Pemangkasan Anggaran dan Dampaknya pada ASN
Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto pada awal tahun 2025 merupakan respons terhadap tekanan defisit fiskal yang semakin meningkat. Dalam upaya untuk merelokasi dana ke program-program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG), Kementerian Keuangan mencatat bahwa pemotongan anggaran dapat mencapai 15-20% di beberapa kementerian dan lembaga. Hal ini cukup berdampak signifikan pada daya beli Aparatur Sipil Negara (ASN), terutama bagi mereka yang berada di golongan rendah (II-III). Dalam situasi yang menantang ini, adaptasi ekonomi melalui side hustle berbasis teknologi, seperti game play-to-earn (P2E) yang menggunakan blockchain, muncul sebagai fenomena menarik untuk dikaji sebagai alternatif solusi kesejahteraan.
Dalam situasi yang menantang ini, dimana ASN harus beradaptasi dengan kondisi ekonomi yang semakin sulit, muncul kebutuhan untuk mencari alternatif sumber pendapatan. Salah satu solusi yang mulai menarik perhatian adalah adaptasi ekonomi melalui side hustle berbasis teknologi, seperti game play-to-earn (P2E) yang menggunakan blockchain. Game P2E menawarkan peluang bagi individu untuk menghasilkan pendapatan tambahan dengan cara yang fleksibel dan inovatif. Melalui partisipasi dalam platform game ini, ASN dapat mengonversi waktu dan keterampilan mereka menjadi pendapatan riil, yang dapat membantu mengimbangi penurunan daya beli akibat pemotongan anggaran. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan dalam cara ASN mencari penghasilan tambahan, tetapi juga menunjukkan potensi teknologi digital dalam memberikan solusi bagi tantangan ekonomi yang dihadapi oleh ASN.
Play-to-Earn dan Ekonomi Digital dalam Kerangka Gig Economy
Konsep play-to-earn (P2E) dapat dipahami sebagai manifestasi dari gig economy dalam ekosistem digital. Dalam model ini, partisipasi dalam platform game berbasis blockchain memungkinkan individu untuk mengonversi waktu dan keterampilan mereka menjadi pendapatan riil melalui mekanisme tokenomics. Sebagai contoh, Axie Infinity, yang menjadi studi kasus dalam artikel ini, mengadopsi model decentralized finance (DeFi) dengan aset digital berupa Non-Fungible Token (NFT) yang dapat diperdagangkan. Nilai ekonomi dari game ini tercermin dalam volume transaksi AXS (token governance) yang mencapai $4,2 miliar pada tahun 2023, meskipun mengalami fluktuasi yang signifikan.
Dalam konteks efisiensi anggaran, terdapat beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan oleh ASN melalui skema monetisasi dalam game P2E. ASN dapat menghasilkan pendapatan tambahan dengan cara melakukan breeding (pengembangbiakan Axie) yang memberikan imbalan dalam bentuk SLP (Smooth Love Potion), berpartisipasi dalam kompetisi berbasis skill di leaderboard battles, serta melakukan perdagangan aset NFT di pasar sekunder. Sebuah studi oleh YGG Southeast Asia pada tahun 2023 menunjukkan bahwa pemain paruh waktu di Filipina dapat menghasilkan antara $200 hingga $500 per bulan, yang setara dengan 10-25% dari gaji ASN golongan III di Indonesia.
Dari segi efisiensi waktu, P2E menawarkan fleksibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan side hustle konvensional, seperti ojek online. ASN dapat bermain game di luar jam kerja tanpa perlu melakukan mobilitas fisik, sehingga memberikan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan tanpa mengganggu pekerjaan utama mereka.
Selain itu, keterlibatan dalam ekosistem blockchain juga dapat meningkatkan literasi digital ASN. Melalui partisipasi dalam game P2E, ASN dapat mengasah kompetensi teknis mereka dalam manajemen aset kripto, pemahaman tentang kontrak pintar (smart contracts), dan analisis pasar NFT. Keterampilan ini sejalan dengan agenda transformasi digital birokrasi yang diatur dalam Perpres No. 95/2018, menciptakan win-win solution antara kebutuhan ekonomi dan kapasitas institusi.
Tantangan dan Risiko Strategis
Filipina telah menjadi salah satu negara yang paling menonjol dalam memanfaatkan game Axie Infinity sebagai alat untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Banyak warga Filipina, terutama di daerah pedesaan dan komunitas yang kurang beruntung, telah beralih ke Axie Infinity sebagai sumber pendapatan alternatif. Dengan adanya pemotongan gaji dan pengangguran yang meningkat akibat pandemi COVID-19, game ini memberikan kesempatan bagi individu untuk menghasilkan uang. Namun, terdapat tantangan dan risiko yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah volatilitas dan risiko finansial yang terkait dengan harga SLP dan AXS, yang mengalami penurunan signifikan sebesar >95% dari puncak 2021 (CoinGecko, 2023), dengan volume transaksi harian Axie Infinity merosot 98% (DappRadar, 2023). Hal ini menunjukkan adanya risiko capital loss yang signifikan. Selain itu, modal awal untuk membentuk tim Axie, yang terdiri dari tiga karakter, berkisar antara Rp5-15 juta, merupakan nilai yang cukup besar bagi ASN dengan gaji rendah.
Tantangan lainnya adalah potensi konflik etika dan produktivitas. Keterlibatan ASN dalam game P2E dapat menyebabkan distraksi selama jam kerja, yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 94/2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Selain itu, minimnya regulasi dari Bank Indonesia (BI) terkait transaksi kripto juga meningkatkan risiko hukum bagi ASN yang terlibat dalam aktivitas ini.
Sky Mavis, sebagai pengembang Axie Infinity, telah melakukan berbagai upaya untuk menstabilkan ekonomi game melalui mekanisme seperti bounty board dan staking AXS. Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan SLP, serta membatasi tekanan inflasi melalui mekanisme pembakaran token. Selain itu, desentralisasi kepemilikan juga menjadi fokus, dimana ASN dapat berpartisipasi dalam voting untuk pengembangan game. Namun, efektivitas model ini masih terhambat oleh sentralisasi kepemilikan, dimana 76% AXS dikuasai oleh whale investors.
Rekomendasi Kebijakan dan Kesimpulan
Berkaca dari apa yang dilakukan oleh negara Filipina, dimana Pemerintah Filipina dan beberapa organisasi non-pemerintah (NGO) juga mulai memperhatikan potensi game ini, maka beberapa inisiatif telah diluncurkan untuk mendukung pemain, termasuk pelatihan tentang manajemen keuangan dan investasi. Untuk mengoptimalkan potensi play-to-earn sebagai solusi kesejahteraan bagi ASN, beberapa rekomendasi kebijakan perlu dipertimbangkan. Pertama, Pemerintah Republik Indonesia perlu menyusun modul pelatihan terstruktur mengenai literasi blockchain khusus bagi ASN untuk mitigasi risiko investasi. Kedua, diperlukan payung hukum yang jelas terkait regulasi transaksi P2E oleh OJK untuk melindungi pengguna. Terakhir, sinergi dengan ekosistem lokal yang dapat dilakukan melalui pengembangan game P2E buatan Indonesia yang berbasis pada budaya Indonesia, sehingga dalam jangka panjang, integrasi side hustle digital ke dalam kebijakan kesejahteraan ASN dapat menjadi solusi adaptif, asalkan didukung oleh kajian risiko yang komprehensif dan kerangka regulasi yang jelas.