Harapan dari Budak Korporat yang telah Bertransformasi Menjadi Pelayan Masyarakat

Gambar sampul Harapan dari Budak Korporat yang telah Bertransformasi Menjadi Pelayan Masyarakat

Selama ini kita menjalani siklus kerja yang monoton demi alasan uang. Aku tidak memungkiri itu. Di dunia ini, uang seakan menjadi tujuan tertinggi dalam hidup manusia. Hingga tak jarang, banyak orang yang bekerja mati-matian demi mendapatkan uang, bahkan sampai menjadikan dirinya sebagai 'budak korporat'. Menurutku, menjadi budak korporat merupakan salah satu pertanda buruk dalam bekerja. Apalagi bila terjadi di lingkungan kerja yang penuh nepotisme dan penyalahgunaan jabatan.

Dulu, mungkin aku adalah salah satu dari budak korparat itu. Namun, alih-alih menyesalinya, aku lebih suka menjadikan itu sebagai pengalaman hidup yang akan menuntun langkahku ke arah yang labih baik. Banyak cerita dan pengalaman yang aku dapatkan dari sana. Beberapa diantaranya adalah cerita tentang praktik nepotisme dan atasan yang otoriter.

Saat masih bekerja di perusahaan swasta, aku pernah melihat seorang atasan merekrut keluarganya sendiri sebagai karyawan meskipun tidak berkompeten di bidang pekerjaan tersebut. Praktik nepotisme semacam ini sering dianggap lumrah, padahal dampaknya bisa membuat lingkungan kerja menjadi tidak profesional. Selain itu juga dapat menciptakan ketidakadilan karena merugikan orang-orang yang sebenarnya lebih layak menempati jabatan tersebut.

Bukan hanya itu, aku juga pernah merasakan ditekan dengan peraturan-peraturan yang sengaja dibuat untuk memberatkan karyawan. Tujuannya agar karyawan mengundurkan diri. Musabab hutang perusahaan yang sudah menumpuk, manajemen melakukan berbagai cara untuk menekan pengeluaran termasuk mengurangi pengeluaran untuk gaji karyawan. Memutuskan hubungan kerja sepihak tentu bukan pilihan yang tepat karena perusahaan harus membayar hak karyawan yang cukup besar. Sehingga dibuatlah peraturan berat untuk membuat karyawan tidak nyaman, lalu mengundurkan diri dengan sukarela.

Tidak berhenti di situ. Merasa peraturan yang memberatkan belum cukup untuk mengurangi jumlah karyawan, perusahaan mulai menjalankan strategi licik lainnya, yaitu Demosi. Aku adalah salah satu karyawan yang menerima hal tidak menyenangkan itu. Posisiku yang awalnya menjadi Technical Support, tiba-tiba dipindahkan menjadi Office Boy. Sungguh menyedihkan. Namun, apa mau dikata? Titah atasan laksana suara tuan yang harus diikuti.

Keadaan perusahaan memang sudah tidak sehat, bukan hanya keuangannya saja tetapi juga moral para atasannya. Mereka seakan tak melihat kinerja, tak memiliki empati, dan tak peduli dengan nasib karyawannya. Asalkan perusahaan bisa selamat, apa pun akan dilakukan. Cerita ini mungkin terlihat berlebihan, tetapi begitulah faktanya.

Pengalaman menjadi budak korporat itulah yang akhirnya membuatku ingin menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Aku berpikir:

"dari pada jadi budak korporat, bukankah lebih baik menjadi budak negara?"

Jika aku menjadi PNS, bekerja untuk negara, maka tenaga yang aku keluarkan akan bermanfaat untuk masyarakat. Tak masalah sekalipun menjadi budak. Asalkan menjadi budak negara dan dapat bermafaat bagi masyarakat, mengapa tidak?

Alhamdulillah, keinginan baik itu akhirnya terwujud. Kini aku berhasil menjadi PNS dan siap mengabdi untuk negara. Aku ingin terus memperbarui wajah institusi tempatku bertugas agar menjadi lebih baik, lebih baik, dan lebih baik lagi.

Aku yakin institusi ini akan mempertahankan budaya kerja yang baik, profesional, dan berorientasi pada pelayanan masyarakat. Jika dikemudian hari aku menemukan budaya kerja yang tidak sesuai, maka aku akan memperbaikinya. Aku tidak akan membiarkan institusi ini seperti perusahaan tempatku bekerja dulu.

Semoga pengalamanku ini bukan sekadar kisah yang sekejap hilang, tetapi menjadi pengingat untuk semua bahwa korupsi, nepotisme, dan penyalahgunaan jabatan hanya akan merusak lingkungan kerja dan martabat kita. Aku berharap suatu saat nanti dunia kerja akan benar-benar bersih, adil, dan berintegritas. Setiap pekerja/pegawai akan dihargai karena kompetensi dan dedikasinya, bukan karena koneksi atau kedekatan semata. Aku juga berharap generasi selanjutnya dapat bekerja tanpa takut ditindas oleh praktik kotor seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme, melainkan tumbuh dalam lingkungan yang sehat, transparan, dan sepenuhnya bersih.

#aksaraAbdimuda

Bagikan :