Hati-Hati dengan Gelar dan Jabatan: Sebuah Renungan bagi ASN

Gambar sampul Hati-Hati dengan Gelar dan Jabatan: Sebuah Renungan bagi ASN

Dalam perjalanan hidup, seringkali kita mendapatkan nasihat dari orang-orang yang tak terduga. Seorang anak miskin dengan sepatu kayu pernah menasehati seorang ulama besar, Imam Hanafi, tentang bahaya kesombongan dalam menyandang gelar. Kisah ini bukan sekedar cerita, namun sebuah pelajaran berharga, terutama bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki tanggung jawab dalam membuat dan menjalankan kebijakan. Di balik keputusan yang diambil, ada amanah besar yang harus dipikul, bukan sekedar status atau kehormatan belaka.

Seorang ASN bukan hanya pekerja administratif, tetapi juga menentukan kebijakan yang berdampak luas bagi masyarakat. Setiap keputusan yang dibuat harus berlandaskan data yang valid dan analisis yang mendalam. Kebijakan yang baik bukanlah hasil dari keinginan pribadi atau dorongan kepentingan tertentu, melainkan dari pemahaman yang tujuan dan solusi yang dapat diimplementasikan dengan baik.

Pentingnya refleksi dari kisah Imam Hanafi dan anak miskin tersebut. Imam Hanafi memiliki gelar dan kehormatan, namun tetap menerima nasihat dari seorang anak kecil tanpa merasa lebih tinggi. Ini adalah contoh bagaimana seorang pemimpin atau pembuat kebijakan harus menyatakan: rendah hati, terbuka terhadap kritik, dan selalu siap belajar dari siapa pun.

Namun, kenyataannya banyak yang terjebak dalam jebakan kekuasaan. Jabatan yang dimiliki sering kali membuat seseorang lupa akan tujuan awalnya: melayani masyarakat. Kesombongan, keangkuhan, dan haus pengakuan dapat menggelincirkan seseorang ke dalam kesalahan yang fatal. Sama seperti sepatu kayu yang bisa membuat anak miskin itu terjatuh, kekuatan yang disalahgunakan bisa membuat seseorang terjatuh ke dalam kehancuran.

Data menunjukkan bahwa kebijakan yang dibuat tanpa dasar sering kali gagal dalam implementasi. Misalnya, banyak program pemerintah yang tidak tepat sasaran karena analisisnya kurang mendalam. Ketika pengambilan keputusan tidak didasarkan pada data dan fakta yang valid, hasilnya bukan kesejahteraan bagi rakyat, melainkan masalah baru yang muncul.

Sikap terbuka terhadap kritik sangat penting. ASN sebagai penggerak birokrasi harus memiliki mentalitas seperti Imam Hanafi: siap menerima nasihat dari siapa saja, termasuk masyarakat yang mereka layani. Dengan demikian, kebijakan yang dibuat tidak hanya menjadi dokumen di atas kertas, namun benar-benar memberikan dampak positif bagi kehidupan orang banyak.

Dari kisah Imam Hanafi, kita belajar bahwa status dan gelar bukanlah alasan untuk menutup telinga dari kebenaran. Seorang anak kecil bisa memberikan nasihat dalam, begitu pula suara rakyat yang sering kali dianggap kecil bisa menjadi pemandu dalam menyusun kebijakan yang lebih baik.

Sebagai ASN, penting untuk selalu mengingat bahwa jabatan adalah amanah. Kebijakan yang baik lahir dari analisis yang mendalam, sikap rendah hati, dan kemauan untuk selalu belajar. Mari jadikan setiap keputusan yang kita buat bukan sekadar formalitas, tetapi sebuah langkah nyata untuk membangun negeri yang lebih baik.

Kesuksesan sejati bukan terletak pada seberapa tinggi jabatan yang kita raih, namun seberapa besar manfaat yang kita berikan bagi orang lain. Jangan biarkan gelar dan kekuasaan menjadi sepatu kayu yang membuat kita tergelincir, melainkan gunakan sebagai alat untuk berjalan di jalan yang benar dan bermakna.

Bagikan :