Demokrasi berasal dari kata demos yang berarti rakyat dan kratos yang berarti pemerintahan sehingga diartikan sebagai pemerintahan oleh rakyat. Praktek demokrasi pertama kali diciptakan di Yunani Kuno pada 2500 tahun yang lalu yang lambat laun praktek demokrasi tersebut berkembang dan dewasa ini telah mencakup setiap benua dan menjadi bagian terbesar dari umat manusia (Dahl, 1999: 22). Pada prakteknya, demokrasi memiliki nama dan batasan yang berbeda, seperti demokrasi liberal, demokrasi parlementer, demokrasi pancasila, demokrasi terpimpin, demokrasi konstitusional dan sebagainya (Budiardjo, 1981: 30). Namun demikian, nilai-nilai dasar di dalam demokrasi yang dianggap sebagai nilai universal, seperti kedaulatan rakyat, kekuasaan mayoritas, pembatasan pemerintah secara konstitusional, nilai-nilai toleransi, kerjasama dan mufakat, jaminan hak-hak asasi manusia, hak-hak minoritas, pemilihan yang bebas dan jujur, persamaan di depan hukum, proses hukum yang wajar, serta pluralisme sosial, ekonomi dan politik. Dengan kata lain, cakupan demokrasi berkaitan dengan kedaulatan rakyat dan pemerintah yang demokratis, serta kebebasan dan egaliterianisme yang menekankan partisipasi masyarakat dalam sistem kenegaraan. Jika suatu negara dimana sistem pemerintahannya menganut paham demokrasi, maka konsekuensi logis yang harus dilakukan oleh elit yang berkuasa adalah membuka lebar-lebar pintu kebebasan dari rakyatnya untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan politik.
Berkaitan dengan demokrasi, salah satu konsep yang dikemukakan oleh Alexis De Tocqueville perlu untuk dipertimbangkan terutama dalam pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Perbatasan yang seringkali luput dari partisipasi masyarakat. Sebagai serambi dan pintu gerbang suatu negara, wilayah perbatasan perlu mengimplementasikan demokrasi yang tidak hanya dalam sistem pemerintahan saja, melainkan mengkristal dalam filosofi masyarakat, agama, pluralisme kultural, sampai pada kehidupan keluarga sebagai unit terkecil kehidupan kelompok di wilayah perbatasan. Apabila dikaitkan dengan analisa Tocqueville yang melihat bahwa terdapat kesamarataan dan kebebasan di antara masyarakat sehingga membentuk sebuah pemerintahan mayoritas, maka pengelolaan batas wilayah perlu melibatkan masyarakat dengan hak yang sama dalam sistem politik maupun pemerintahan.
Pada dasarnya, berdemokrasi adalah persamaan dan kesetaraan. Hal tersebut menjadi dasar dalam implementasi kebijakan di perbatasan terutama dalam menghadapi kompleksitas global dewasa ini. Apabila dahulu Tocqueville cenderung melihat demokrasi yang ambivalen dengan persamaan (equality), maka seluruh pemangku kepentingan baik di pusat maupun di daerah perlu memandang pengelolaan perbatasan sebagai sebuah kesetaraan. Dahulu, pola pikir persamaan diawali oleh logika bahwa tumbuhnya persamaan berkaitan dengan revolusi industri yang membuat terjadinya industrialisasi dan komersialisasi lalu berujung dengan munculnya urbanisasi. Dengan adanya proses tersebut berimplikasi pada runtuhnya feodalisme yang mendorong manusia semakin otonom dan independen. Proses ini yang kemudian menjadikan arus besar munculnya persamaan. Kini, dengan tantangan global yang semakin kompleks dan tidak menentu seharusnya mampu meruntuhkan pandangan bahwa wilayah perbatasan hanya sebatas serambi belakang yang tidak terlalu penting. Otonomi daerah dan independensi dalam mengurus pemerintahan seharusnya membuka peluang bagi partisipasi masyarakat untuk mengelola perbatasan sebagai serambi dan pintu gerbang Indonesia.
Dalam memandang wilayah perbatasan, merujuk pada Tocqueville terdapat penentu demokrasi yang dapat diimplementasikan. Faktor pertama adalah kondisi geografis dan kedaulatan wilayah. Hal ini berpengaruh pada persepsi penduduk yang merasa minim gangguan dari pihak luar sehingga memicu munculnya kesetaraan. Selain itu, dorongan untuk sentralisasi sangat kecil karena faktor wilayah tersebut (Godechot, 1989:19).
Selain kondisi geografis, faktor penentu lainnya adalah pemerintah local yang membuat tingkat partisipasi masyarakat sangat besar pada pemerintah lokal. Hal ini merupakan implikasi dari desentralisasi administrasi dan kepentingan negara seolah merupakan kepentingan pribadi sehingga hampir semua warga terikat dengan kepentingan pemerintah lokal. Adanya pembagian kekuasaan membuat pemusatan kekuasaan relatif minim dan tidak terpusat sehingga dianggap mudah dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat secara lebih dekat. Dalam menghadapi tantangan yang kompleks di wilayah perbatasan, lembaga kekuasaan perlu terdistribusi sampai ke tingkat lokal dengan upaya untuk melibatkan masyarakat hingga level lokal secara menyeluruh dalam proses-proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain, kepemilikan atas masalah publik itu turut dirasakan hingga di pelosok perbatasan.
Tantangan yang dihadapi oleh masyarakat di perbatasan seringkali lebih kompleks dibandingkan dengan masyarakat di wilayah perkotaan maupun pedesaan sehingga kesetaraan yang ditawarkan oleh konsep demokrasi sangat diperlukan. Kesetaraan ini tidak menekan kebebasan, melainkan bertujuan untuk memberikan kebebasan bagi masyarakat. Ketika semua orang ditempatkan setara, maka dengan otomatis memiliki kebebasan sebagai warga negara. Dalam kondisi tertentu, kebebasan yang berbasis pada kesetaraan ini turut memudahkan terbentuknya ikatan-ikatan sosial pada masyarakat di wilayah perbatasan.
Demokrasi sebenarnya bukan hanya persoalan sistem pemerintahan yang dijalankan oleh suatu negara, tetapi menyangkut pula sistem sosial budaya masyarakat yang mendukungnya. Suatu masyarakat demokratis membutuhkan komitmen warga negara. Komitmen tersebut berkaitan dengan upaya menerima bahwa konflik dalam masyarakat tidak dapat dihindari terutama dalam menghadapi kompleksitas global sehingga toleransi menjadi sangat diperlukan. Konflik dalam masyarakat demokratis bukan antara pihak-pihak yang jelas-jelas benar atau salah, tetapi antara berbagai penafsiran yang berbeda atas hak-hak demokratis dan prioritas sosial. Individu dan kelompok harus bersedia minimalnya menerima perbedaan satu sama lain, mengakui bahwa pihak lain juga mempunyai hak yang sah dan sudut pandang yang sah pula (Alamudi, 1999: 19). Dalam setiap masyarakat dan setiap generasi, masyarakat demokrasi harus memperbaharui demokrasinya dengan mengambil prinsip-prinsip dan menerapkannya pada berbagai praktek. Demokrasi merupakan tantangan karena keberhasilan sebuah usaha demokratis bertumpu pada pundak masyarakatnya. Persepsi ini yang perlu dipahami dan diimplementasikan oleh seluruh pemangku kepentingan dalam mengelola batas negara dan wilayah perbatasan.
Demokrasi di Indonesia masih jauh dari kata mapan meskipun Indonesia telah merdeka sejak 78 tahun yang lalu. Untuk itu, kritik terhadap demokrasi di Indonesia perlu dimunculkan, terutama dalam memandang batas wilayah dan perbatasan. Implementasi kebijakan perlu dikaji dan dikoreksi secara sistematis guna menghindari pemaksaan penerapan demokrasi pada wilayah perbatasan yang justru akan menimbulkan kesan tidak demokratis. Salah satu koreksi yang dapat dilakukan adalah melalui kajian berbasis kearifan lokal sehingga persepsi dan implementasi kebijakan di perbatasan dapat diterapkan secara demokratis.
Pada dasarnya, penjelasan Tocqueville dapat diterima sebagai faktor yang sangat menunjang tumbuhnya demokrasi. Tetapi sebagian gagasannya tentu bisa dipertanyakan relevansinya bagi negara-negara demokrasi dewasa in. Salah satunya tentang faktor Geografi yang menjadi faktor pendukung tumbuhnya demokrasi, terutama di wilayah perbatasan. Demokrasi saat ini telah melintasi sekat ruang, kultur, dan ideologi politik serta menjadi konsensus politik hampir semua negara di dunia sebagai sistem politik yang bisa tumbuh kapan saja dan di mana saja. Fleksibilitas dan keterbukaannya memungkinkan demokrasi selalu menyesuaikan diri untuk tumbuh dan berkembang, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya. Hanya saja penerapan demokrasi di wilayah perbatasan Indonesia perlu lebih dikemukakan sehingga kesetaraan dapat dirasakan hingga ke serambi dan pintu gerbang Indonesia yang selama ini dianggap sebagai serambi belakang negeri.
Daftar Pustaka
Alamudi, Abdullah, Prayitno, Budi, ed. 1999. Apakah Demokrasi itu?. Jakarta: Dinas Penerangan Amerika Serikat.
Budiardjo, Miriam. 1981. Partisipasi dan Partai Politik: Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Gramedia.
Dahl, Robert A. 1991. On Democracy. Yale University Press.
Diamond, Larry. 2003. Developing Democracy toward Consolidation. Yogyakarta: IRE Press. Godechot, Jacues. 1989. Revolusi di Dunia Barat 1770-1799 /Les Revolutions 1770-1799. Alih bahasa: Tim Pusat Kebudayaan Perancis Surabaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Ravitch, Diane, Thernstrom, Abigail, ed. 2005. Demokrasi Klasik dan Modern: Tulisan Tokoh-Tokoh Pemikir Ulung Sepanjang Masa. Alih bahasa: Hermoyo. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Tocqueville, Alexis de. 1956. Democracy in America (1835), Vol.I. New York: Vintage Books