Setiap pemimpin di negeri memiliki gaya dan pendekatan yang berbeda dalam rangka mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia sebagaimana yang diamanatkan pada alinea keempat Undang Undang Dasar 1945. Kita masih ingat pada masa pemerintah sebelumnya, Bapak Jokowi sangat masif dengan pembangunan infrastruktur, merubah pola Jawa sentris menjadi Indonesia sentris. Pembangunan yang tidak hanya fokus di pulau Jawa namun juga wilayah lain di seluruh pelosok tanah air dengan mengambil konsep pembangunan dari pulau terdepan, terluar dan tertinggal (3T).
Pendekatan yang berbeda dibawa oleh Presiden Prabowo saat ini yang mengedepankan pembangunan di bidang Sumber Daya Manusia. Hal ini dilihat dari kampanye beliau yang begitu masif akan memberikan Makan Siang Gratis yang saat ini berubah nama menjadi Makan Bergizi Gratis (MBG) karena keinginan beliau untuk memberikan makanan bernutrisi bagi anak sekolah, anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui dengan harapan tidak akan lagi masalah stunting yang sudah lama menjadi isu nasional.
Langkah besar lainnya yang dilakukan Presiden Prabowo, tepat di hari Senin 24 Februari 2025 diluncurkannya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (DANANTARA). Dana yang diberikan untuk dikelola oleh Badan ini sebesar 300 triliun guna membiayai lebih dari 20 proyek strategis nasional. Proyek-proyek ini akan digarap guna mendukung program industrialisasi dan hilirisasi yang telah digaungkan sebelumnya oleh Bapak Jokowi untuk memberikan nilai tambah atas sumber daya alam yang dikelola. Sebelumnya dijual dalam kondisi bahan mentah namun dengan hilirisasi bahan mentah akan diolah dulu menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi untuk kemudian diekspor, jadi diharapkan Indonesia memiliki peranan penting dalam rantai pasok di tingkat global.
Untuk mengimplementasikan program program tersebut, Presiden bersama jajarannya di Kabinet Merah Putih mengambil langkah salah satunya mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam APBN dan APBD Tahun 2025. Dengan merekonstruksi anggaran yang menurut pemerintah kurang tepat sasaran dialihkan ke belanja yang memberikan dampak langsung ke masyarakat. Target efisiensi sebesar 306,69 triliun yang diperoleh dari pemangkasan anggaran belanja kementerian/Lembaga sebesar 256,10 triliun dan anggaran transfer ke daerah sebesar 50,59 triliun. Pos anggaran yang terkena efisiensi adalah belanja operasional dan non operasional sekurang-kurangnya terdiri atas belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin.
Lantas apa konsekuensi dari kebijakan efisiensi ini, menurut Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP yang merupakan Guru Besar Manajemen dan Kebijakan Publik menyebutkan adanya 14 kementerian baru saat ini diakui Wahyudi membutuhkan anggaran yang lebih besar daripada sebelumnya. Terlebih lagi, beberapa kementerian lain membutuhkan dana yang lebih tinggi daripada yang telah dianggarkan. “Kita bisa melihat adanya kebutuhan membuat kantor, fasilitas, infrastruktur, dan pejabat baru yang menelan anggaran” (ugm.ac.id)
Sebagai contoh juga untuk anggaran perjalanan dinas yang dipangkas, sektor transportasi dan penginapan ikut terdampak. Sebelumnya sektor ini banyak berharap dari belanja pemerintah, maka untuk saat ini akan mengurangi pendapatan mereka. Jikalau pelaku usaha tidak segera mengambil strategi jitu untuk mencari sumber pendapatan yang lain maka tidak menutup kemungkinan akan menyebabkan pengurangan karyawan.
Lantas, apakah efisiensi sudah sepenuhnya tepat atau belum??????