Agustus 2022, saya besersama 47 rekan lainnya resmi menjadi aparatur sipil negara disuatu pemda yang mungkin orang awam tahu letak persis geografis. Ibarat bayi yang lahir prematur, begitulah yang saya alami. Belum ada pengalaman sebagai birokrat apalagi sebagai pekerja pada umumnya. Mungkin waktu kuliah materi yang telah dipelajari sewaktu sangat berguna untuk pekerjaan ini. Namun itulah letak kesalahannya, semuanya bak hujan deras tanpa payung, pekerjaan menderus kencang tak henti. Ditempatkan pada pengelolaan keuangan daerah. Mungkin terdengar menggiurkan dan menarik, tetapi disinilah ilmu kuliah itu (idealisme) diuji. Mengelola sekitar 2 triliun rupiah kurang lebih dan untuk seorang anak baru hanya “wow”, untuk apa uang ini? (Dalam hati pegawai baru itu).
Singkat cerita, ketika idealisme ini diuji oleh intervensi politik yang tinggi. Bagaimana bisa juga seorang pejabat memiliki mobil dinas yang lebih dari 1. Ini tidak ada di materi saya kuliah dulu. Satu-satunya yang menurut saya waras yang pejabat mengenai pengadaan pemerintah itu sendiri dan mungkin berpendapat sama dengan saya. Alhasil semua permintaan ditolak mentah-mentah. Ini tidak bisa disebut loyalitas bung, ini pembodohan. Pegawai tersebut dipaksa untuk menuruti semua permintaan agar pengadaan tetap dilaksanakan. Namun dia tau dan tidak mau terpaksa sebelum akhirnya terbiasa. Setelah dipaksa, dia hanya menyerah dengan semua ini, dan mengikuti peraturan yang ada. Bukan karena takut diseret hukum, hanya karena dia tau apa yang dia pegang dalam prinsipnya. Seorang pegawai baru seperti saya hanya berkata dalam hati (suatu hari saya akan merubah ini). Mungkin lingkungan yang membuat hal ini seperti terbiasa. Bertahun-tahun hal ini terjadi. Uang negara seperti uang sendiri sepertinya. Bagaimana kalau kita dipaksa, akhirnya terpaksa, dan berakhir terbiasa. Mungkini inilah fenomena tersebut. Bagaimana kalo semua orang terbiasa dan kita dipihak minoritas. Inilah pentingnya bagaimaan prinsip itu diajarkan sejak dini.
Setelah saat ini saya berlanjut menekuni dunia pemerintahan dan dalam proses pendidikan mendalami terkait ilmu kebijakan publik, saya belajar mungkin satu-satunya cara untuk membuat ini berubah hanya pada pendidikan karakter sedini mungkin. Mungkin sedikit harapan letakan pada generasi muda ini. Janganlah terpaksa melakukan sesuatu yang mungkin kita tau itu buruk. Dari sisi psikologi itu yang membuat terbiasa. Bagaimana kalau kita balik, kita paksa untuk menolak seluruh apapun yang mungkin tidak sesuai aturan dan tata kelola yang baik. Akan terpaksa nantinya dan terbiasa. Dipaksa untuk menjadi baik menjadi tantangan yang ada saat ini. Suatu saat yang tua akan tergantikan marilah kita paksa untuk menerapkan integritas sampai nantinya kaum muda termasuk saya terpaksa, dan akhirnya terbiasa. Bagaimana dengan yang sudah terbiasa?. Mungkin itu tantangannya, sampaikan bahwa bonus demografi 2045 itu nyata, pakailah kaum muda ini menjadi kaum yang terdidik dan mementingkan keperluan bersama. Saya yakin, dipaksa itu tidak terlalu buruk jika arahnya baik. Salam integritas untuk 2045 emas untuk rekan-rekanku ASN Muda.