Dari Badan Jadi Kementerian, Prioritas Pada Kualitas Penduduk Untuk Indonesia Emas!

Gambar sampul Dari Badan Jadi Kementerian, Prioritas Pada Kualitas Penduduk Untuk Indonesia Emas!

Isu tentang perubahan perubahan susunan kabinet Prabowo-Gibran sempat membuat saya cemas. Apalagi ketika saya mencermati pemberitaan sejumlah media massa, nama instansi tempat saya mengabdi saat ini tidak ada.

Ya, BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) hampir tidak muncul dalam pemberitaan di media jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029. Meski begitu, ada satu nama Kementerian yang hampir mirip dengan instansi saya: Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

Hal ini menjadi perbincangan hangat dengan rekan sejawat kami, para Penyuluh Keluarga Berencana (KB). Jika benar BKKBN berubah menjadi Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, lantas bagaimana “Nasib Keluarga Berencana” yang selama ini digadang-gadang sebagai rohnya BKKBN. Sebab kata Keluarga Berencana tidak tertulis dalam nama Kementerian tersebut.

Setelah Prabowo mengumumkan nama-nama Menteri di Kabinet Merah Putih pada 20 Oktober 2024 kemarin, barulah saya merasa sedikit lega karena saat itu Prabowo menyebutkan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. Yes! nama BKKBN tidak hilang begitu saja di Kementerian ini. Hanya saja terjadi perubahan kelembagaan, dari suatu Badan menjadi Kementerian.

Kecemasan saya saat itu tentu bukan tanpa alasan. Semenjak saya bergabung di BKKBN sembilan tahun silam, Ketika mendengar kata BKKBN sebagian masyarakat pasti teringat dengan alat kontrasepsi. Hal ini tidak salah sih, karena program BKKBN berkaitan dengan keluarga berencana, keluarga berencana identik dengan alat kontrasepsi. Jadi bisa dibayangkan ketika nama Kementerian tidak mencatumkan BKKBN, saya bertanya-tanya apakah jati diri sebagai penyuluh keluarga berencana juga ikut sirna?

Sempat tepikirkan kenapa Prabowo tidak mencantumkan Keluarga Berencana di Kementerian baru ini, bisa jadi karena program KB di Indonesia dikatakan berhasil. Program KB sudah ada sejak tahun 1970-an dimana saat itu Total Fertility Rate (TFR) atau angka kelahiran total mencapai 5,6. Artinya rata-rata seorang perempuan melahirkan lima anak. Hingga pada tahun 2023, jumlah TFR menurun di angka 2,1. Di mana rata-rata seorang perempuan melahirkan dua anak dalam masa suburnya. Angka tersebut menandakan jumlah yang ideal dan harus dipertahankan agar penduduk tumbuh seimbang.

Bisa jadi karena keberhasilan program KB itulah, kata keluarga berencana tidak dicantumkan secara utuh meski masih melekat pada akronim BKKBN. Jika diukur dari angka TFR yang sudah ideal maka saatnya negara ini fokus bagaimana meningkatkan kualitas penduduknya.

Ya, PR negara ini mengenai kependudukan dan pembangunan keluarga masih banyak. Tak kalah penting dengan mengontrol jumlah penduduk saja. Masih ada isu kependudukan yang perlu kita tangani bersama. Harapannya dengan Kementerian baru ini secara perlahan, satu per satu masalah kependudukan bisa menemukan solusinya.

Contohnya adalah permasalahan lansia. Secara umum, jumlah penduduk lansia di negara Asia Pasifik diproyeksikan meningkat termasuk di Indonesia. Negara ini mengalami penuaan penduduk yang semakin cepat sehingga perlu untuk dipersiapkan dalam menghadapi Indonesia Emas 2045 agar lansia di Indonesia dapat berdaya, sejahtera, mandiri dan sehat. Masalah yang dihadapi lansia diantaranya adalah kesejahteraan, kesehatan yang menurun, lansia dianggap beban dan tidak berdaya. Padahal lansia juga bisa produktif jika kita melakukan pemberdayaan baik dari aspek fisik dan mental. Seperti memberi kesempatan lansia untuk bekerja agar tetap aktif dan memiliki penghasilan. Lantas dapatkah negara menjamin lansia hidup sehat dan bahagia di usia senja?

Indonesia juga akan menghadapi bonus demografi. Hal ini dapat menjadi peluang karena penduduk usia produktif berpotensi meningkatkan produktivitas negara yang akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun sebaliknya, akan menjadi tantangan jika sumber daya manusia tidak kompeten, tidak punya daya saing sehingga angka pengangguran akan meningkat dan produktivitas negara menurun.

Sedangkan pada pembangunan keluarga berkaitan dengan bagaimana kita mengupayakan mewujudkan keluarga berkualitas melalui pembinaan ketahanan dan kesejahteraan keluarga. Stunting, kemiskinan, putus sekolah dan pernikahan anak masih menjadi momok negara ini. Di samping itu masih adanya ketimpangan peran ayah dan ibu dalam pengasuhan anak.

Sayangnya, angka putus sekolah di Indonesia juga masih terbilang tinggi. Data dari Badan Pusat Statistik di tahun 2023 menunjukkan bahwa jumlah anak Indonesia yang putus sekolah dari SD sampai SMA mencapai 29,21% dari total 30,2 juta jiwa anak di tahun tersebut.

Faktor ekonomi tidak lepas dari penyebab anak putus sekolah. Namun yang perlu ditekankan adalah bagaimana meningkatkan kesadaran orang tua dan anak tentang pentingnya Pendidikan. Sebab mindset orang tua yang menganggap sekolah tidak penting masih banyak dijumpai di lapangan, terlebih bagi keluarga yang tidak mampu. Mereka berpikir daripada uangnya digunakan untuk membayar sekolah lebih baik anaknya langsung saja bekerja untuk mendapatkan gaji. Si anak yang merasakan nikmat mendapat penghasilan akhirnya terlena dan tidak ingin melanjutkan pendidikan. Bahkan tak sedikit pula yang memutuskan untuk menikah di usia belia daripada harus sekolah.

Hal seperti ini yang perlu kita benahi bersama, agar orang tua dan anak sama-sama memiliki semangat untuk mengakses pendidikan agar memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Kami sebagai Penyuluh KB yang concern pada program pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana tidak pernah lelah mengedukasi masyarakat baik secara langsung dan melalui media sosial. Hanya saja jumlah personel kami di lapangan memang tidak sebanding dengan sasaran dalam hal ini keluarga di seluruh Indonesia.

Idealnya seorang Penyuluh KB membina satu desa/kelurahan. Tapi kenyataannya rasio Penyuluh KB dan desa/kelurahan di Indonesia masih jauh dari kata ideal. Berdasarkan data per September 2024, tenaga Penyuluh KB dan Petugas Lapangan KB se-Indonesia yang berstatus ASN sejumlah 18.718 orang dibandingkan jumlah desa/kelurahan yakni 1:6. Hal tersebut berdampak pada kualitas pembinaan dan fasilitasi program pembangunan keluarga, kependudukan dan keluarga berencana tidak berjalan optimal. Kami berharap ada penambahan personel Penyuluh KB sebagai garda terdepan untuk mengedukasi keluarga di Indonesia.

Semoga dengan nama baru, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN ini kita bekerja tidak hanya sekedar mengejar capaian angka. Tapi bagaimana kita berupaya meningkatkan kualitas keluarga di Indonesia. Lahirnya generasi emas dimulai dari unit terkecil dari masyarakat yaitu keluarga. Keluarga menjadi lingkungan pertama untuk mengenalkan cinta kasih, menanamkan pendidikan dan nilai moral yang menentukan kualitas bangsa.

 

Bagikan :