan pribadi. Gaji ke-13 ini sangat membantu dalam meringankan beban keuangan guru ASN, terutama menjelang tahun ajaran baru. Namun, guru honorer tidak menerima gaji ke-13 ini, membuat kesenjangan kesejahteraan antara mereka dengan guru ASN. Hal ini sangat bisa menimbulkan ketidakpuasan di kalangan guru honorer yang merasa kontribusi mereka tidak dihargai.
Kesenjangan kesejahteraan ini memiliki dampak yang signifikan terhadap motivasi dan kualitas pendidikan. Guru honorer yang merasa diperlakukan tidak adil cenderung kurang termotivasi, yang dapat berdampak negatif pada kinerja mereka di kelas, padahal pada kenyataannya dilapangan guru honorer terkadang memiliki beban kerja yang jauh lebih berat dari guru ASN. Kurangnya kesejahteraan tersebut juga membuat mereka sulit untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan profesional yang penting untuk meningkatkan kualitas mengajar. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian Pendidikan Nasional (LP2N) menunjukkan bahwa guru honorer yang menerima gaji rendah dan tanpa tunjangan yang memadai cenderung mengalami stres lebih tinggi dan tingkat kepuasan kerja yang rendah. Hal ini berdampak langsung pada kualitas pengajaran dan hasil belajar siswa. Hal yang serupa disampaikan oleh Dr. Siti Mariam, seorang ahli kebijakan publik, yang berpendapat, "Kebijakan gaji ke-13 seharusnya bisa mencakup guru honorer, atau setidaknya ada bentuk apresiasi lain yang setara. Karena mereka juga berperan penting dalam sistem pendidikan kita." Pendapat ini menunjukkan perlunya perubahan kebijakan yang lebih inklusif dan adil bagi seluruh tenaga pendidik.
Perbedaan perlakuan antara guru ASN dan honorer bisa menimbulkan ketegangan dan perpecahan di kalangan tenaga pendidik. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan tidak hanya adil tetapi juga dapat mendukung persatuan di kalangan guru.
Kebijakan yang Menyatukan
Menurut Dr. Budi Santoso, seorang ahli kebijakan pendidikan, "Kebijakan yang inklusif dan adil bukan hanya akan meningkatkan kesejahteraan guru honorer, tetapi juga akan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Guru yang sejahtera adalah guru yang termotivasi untuk memberikan yang terbaik bagi siswa mereka."
Dengan kebijakan yang lebih adil dan inklusif, guru honorer akan merasa lebih termotivasi dan dihargai. Hal ini akan berdampak positif pada kualitas pengajaran di kelas. Guru yang sejahtera akan lebih fokus dan bersemangat dalam mengajar, yang pada akhirnya akan meningkatkan hasil belajar siswa. Dengan tunjangan yang memadai dan dukungan finansial untuk sertifikasi, tingkat stres di kalangan guru honorer akan berkurang. Hal ini akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih sehat dan produktif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan. Kebijakan yang adil juga akan meningkatkan kolaborasi di antara guru ASN dan honorer. Dengan merasa lebih dihargai, guru honorer akan lebih termotivasi untuk bekerja sama dengan guru ASN dalam merancang dan melaksanakan program pembelajaran yang lebih baik. Ini akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih harmonis dan produktif, yang pada akhirnya akan berdampak positif pada kualitas pendidikan.
Pertanyaannya sekarang, bagaimana guru ASN bisa menunjukkan rasa timbang rasa dan solidaritas kepada rekan-rekan guru honorer. Berikut penulis merangkum beberapa langkah yang bisa dilakukan oleh guru ASN untuk mendukung teman-teman guru honorer saat menerima gaji ke-13 dan momen lainnya.
Membagikan Rezeki dengan Cara yang Bijaksana
Salah satu langkah konkret yang bisa diambil adalah berbagi rezeki dengan cara yang bijaksana. Ini tidak berarti harus memberikan sebagian gaji ke-13 secara langsung, tetapi bisa dilakukan dengan cara yang lebih halus dan bermanfaat. Misalnya, mengadakan acara makan bersama atau memberikan hadiah kecil yang bermakna. Tindakan ini tidak hanya menunjukkan solidaritas tetapi juga mempererat hubungan kerja di antara guru. Menurut Prof. Dr. Siti Nurhayati, seorang pakar pendidikan, “Membagikan kebahagiaan dalam bentuk yang sederhana namun tulus dapat mempererat hubungan dan menumbuhkan rasa saling menghargai di antara rekan kerja.”
Menginisiasi Program Dukungan Kesejahteraan
Guru ASN dapat menginisiasi atau mendukung program-program yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan guru honorer. Misalnya, membentuk kelompok arisan atau tabungan bersama yang dikhususkan untuk membantu rekan-rekan yang membutuhkan. Program seperti ini dapat berjalan dengan kontribusi sukarela dari guru ASN yang menerima gaji ke-13 dan merasa mampu untuk berbagi. Di sebuah sekolah di Yogyakarta, sekelompok guru ASN membentuk “Dana Kas Solidaritas” di mana mereka menyisihkan sebagian kecil dari gaji ke-13 untuk membantu rekan-rekan guru honorer dalam bentuk pinjaman tanpa bunga atau bantuan mendesak. Disekolah penulis sendiri di SMA Negeri 46 Jakarta Selatan memiliki kebiasaan untuk mengumpulkan dana sukarela jika dana sertifikasi bagi guru telah cair, untuk kemudian dibagikan kepada guru yang belum sertifikasi maupun rekan-rekan tata usaha secara merata. Bahkan di pusat Jakarta khususnya di SMA Negeri 4 Jakarta Pusat sudah terbiasa melakukan penggalangan dana secara sukarela oleh guru, alumni siswa dan orang tua, untuk berbagai kebutuhan sosial bagi guru itu sendiri, siswa, maupun khalayak umum.
Memberikan Dukungan Moral dan Motivasi
Kadang-kadang, dukungan moral dan motivasi sama pentingnya dengan bantuan finansial. Guru ASN bisa memberikan dukungan dengan mendengarkan, memberikan saran, dan memotivasi rekan-rekan guru honorer. Tunjukkan bahwa mereka dihargai dan diakui atas kerja keras dan dedikasi mereka. Ucapan dan tindakan kecil seperti ini bisa sangat berarti dan memberikan semangat kepada guru honorer untuk terus berkarya dengan penuh dedikasi.
Dr. Muhammad Yunus, seorang aktivis dan peraih Nobel Perdamaian, pernah berkata, “Dukungan moral dan pengakuan bisa memberikan dampak yang lebih besar daripada dukungan finansial. Itu menunjukkan bahwa kita benar-benar peduli.”
Mengadvokasi untuk Kesejahteraan Guru Honorer
Guru ASN memiliki posisi yang lebih kuat dalam sistem pendidikan dan dapat menggunakan pengaruh ini untuk mengadvokasi peningkatan kesejahteraan guru honorer. Ini bisa dilakukan dengan berbicara kepada pihak manajemen sekolah atau dinas pendidikan mengenai perlunya kebijakan yang lebih adil dan inklusif. Guru ASN bisa mengajukan usulan konkrit atau menjadi jembatan komunikasi antara guru honorer dan pihak manajemen.
Peran Aktif dalam Perubahan Kebijakan
Guru ASN bisa mengajukan surat resmi yang meminta perhatian khusus dari pemerintah daerah atau pusat untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer. Mereka bisa menyusun petisi yang didukung oleh data dan argumen yang kuat untuk disampaikan kepada pihak berwenang.
Menjadi Mentor bagi Guru Honorer
Guru ASN yang berpengalaman dapat berperan sebagai mentor bagi guru honorer. Berbagi pengetahuan dan keterampilan serta memberikan bimbingan profesional dapat membantu meningkatkan kompetensi guru honorer. Ini juga bisa menciptakan ikatan yang lebih kuat di antara guru dan membantu menciptakan lingkungan kerja yang lebih suportif.
Terakhir untuk menutup tulisan ini dengan mengutip ucapan Ken Robinson - Pakar pendidikan dan penulis asal Inggris "Guru-guru yang hebat mengenali pentingnya memperlakukan satu sama lain dengan kesetaraan dan rasa hormat, hal ini didasari bahwa kekuatan dari upaya kolektif mereka, pada akhirnya membuahkan pelayanan yang dapat mengubah kehidupan siswa mereka."