“Jadi ASN adalah idaman orangtua dan mertua” “Jadi ASN hidup pasti tenang, karena sudah dijamin oleh negara” dan selentingan ucapan dari masyarakat pada umumnya yang seringkali kita dengar baik di media sosial maupun perbincangan sehari-hari. Namun, kehidupan sebagai ASN sering kali tidak seindah yang terlihat dari luar. Di balik nama besar institusi pemerintahan dan kesan bahwa semua berjalan sesuai aturan, kenyataan menunjukkan ada banyak tantangan besar yang harus dihadapi para pegawai yang tulus ingin berkontribusi. Salah satu tantangan yang paling mencolok adalah campur tangan politik dalam karier dan jenjang jabatan ASN.
Bagi banyak ASN, meraih posisi atau pengakuan bukan lagi soal kemampuan, komitmen, atau kontribusi, melainkan soal siapa yang dekat dengan siapa, atau seberapa kuat dukungan dari pihak tertentu. Ini bukan rahasia lagi, dan harapan untuk memiliki karier yang bersih dan berlandaskan meritokrasi menjadi sebuah mimpi yang tampak sulit diraih.
Bayangkan perasaan seorang ASN yang telah bertahun-tahun mengabdi, bekerja keras, bahkan rela mengorbankan waktu dan tenaga demi memberikan pelayanan terbaik. Namun, ketika tiba waktunya untuk mendapat kesempatan promosi atau kenaikan jabatan, muncul seseorang yang tiba-tiba mendapatkan posisi tersebut bukan karena prestasinya, melainkan karena dukungan atau relasi politik. Ini bukan hanya menyakitkan, tetapi juga meruntuhkan semangat ASN yang benar-benar ingin bekerja dengan integritas. Mereka, yang ingin membawa perubahan positif bagi masyarakat, justru merasa bahwa kerja keras mereka tidak dihargai.
Ketidakadilan yang Terjadi di Lapangan
Masalah lainnya yang membuat resah adalah kurangnya kompetensi di berbagai lapisan organisasi. Ketika seseorang diangkat pada posisi strategis tanpa keahlian yang memadai, bukan hanya dirinya yang mengalami kesulitan, tetapi juga berdampak pada seluruh tim dan kualitas pelayanan publik. ASN yang kompeten, yang mungkin telah bertahun-tahun mengembangkan keterampilan di bidangnya, harus menerima kenyataan bahwa mereka harus bekerja di bawah seseorang yang kurang menguasai tugasnya. Ini tidak hanya menimbulkan perasaan tidak adil, tetapi juga menciptakan lingkungan kerja yang kurang produktif dan jauh dari kata profesional.
Jika kita bicara soal meritokrasi, ini bukan hanya tentang memenuhi ambisi pribadi. Ini soal memberikan kesempatan bagi yang layak, yang berusaha keras, yang memahami tugas dan tanggung jawabnya, serta yang ingin berbuat lebih bagi masyarakat. Meritokrasi berarti memberi tempat pada mereka yang bisa membawa perubahan nyata, bukan pada mereka yang hanya memanfaatkan kesempatan untuk mengamankan posisi atau kekuasaan.
Harapan Baru di Kabinet Merah Putih
Kabinet Merah Putih yang baru ini membawa harapan besar. Harapan bahwa sistem yang sudah lama berjalan ini bisa direformasi menjadi lebih adil, lebih transparan, dan lebih berorientasi pada prestasi. ASN di seluruh pelosok negeri ingin melihat perubahan nyata, di mana setiap individu mendapatkan haknya sesuai dengan kemampuan dan kinerjanya, bukan karena kedekatan dengan orang-orang tertentu. Kami ingin bekerja di lingkungan yang memberikan penghargaan berdasarkan prestasi, bukan berdasarkan hubungan atau afiliasi politik.
Sebagai ASN yang sudah lama bekerja di bidang pelayanan publik, saya tahu benar betapa beratnya membawa perubahan di tengah sistem yang begitu kompleks. Saya pernah melihat orang-orang yang begitu bersemangat di awal kariernya, dengan cita-cita besar untuk melayani dan memberikan yang terbaik bagi masyarakat, namun lama kelamaan semangat itu pudar. Bukan karena mereka tidak mampu atau tidak ingin berkontribusi, tetapi karena mereka merasa terjebak dalam sistem yang tidak mendukung perubahan.
Mimpi tentang Sistem yang Lebih Bersih dan Profesional
Meritokrasi adalah tentang mimpian ASN untuk bekerja di lingkungan yang lebih profesional, di mana setiap individu diberikan kesempatan yang sama untuk berkembang dan memberikan kontribusi terbaiknya. Mereka ingin melihat perubahan nyata, di mana keputusan karier didasarkan pada kemampuan dan prestasi, bukan pada campur tangan politik atau pengaruh eksternal.
Bayangkan jika setiap ASN bekerja di lingkungan yang kompeten dan mendukung. Bayangkan jika setiap posisi strategis diisi oleh individu yang benar-benar memahami tugas dan tanggung jawabnya. Bukankah ini yang diinginkan oleh masyarakat? Bukankah ini yang akan membawa perubahan nyata dalam kualitas pelayanan publik?
Bagi banyak ASN, meritokrasi bukan lagi sekadar slogan atau jargon pemerintahan. Ini adalah harapan dan mimpi besar yang mereka perjuangkan setiap hari. Mereka ingin bekerja di lingkungan yang menghargai usaha dan dedikasi, yang memberikan kesempatan yang adil, dan yang mendukung setiap individu untuk berkembang dan memberikan yang terbaik.
Pentingnya Dukungan Masyarakat dalam Mewujudkan Meritokrasi
Perjuangan untuk mewujudkan meritokrasi bukan hanya tugas ASN atau pemerintah, tetapi juga membutuhkan dukungan dari masyarakat. Ketika masyarakat memahami pentingnya meritokrasi dalam pelayanan publik, mereka bisa ikut mengawasi, memberikan masukan, dan mendukung perubahan yang lebih baik. Masyarakat bisa menjadi suara bagi ASN yang bekerja dengan tulus dan mendambakan perubahan. Dengan bersama-sama mendorong pemerintah untuk menerapkan sistem meritokrasi yang lebih baik, kita bisa menciptakan pemerintahan yang lebih bersih, lebih kompeten, dan lebih berfokus pada pelayanan publik.
Meritokrasi bukan hanya tentang karier atau posisi, tetapi juga tentang integritas, tentang keadilan, dan tentang memberikan yang terbaik bagi masyarakat. ASN yang kompeten dan berdedikasi adalah aset berharga bagi negara ini, dan dengan meritokrasi, kita bisa memastikan bahwa mereka mendapatkan kesempatan yang pantas untuk berkontribusi.
Akhirnya, semoga harapan baru ini tidak hanya menjadi sekadar harapan, tetapi menjadi kenyataan bagi kita semua. Karena pada akhirnya, masyarakatlah yang akan merasakan manfaat dari perubahan ini.
Kita mengetahui bahwa pemerintahan terdahulu kurang memperhatikan kesejateraan ASN, serta banyak dapat kita temui di daerah maupun di pemerintahan pusat (Kementerian atau Lembaga) banyaknya jabatan struktural yang dipilih berdasarkan konflik kepentingan dan tidak menerapkan system meritokrasi.
#NulisSembariDinas