Pemindahan IKN akan menjadi bagian transformasi struktural Indonesia untuk membangun tata kehidupan yang lebih baik – Joko Widodo.
Suasana khas metropilitan yang dinamis pada dasarnya menjadi pemandangan yang biasa bagi masyarakat Jakarta. Populasi yang semakin padat, tanah yang terus tenggelam, kualitas udara yang buruk, hingga kemacetan lalu lintas yang parah menjadi sebagian besar dari beberapa masalah pelik yang dihadapi oleh kota Jakarta saat ini. Pada kenyataannya, kota pelabuhan di pesisir laut jawa ini memang tidak didesain untuk menjadi pusat pemerintahan.
Sejak diumumkan pada bulan Agustus 2019 lalu, pemindahakan ibu kota negara (IKN) ke pulau Kalimantan merupakan suatu kebijakan besar yang diambil oleh presiden Joko Widodo di awal periode kedua kepemimpinanya. Pengambilan kebijakan ini dianggap merupakan langkah yang cukup berani disaat beberapa pihak justru ikut mengkritik urgensi dari pemindahan ibu kota negara tersebut ditengah situasi perekonomian yang belum stabil. Namun, semangat dan cita-cita nasional dalam menciptakan pembangunan yang merata dan menyeluruh ke seluruh penjuru negeri membawa ke sebuah pemahaman baru bahwa IKN bukanlah merupakah proyek politik sebagain orang, melainkan hasil karya bangsa yang akan terus eksis dan dapat dinikmati nantinya sebagai simbol dari kebesaran Bangsa Indonesia.
IKN Nusantara dan Reformasi Birokrasi
Pada dasarnya reformasi birokrasi di Indonesia sudah dimulai secara bertahap sejak tahun 2004. Pemerintah menyadari bahwa untuk mengejar ketertinggalan di berbagai bidang harus dilakukan sebuah reformasi birokrasi yang masif di tubuh pemerintahan. Akhirnya pada tahun 2010, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 81 tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, yang membaginya dalam 3 periode road map reformasi birokrasi nasional, yakni 2010-2014, 2015-2019, dan 2020-2024. Grand Design Reformasi Birokrasi ini dimaksudkan untuk menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (world class bureaucracy) yang dicirikan dengan pelayanan publik yang semakin berkualitas dan tata kelola pemerintahan yang semakin efektif dan efisien. Pembagian periode tersebut seyogyanya memberikan jeda dan kesempatan pada birokrasi nasional untuk beradaptasi secara perlahan terhadap perubahan yang dilaksanakan.
Sebagai bagian dari kebijakan strategis nasional pemerintah, pemindahan IKN sendiri pada dasarnya merupakan upaya untuk mengubah paradigma pembangunan menjadi Indonesia sentris, bukan lagi Jawa sentris seperti yang selama ini dirasakan oleh masyarakat. Pemilihan lokasi (Kalimantan Timur) telah dilakukan dengan matang, bukan hanya dari sisi letak geografisnya, melainkan melalui studi panjang dan komprehensif dari berbagai macam aspek sehingga menjadikan IKN Nusantara sebagai pusat gravitasi baru Indonesia dalam menjadi penyeimbang dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Selain itu, secara garis besar, IKN Nusantara adalah sebagai simbol identitas nasional, yang memang diciptakan dari 0 sebagai sebuah gagasan murni bangsa ini, bukan dari peninggalan “kolonialisme”. IKN Nusantara juga dibangun dengan konsep untuk menjadi kota berkelanjutan yang mengedepankan aspek-aspek dalam lingkungan sehingga akan menjadi future smart forest city.
Konsep kota berkelanjutan ini lah yang menjadikan IKN Nusantara tidak hanya sekedar maju dalam hal teknologi dan pemanfaatan sumber daya saja, namun dalam Cetak Biru Kota Cerdas Nusantara dijelaskan konsep Smart Governance sebagai sebuah sistem pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk membuat tata kelola pemerintahan yang efektif, transparan, mudah diakses, serta melibatkan partisipasi publik. Lebih jauh lagi, pemanfaatan sistem Smart Governance yang terpusat dan terpadu harapannya dapat meningkatkan transparansi dalam operasi pemerintah sehingga mengurangi birokrasi, menghemat waktu dan biaya operasional. Sistem Smart Governance ini juga menjadi momentum yang tepat bagi IKN Nusantara sebagai kota percontohan tentang bagaimana memanfaatkan penggunaan teknologi informasi untuk meningkatan kualitas birokrasi tanah air. Konsep yang dicanangkan pada IKN Nusantara ini merupakan konsep yang pada akhirnya akan membawa birokrasi nasional pada tujuan dari Grand Design Reformasi Birokrasi itu sendiri sebagai world class bureaucracy.
IKN dan harapan para ASN untuk tumbuh
Sejak dahulu, masyarakat cenderung bersikap skeptis terhadap kinerja para ASN. Dengan berbagai macam kerumitannya dalam pelayanan publik ataupun bentuk birokrasi lainnya yang kemudian menciptakan sebuah pandangan negatif dari masyarakat terhadap birokrasi. Pandangan negatif itulah yang saat ini coba diperbaiki oleh pemerintah dengan menciptakan sebuah kebijakan yang berdasarkan sistem merit sebagai kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, yang diberlakukan secara adil dan wajar tanpa diskriminasi.
Pada dasarnya Indonesia tidaklah kekurangan para aparatur yang berkualitas. Namun seringkali para ASN dihadapkan pada sebuah dilema. Mereka cenderung hanya dibebankan pekerjaan yang bersifat administratif saja dan tidak pernah diberi kesempatan untuk tumbuh pada pekerjaan yang berorientasi pada hasil dan kualitas. Lingkungan birokrasi yang ada saat ini masih mengacu pada budaya kerja lama yang masih cenderung kaku. Para ASN muda cenderung merasa inferior ketika dihadapkan pada situasi jika mereka "perform" maka mereka akan semakin dibebankan pada pekerjaan lain yang berada diluar tupoksinya di jabatan itu, tanpa adanya reward akan capaiannya tersebut. Para ASN tersebut cenderung hanya diberikan beban tambahan dengan tidak diberikannya kesempatan untuk berkembang. Mereka cenderung hanya dimanfaatkan saja sebagai alat ntuk mempermudah tugas para atasannya. Mentalitas seperti ini lah yang harusnya dihilangkan dari dunia birokrasi. Oleh sebab itu, hadirnya IKN Nusantara diharapkan akan membawa pada suatu perubahan serta memberikan contoh kepada sistem birokrasi nasional bahwa sudah seharusnya birokrasi kita tumbuh ke sebuah level budaya kerja baru yang produktif dengan memberikan wadah bagi para ASN lainnya untuk berkembang sesuai dengan perannya, bukan hanya menjadi alat pemuas yang hanya dimanfaatkan sebagian pimpinan untuk pemenuhan kepentingan pribadinya.
Mentalitas seperti inilah yang dirasa harus mulai diterapkan pada IKN Nusantara sebagai kota percontohan dan menjadi acuan bersama para pengambil kebijakan negeri ini untuk menciptakan birokrasi yang berkelas dunia dan berdaya saing global. Jika masih terjebak dalam retorika budaya kerja yang sama, maka jangan berharap lebih untuk menjadi negara dengan birokrasi yang berkualitas dunia.
Antara sebuah prestige atau prestasi?
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara, maka keberadaan IKN Nusantara sudah berlandaskan pada hukum nasional. Dalam mendukung tata kelolanya, Pemerintah Indonesia juga telah membentuk Otorita IKN melalui Peraturan Presiden Nomor 62 tahun 2022 sebagai badan yang bertugas sebagai pelaksana kegiatan persiapan, pembangunan, dan pemindahan Ibu Kota Negara, serta penyelenggara Pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota Nusantara.
Pembangunan IKN Nusantara sendiri perlu dilihat dari beberapa sudut pandang. Terlebih mega proyek ini akan menghabiskan dana sekitar 500 Triliun Rupiah dan direncanakan akan selesai pada tahun 2045 atau bertepatan dengan momentum Indonesia Emas 2045. Tentu, jumlah tersebut merupakan angka yang fantastis bagi sebuah proyek. Proyek raksasa ini merupakan sebuah proyek jangka panjang yang merupakan kolaborasi antara pemerintah dan pihak swasta sehingga tidak akan dibebankan pada APBN sepenuhnya. Misalnya, tahun 2023 lalu total investasi yang masuk adalah sebanyak 41 Triliun Rupiah. Tentu angka ini lebih masuk akal mengingat IKN Nusantara sendiri merupakan proyek jangka panjang, bukan hanya proyek ambisius belaka.
Persaingan dan tensi geopolitik dunia tentu akan menjadi faktor yang sarat akan gengsi dalam persaingan dan perebutan pengaruh global. Pemindahan ibu kota negara bukanlah gagasan singkat yang tercetus dalam pemikiran sesaat melainkan sudah dicanangkan puluhan tahun lalu tepatnya sejak masa pemerintahan presiden RI yang pertama, Ir. Soekarno. Tentu membutuhkan sikap berani untuk pengambilan keputusan mengingat proyek ini merupakan cita-cita bangsa yang sudah lama digagas.
IKN Nusantara dapat dikatakan tidak hanya sekedar objek adu gengsi semata. Selain menjadi simbol identitas nasional, pembangunannya patut diapresiasi sebagai sebuah prestasi karena proyek ini tidaklah sepenuhnya dibiayai oleh APBN. Artinya, ada unsur business to business (B2B) di dalamnya yang melibatkan pihak swasta baik lokal maupun internasional. Selain itu, konsep future smart forest city dan 6 bidang kota cerdas akan menjadi unggulan dari IKN Nusantara dalam menciptakan suatu kota yang layak birokrasi.
Pembangunan IKN Nusantara yang terus dilakukan secara bertahap merupakan sebuah bukti komitmen pemerintah untuk menghadirkan sebuah pembaharuan dalam sistem tata pemerintahan Indonesia. Dengan memindahkan ibu kota negara dari Jakarta, Indonesia diyakini sudah melakukan langkah yang tepat dalam menciptakan konsep Indonesia sentris yang seimbang. Hadirnya Otorita IKN menjadi salah satu bukti bahwa IKN Nusantara akan dikelola oleh badan yang profesional sehingga IKN tidak hanya memindahkan ibu kota negara dari Jakarta ke Nusantara saja, melainkan menghadirkan suatu pembaharuan dalam bidang birokrasi reformasi melalui konsep-konsep yang akan segera diterapkan untuk dapat menjadi kota percontohan bagi daerah-daerah lain di Indonesia serta cerminan dari kebesaran bangsa Indonesia. Tidak hanya menjadi simbolisasi politik semata, melainkan berperan nyata sebagai bukti dan harapan baru bagi birokrasi Indonesia.