“Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden Republik Indonesia dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada nusa dan bangsa. Begitulah sumpah yang diucapkan oleh Prabowo saat dilantik oleh Ketua MPR Ahmad Muzani, yang juga merupakan kader Gerindra.
Sejak resmi dilantik pada tanggal 20 Oktober 2024, Prabowo Subianto telah menetapkan beberapa target utama dalam 100 hari pertama pemerintahannya. Salah satu yang paling mendapat sorotan adalah realisasi program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang telah menjadi janji kampanye andalannya. Program ini dirancang untuk memberikan akses makanan sehat secara gratis, dengan fokus pada anak-anak, lansia, dan keluarga kurang mampu yang membutuhkan dukungan gizi yang lebih baik. Program ini diharapkan menjadi salah satu solusi untuk mengatasi masalah gizi buruk yang masih melanda sebagian besar masyarakat, terutama di daerah-daerah terpencil dan kurang berkembang.
Prabowo menegaskan bahwa salah satu langkah penting untuk mencapai Indonesia yang sejahtera adalah dengan memastikan setiap warga negara memiliki akses terhadap makanan yang bergizi. Beliau menyadari bahwa gizi buruk, yang berhubungan langsung dengan angka stunting dan masalah kesehatan lainnya, merupakan tantangan besar yang harus segera ditangani. Oleh karena itu, program MBG menjadi prioritas dalam agenda pemerintahan beliau.
Rencana efisiensi anggaran yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto untuk mendukung program makan bergizi gratis bagi anak-anak sekolah memang memiliki tujuan yang mulia, yakni meningkatkan kualitas gizi generasi penerus bangsa. Program ini diharapkan dapat membantu mengurangi angka stunting serta meningkatkan daya saing sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Namun, di tengah rencana ambisius tersebut, muncul berbagai polemik yang meresahkan masyarakat.
Salah satu polemik yang mencuat adalah dengan adanya kebijakan larangan bagi pengecer untuk menjual gas melon sejak tanggal 1 Februari 2025. Dimana masyarakat hanya bisa membeli langsung gas 3 Kg di pangkalan-pangkalan resmi. Masyarakat mulai kesulitan untuk mendapatkan gas untuk kebutuhan masak. Banyak sekali yang protes akan kebijakan ini. Bahkan, seorang menteri sekelas Bahlil Lahadalia pun tak luput dari luapan emosi warga bernama Effendi. Effendi mengungkapkan, bahwa kebijakan penghapusan pengecer LPG 3 kg justru menyulitkan rakyat kecil. Effendi mengaku harus meninggalkan dapurnya saat memasak demi antre gas yang semakin sulit didapatkan. “Anak kami lapar butuh makan, butuh kehidupan. Logikanya jalan dong, Pak,” ujarnya dengan emosi.
Selain itu, pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi tenaga honorer di berbagai kementerian dan lembaga negara menimbulkan keresahan luas. Banyak tenaga honorer yang selama ini menjadi tulang punggung pelayanan publik, terutama di daerah-daerah, merasa terancam kehilangan sumber penghasilan. Langkah ini dinilai akan berdampak pada menurunnya kualitas pelayanan publik serta memperburuk angka pengangguran di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil pascapandemi.
Tak kalah menjadi sorotan, pembatalan beberapa program beasiswa bagi mahasiswa berprestasi juga mengundang kekecewaan. Beasiswa yang selama ini menjadi jembatan bagi anak-anak muda Indonesia untuk meraih pendidikan tinggi dan meningkatkan kualitas hidup, justru terancam dihentikan. Hal ini dianggap sebagai langkah mundur dalam upaya mencetak generasi unggul yang mampu bersaing di kancah global.
Situasi ini semakin diperkeruh dengan munculnya tagar #kaburajadulu di media sosial, yang mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap arah kebijakan pemerintah ke depan. Tagar tersebut menjadi simbol kekhawatiran publik akan ketidakpastian masa depan, khususnya terkait lapangan kerja, kebutuhan pokok, dan kesempatan pendidikan.
Melihat berbagai reaksi yang muncul, pemerintah perlu lebih bijak dalam menyusun strategi efisiensi anggaran. Kebijakan yang bertujuan baik semestinya tidak mengorbankan sektor-sektor vital yang menyangkut hajat hidup rakyat banyak. Program makan bergizi gratis memang penting, tetapi harus dipastikan bahwa pelaksanaannya tidak merugikan kelompok rentan lainnya. Sebuah solusi yang seimbang antara pembangunan manusia melalui gizi dan keberlanjutan ekonomi rakyat harus menjadi prioritas.
Transparansi dan komunikasi yang jelas juga harus menjadi perhatian pemerintah agar masyarakat dapat memahami latar belakang serta tujuan dari setiap kebijakan. Dialog yang melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi, dan perwakilan masyarakat, perlu ditingkatkan agar kebijakan yang diambil benar-benar mencerminkan kebutuhan dan kepentingan rakyat.
Dengan demikian, diharapkan program-program strategis yang dicanangkan dapat berjalan efektif tanpa menciptakan ketimpangan sosial baru. Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo perlu membangun kepercayaan publik dengan menunjukkan bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan benar-benar untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Bukan cuman “omon-omon”.